Musik sakral ini selalu terlantun dalam setiap momen, dari mulai Agustusan, hajatan, srawungan, kendurian hingga pengajian khususnya di wilayah Ciayumajakuning tercinta (Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan) yang seakan menggambarkan bahwa musik ini enaknya bukan main. Daya magnet yang kuat melalui nada yang khas yang konon mampu membius para penggemar musik Tarling yang setia dan selalu menjunjung tinggi nilai leluhur. Semua ini tidak terlepas dari berbagai unsur Marketing Mix 4P yang terkandung di dalamnya.
Selama momen 17 Agustusan kemarin saya memutuskan untuk pulang ke kampung halaman di Cirebon yang selalu memanggil manggil setiap saat, kapan pun dan di mana pun, dari mulai makanannya, orang-orangnya hingga musiknya—ini yang sangat khas dan melebihi dari segala-galanya. Pada momen Agustusan tahun ini saya ikut serta membantu menjalankan kegiatan lomba yang telah dirumuskan secara matang jauh jauh hari dan maslahat oleh Karang Taruna setempat. Selama mengikuti pra kegiatan, kegiatan hingga pasca kegiatan ada tiga musik yang selalu diputar berulang-ulang, bahkan saat senam ibu-ibu setempat sebelum memulai lomba lagu lagu Tarling tersebut menjadi primadona seperti “Juragan Empang” yang saking terkenalnya sampai di cover oleh Via Valen dan Nella Kharisma sebagai agen marketing perwakilan Jawa Tengah, lalu ada “Cibulan” dan terakhir “Lanange Jagat”—yang kalau diterjemahkan judulnya kurang lebih artinya “Bos Tambak Ikan”, “Cibulan” (sebuah kolam alami yang dihuni oleh ikan dewa di Kuningan Jawa Barat) dan “Pria Tampan” (jagat merepresentasikan ketampanan yang maksimal di dunia maupun akhirat).
Semenjak itu saya mulai mbatin—wah ini sebuah hegemoni yang membanggakan dan patut dipertahankan nih. Sejujurnya saya merasa sangat bangga sekaligus terheran-heran karena semua orang di lingkungan tempat tinggal sangat menikmati alunan nada yang “khas” dari musik Tarling Cirebonan yang diputar berulang-ulang oleh panitia sebagai pengiring srawung dan lomba selama Agustusan kemarin. Bahkan jajahan Via Valen dan Didi Kempot yang kembali naik daun pun masih tidak mempan menguasai skema musik dangdut di wilayah tiga Cirebon, sehingga musik yang konon dianggap “sakral” oleh seluruh pendengarnya dari semua penjuru tanah Pantura Cirebon ini memiliki daya tarik marketing khusus yang bisa dibilang membius dan meluluhkan.
Daya marketing apa sih sebenarnya yang mampu membranding musik yang disukai oleh semua lapisan masyarakat ini? Mumpung ingat, seketika itu juga saya mencoba merenung dan berdiskusi dalam diri melalui pergulatan yang panjang guna mengingat ngingat teori dari Kotler dan Armstrong yang pernah saya pakai sebagai bahan referensi skripsi bertahun tahun lalu itu, dan diadopsi dari buku Bauran Pemasaran dan Loyalitas Konsumen-nya Dr. Ratih. Ternyata konsep Bauran pemasaran atau Marketing Mix-lah yang menjadi hegemoni semua itu,
Mari kita simak keseruan ini, jadi saya yang agak sok tahu ini mencoba menyimpulkan dari teorinya Kotler bahwa bauran pemasaran 4P atau Marketing Mix 4P adalah penentu kesuksesan musik Tarling yang sangat egaliter ini. Bagaimana tidak, dari mulai pejabat kelurahan, driver angkot Gunung Sari-Palimanan hingga pekerja konstruksi semuanya menggemari lagu Tarling dan tanpa diduga tanpa dinyana ternyata hal ini sangat relevan. Secara singkat tools andalan orang marketing ini merupakan medium dari rencana pemasaran yang taktis dan dapat dikendalikan secara berkala tergantung dari permintaan baik produk, harga, distribusi, dan promosi yang dicampur aduk oleh perusahaan untuk menghasilkan respons yang diinginkan dari seluruh kalangan pendengarnya. Itu pengertiannya sih. hehe
Nah masuk ke P yang pertama yaitu berkaitan dengan Product. Secara komposisi nada, lagu Tarling Cirebonan sendiri selalu diawali oleh intro yang khas dan membius seperti aroma mie goreng yang memanggil manggil saat lapar tiba, salah satu contohnya adalah lagu Lanange Jagat, lagu Tarling yang bertema cinta ini membuat pendengarnya menjadi bucin yang elegan. Diawali oleh gebukan Kendang yang menghentak ditambah petikan gitar distorsi yang dibuat clean ini seakan mewakili perasaan jatuh cinta para pendengarnya sehingga mensugesti supaya tetap menjadi bucin yang elegan dan itu dibuktikan oleh liriknya yang puitis dan bermakna dalam namun tetap relevan bagi pendengar milenial di era sekarang seperti saya dan disitulah sisi nilai jual produknya. Saya yakin penggemar Via Valen atau Didi Kempot pasti langsung suka. Bahkan sekelas Djaduk Ferianto pun yang dikenal sebagai Master music Jazz dan Instrumental terpikat untuk mengaransemen lagu Tarling Cibulan yang dibawakan secara ciamik di acara Jazz Gunung tahun 2014 silam.
P yang berikutnya adalah Price atau harga. Di Cirebon sendiri sangat tidak susah mencari EO yang menjadi juragan Tarling. Di lingkungan kompleks saya saja—Perumahan Indogriya, Klangenan, Cirebon) terdapat 3 orang pengusaha. Otomatis dari segi harga juga bersaing dan bisa dinego HT alias harga tetangga pastinya terjangkau dan berkualitas.
P berikutnya adalah Place atau tempat. Gampangnya place adalah alur distribusi. Penyebaran yang begitu massive di tanah Cirebon dan sekitarnya membuat semua orang dapat menikmati musik Tarling ini di mana pun dan kapan pun, di dalam angkot, di dalam becak, berjalan di pasar—kedai kaset seharga 5 ribuan selalu jadi panggung Tarling portable dadakan—dan driver-driver truk yang lalu lalang membuat akses penyebarannya begitu kuat.
P selanjutnya masih berkaitan dengan P sebelumnya yaitu Promotion. Sepertinya seluruh medium bisa jadi saluran promosi mereka. Bahkan dahulu ketika internet belum massive kekuatan word of mouth jadi jawaban. Orang-orang Cirebon biasanya mengamati mana Tarling yang berkualitas mana yang tidak. Cirinya yang paling tampak adalah banyaknya fill in Koplo pada gebukan Kendang dan kekomunikatifan dari penyanyinya. Ada yang selalu saya ingat yaitu Kuntring dan Wa Goblag. Kekuatan mereka di jokes-jokesnya yang elegan dan mampu memancing gelak tawa.
Semoga analisis ini mampu mempertahankan geliat musik Tarling Cirebonan yang membuatnya terus berekspansi ke segala penjuru tanah air kita, membawa semangat kemerdekaan yang selalu dijunjung tinggi para pendegarnya secara egaliter. Salam Tarlingan! (*)