Ada yang udah pernah lewat perempatan Gedangan Sidoarjo? Gimana rasanya, Gaes?
“Aku liwat prapatan Gedangan teko omah nang Ketajen onok meh 30 menit. Sinting nang dalan aku!” begitu umpat kakak saya melalui pesan WhatsApp. Pesan itu saya baca setelah saya bosan menunggunya selama 20 menit di rumah dan mengira kami batal ke Surabaya.
Saya mungkin nggak akan terkejut jika rumah kakak saya berada di kawasan Sidoarjo kota. Lha wong rumah kakak saya dan rumah ibu sama-sama di Gedangan. Rumah kakak dan ibu hanya berbeda kelurahan, tapi bisa-bisanya kakak saya menghabiskan waktu 30 menit lamanya untuk menempuh jarak antarkelurahan itu. Terdengar mustahil, tapi bisa saja terjadi karena perempatan Gedangan Sidoarjo.
Sebenarnya kejadian itu jamak dialami siapa saja yang melintasi jalanan perempatan Gedangan. Bahkan teman saya yang berkunjung ke Gedangan pun jadi ingat situasi kecamatan pinggiran ini berkat lokasi ikoniknya.
Iya, perempatan Gedangan Sidoarjo jadi salah satu lokasi ikonik yang akan dikenang siapa pun saat melintasi jalan perbatasan Sidoarjo-Surabaya ini. Bukan hanya dikenang, perempatan Gedangan juga membuat pengguna jalan di sana menjadi lebih tabah. Bahkan lebih tabah daripada hujan bulan Juni-nya Pak Sapardi. Menyedihkan memang, tapi begitulah kenyataannya.
“Sak ruwet-ruwete atimu, sek ruwetan prapatan Gedangan,” celetuk teman saya waktu itu.
Perempatan Gedangan Sidoarjo seperti menjadi titik di jalan raya tempat segala jenis kendaraan dan manusia tumpah ruah. Kalian bisa menemukan apa saja di perempatan ini, mulai dari pesepeda, bentor, motor, mobil pribadi, angkutan umum yang ngetem, trailer, truk kontainer, forklift, manusia silver, badut, pengamen, ojol, pengemis, peminta sumbangan masjid, dan masih banyak lagi yang tentunya nggak bisa saya sebutkan semua.
Apakah sampai sini sudah kebayang bagaimana runyamnya jalanan perempatan Gedangan Sidoarjo?
Daftar Isi
Gedangan adalah kawasan perindustrian yang padat penduduk
Sejujurnya, sebagai penduduk Gedangan, saya sama sekali nggak keberatan kalau setiap hari harus berjibaku dengan kemacetan karena Gedangan adalah kawasan perindustrian yang padat penduduk. Tapi, mbok ya ojok bangeten. Seolah-olah karena penduduk Gedangan terbiasa dengan hal itu, intensitas kemacetan di jalanan Gedangan, terutama di perempatan, makin menjadi-jadi.
Baca halaman selanjutnya
Lebih parah lagi karena ada proyek pembangunan frontage…
Lebih parah lagi karena ada proyek pembangunan frontage di sepanjang jalanan Gedangan. Ini menjadi hal yang membahagiakan sekaligus menyedihkan bagi saya sebagai akamsi.
Pembangunan frontage besar-besaran yang direncakan bakal rampung di awal April nanti membuat kendaraan besar semakin masif turun ke jalanan. Praktis, ruas jalan Gedangan yang lebarnya agak nanggung itu memaksa pengguna jalan, utamanya yang membawa kendaraan, harus legowo dan mengelus dada karena di banyak titik harus terhalang oleh barrier perbaikan jalan.
Oke, sebagai pengendara, saya harus bisa memaklumi. Sebab, jika pembangunan frontage rampung, saya juga yang akan menikmati hasilnya.
Banyak pengendara yang ugal-ugalan di perempatan Gedangan Sidoarjo
Saya menyadari bahwa nggak semua pengendara menggunakan akal warasnya saat melewati perempatan Gedangan Sidoarjo. Getem-getem rasanya melihat pengendara yang tampak melewati frontage setengah jadi dan sama sekali belum diresmikan.
Meski sebenarnya lampu lalu lintas sudah terpasang, lampu lalu lintas itu kan belum berfungsi karena memang frontage belum benar-benar jadi dan diresmikan. Makanya perempatan Gedangan yang sirkulasi kendaraannya sudah amburadul itu makin ruwet.
Belum lagi banyak pengendara yang hobinya menerobos lampu merah utama perempatan Gedangan Sidoarjo. Coba kalian bayangkan, saat truk-truk kontainer dan trailer berusaha keluar perempatan Gedangan dari kawasan perindustrian, mereka harus berhenti dadakan gara-gara pengendara motor dan mobil yang seenaknya menerobos lampu merah.
Kalau sudah gitu, nggak cuma truk-truk itu yang terdampak, pengendara yang berada di belakang truk ikut kena getahnya. Maju kena, mundur kena. Mau jalan terhalang truk, mau mundur terhalang mobil dan angkutan umum, padahal kan kami sedang terburu-buru berangkat kerja atau sekolah. Oh, indahnya dunia.
Durasi lampu merah di perempatan Gedangan bisa disambi nyeruput kopi di warkop
Selain ruwetnya kondisi jalan dan banyaknya pengendara yang ugal-ugalan, durasi lampu merah di perempatan Gedangan Sidoarjo juga bikin pengendara kayak saya harus banyak-banyak bersabar. Bahkan bukan nggak mungkin kami mampir ke warkop untuk menyeruput kopi sembari menunggu detik demi detik pergantian lampu merah ke lampu hijau.
Sudah biasa rasanya melihat wajah pengendara yang lewat sana ketar-ketir akan terlambat berangkat kerja atau sekolah. Meski begitu, saya berusaha untuk berhusnuzan bahwa durasi lampu merah di perempatan ini memang sengaja diatur biar pengendara mobil dan motor nggak terburu-buru dalam berkendara sehingga mengurangi angka kecelakaan lalu lintas. Siapa tahu, kan?
Husnuzan hanya sebatas cara bagaimana agar tetap waras saat berada di perempatan Gedangan Sidoarjo. Bagi saya, perempatan Gedangan ini jelas ramashok bagi pengguna jalan yang sedang terburu-buru dan nggak memiliki skill sabar level dewa. Sebab, jika kita terburu-buru dan memaksakan diri melintasi perempatan Gedangan Sidoarjo ini, tiada cara lain selain sabar, tabah, dan berhusnuzan.
Penulis: Ade Vika Nanda Yuniwan
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Sidoarjo Ramah untuk Pebisnis, tapi Tidak Ramah untuk Perantau.