Belakangan saya merasa punya banyak alasan untuk angkat kaki dari Tangerang Selatan. Terlepas dari kontroversi politiknya yang menjadi diskursus beberapa waktu lalu, menurut saya, Tangsel adalah kota ketiga yang mesti segera ditinggalkan setelah Depok dan Bekasi.
Terhitung sudah tujuh tahun saya mengadu nasib di Tangerang Selatan. Selama tujuh tahun itu pula saya menyusun alasan-alasan paling masuk akal untuk segera meninggalkan kota ini. Terlebih bagi saya yang kerja di Jakarta dan pulang ke Tangerang Selatan. Akhir-akhir ini saya kepikiran, memangnya ada hal yang membuat Tangsel lebih layak dipilih ketimbang Jakarta?
Gaya hidup di Tangerang Selatan sama saja kayak di Jakarta, sama-sama kebanyakan gaya
Sebagai kota aglomerasi, nggak heran kalau gaya hidup di Tangerang Selatan dan Jakarta hampir sama. Hal yang mesti dimaklumi karena Tangsel sendiri punya dua kota mandiri, BSD dan Bintaro Jaya. Masing-masing kota mandiri ini punya lebih dari dua mall dengan harga yang relatif sama jika dibandingkan mall-mall di Jakarta.
Begitu juga kadai-kedai kopi kekiniannya. Awalnya saya pikir selisih rata-rata penghasilan hingga Rp396.590 tiap bulan bisa menekan harga coffee latte tanpa gula di Tangsel. Nyatanya harganya ya nggak jauh beda sama Jakarta. Bahkan saya pernah menemukan kopi di salah satu kedai di Tangerang Selatan yang harganya lebih dari Rp30 ribu.
Kalau sudah begitu sih mending sekalian ngopi saja di Jakarta. Biasanya tempat yang ditawarkan lebih instagrammable, nggak begitu panas, dan yang penting harga dan rasa kopinya sesuai.
Baca halaman selanjutnya: Harga makanan sama mahalnya…