Tahun Baru itu Fana, Jalan Berlubang yang Abadi

Jalan Berlubang yang Abadi, jalan di desa

Tahun Baru itu Fana, Jalan Berlubang yang Abadi

Ada berbagai macam cara untuk merayakan atau menyambut pergantian tahun baru. Mulai dari lihat kembang api, nonton band-bandnan hingga saking selonya melakukan razia kondom dan tisu sulap. Bahkan masih ada pula yang berdebat masalah terompet dan kembang api, ya sah-sah aja sih. Saksenengmu waelah! Tiap tahun kayak gitu aja, po ra bosen? Ya begitulah cara orang-orang memaknai tahun baru. Saya pun memiliki cara tersendiri, menonton film Dilan di televisi. Wagu kan? Ha mbok ben…

Setelah puas menonton Dilan, saya pun memutuskan untuk tidur saja. Dengan harapan ketika saya tidur, paginya sudah berganti tahun menjadi 2020. Ternyata doa saya dikabulkan oleh Tuhan dan semesta. Sah sudah kita semua memasuki tahun 2020 dan bertemu dengan shio tikus logam. Mungkin ini ada kaitannya dengan kemunculan ular dimana-mana. Mereka menyambut tikus logam.

Siapa sih yang gak semangat ketika memulai sebuah tahun baru? Pasti semua semangat dong, pada pengen ngewujudin yang tertunda di tahun 2019. Makanya menjelang ganti tahun banyak sekali yang ngegas pada tunangan. Menikahnya kapan, pikir keri.

Tak ingin ketinggalan ikut-ikutan merayakan hari pertama masuk kerja di tahun 2020, saya segera bergegas menuju kantor. Dan saya membuka lembaran tahun ini dengan misuh (berkata kasar). Kebetulan sebelum ke kantor saya menyempatkan diri untuk melayat ke tetangga saya.

Entah memang sial atau memang dapat kejutan, sepeda motor terpaksa melahap jalan berlubang. Saya hanya bisa misuh secara minimalis karena memboncengkan ibu. Coba jika tidak membocengkan ibu, saya akan misuh dalam batin.

Pergantian tahun tampaknya tidak banyak membawa perubahan berarti. Jalan berlubang bisa menjadi malaikat maut yang dapat mencabut nyawamu kapan saja. Bahkan kemarin tepat pada pada tanggal 1 Januari 2020, seorang pengendara motor di Gianyar, Bali harus tewas gara-gara melewati jalan berlubang. Hasil penyelidikan mengatakan bahwa korban kurang hati-hati dalam mengendarai sepeda motornya. Masih banyak lagi kasus kecelakaan yang diakibatkan oleh jalanan yang berlubang. Dan saya meyakini jumlahnya sangat banyak di seluruh nusantara tercinta ini.

Teror jalan berlubang ini tampaknya lebih ngeri daripada diboncengin sama kuntilanak atau bahkan dedemit lainnya. Jika diboncengi golongan astral paling mentok kalian hanya pipis di celana saja kan? Lha kalo jalan berlubang? Nyawa kalian yang jadi taruhan.

Masalah jalan berlubang ini kok tampaknya semacam dibiarkan begitu saja ya. Tak ada perhatian yang serius dari pihak yang terkait (pemerintah). Paling pol saya hanya melihat tambal sulam saja di sana-sini. Kalau hanya modelnya kayak gini terus, emang nyawa bisa ditambal sulam juga? Kan enggak to?

Kekesalan hati saya semakin memuncak ketika jalan berlubang semakin banyak ketika musim penghujan tiba. Diameternya semakin melebar. Beberapa titik yang dahulunya tidak ada jalan berlubang menjadi ada. Ini budidaya jalan berlubang apa ya?

Membicarakan fenomena jalan berlubang ini mengingatkan pada tayangan televisi, Takeshi Castle (benteng Takeshi). Di salah satu wahana yang disiapkan beberapa batu sintetis yang jika salah pijak maka peserta akan nyemplung ke kolam. Kira-kira seperti itu yang dialami oleh pengendara motor ketika menghadapi jalan berlubang di musim penghujan. Muka air akan sama dengan jalan raya sehingga kita tidak tahu kedalaman lubang yang dilalui. Seru kan? Kalau berhasil melaluinya maka kita akan selamat. Jika tidak maka ya tahu sendiri kan risikonya.

Memang sih ada regulasi bahwa jika kematian disebabkan jalan berlubang dapat menuntut ke jalur hukum kepada pihak yang terkait. Tapi saya sendiri kok rasanya ndak yakin korban yang bakalan jadi pemenang di pengadilan. Ini bukan masalah materi (ganti rugi), melainkan bentuk tanggung jawab pemerintah atau negara dalam menyediakan akses yang aman dan nyaman bagi warganya.

Ya tulisan saya ini sebenarnya hanya sekadar uneg-uneg saja kok, mau digagas sama pengambil kebijakan ya bagus, enggak juga sudah biasa. Mosok sudah tahun 2020 masih ada jalan berlubang, kan kelihatannya ra wangun. Apalagi mau migrasi dari revolusi 4.0 ke 5.0. Mosok gak malu? Apa nunggu korban berjatuhan lagi? Saya rasa sih dana itu ada, ndak usah ribut-ribut jalan itu wewenang siapa. Segera perbaiki saja! Kan ya gak mungkin juga to melakukan razia kepada jalan berlubang yang menyebabkan kecelakan. Emang kayak kondom, udah cuma diem aja, dirazia pula…

BACA JUGA Google Maps Ternyata Juga Hobi Ngeprank atau tulisan Diaz Radityo lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version