Suzuki GSX R150, Motor Kencang yang Nggak Cocok Dipakai untuk Pacaran

Suzuki Satria 120 R dan Kenangan Cinta Pertama yang Sulit Dilupakan suzuki gsx r150 Suzuki GSX-S150 Touring Edition suzuki smash titan suzuki lets

Suzuki (Shutterstock.com)

Teman saya, Mawar (tentu saja bukan nama sebenarnya) cerita soal pengalamannya dibonceng naik motor sport. Alih-alih jadi pengalaman yang menyenangkan, dibonceng motor sport menjadi mimpi buruk yang nggak mau dia ulang.

Mungkin ada anggapan bahwa motor sport seperti Suzuki GSX R150 adalah sekeren-kerennya motor. Bahkan siapa saja yang memakainya bisa bertambah kekerenan dan tentu saja menarik perhatian semua orang, termasuk teman saya. Mawar namanya.

“Motor sport tuh memang ganteng banget, Di. Aku suka sama cowok yang pakai motor jenis ini. kelihatan makin macho saja, keren gitu,” ujar teman saya yang senyumnya bisa membuat orang-orang lupa akan masalahnya.

“Hari itu akhirnya Mas gebetan mau ngajak jalan setelah beberapa bulan intens chattingan. Motor sport biru yang lampu depannya agak aneh parkir di depan rumah. Warna birunya mentereng, di bodinya tertulis tulisan Suzuki berwarna putih, gede banget. Bahkan sebagian hurufnya nyempil, hampir nggak kebaca,” lanjutnya.

“Kok kamu tahu kalau itu Motor Suzuki?”

“Ya tahu, Di. Lha wong di atas lampu depan ada tulisan Suzuki warna putih. Tapi lebih kecil.”

“Aku senang banget waktu itu. Berasa jadi wanita yang beruntung sedunia,” tutur dia.

Saya hanya manggut-manggut mengikuti ceritanya. Nggak berani mencela, apalagi motor yang saya pakai hanya Honda Beat. Jelas kalah dari semua sisi, kecuali kalau bicara soal irit.

Susah naik pas mau bonceng

“Sampai tiba waktunya pergi setelah dia nungguin aku dandan. Wajahnya fine-fine saja, nggak tampak cemberut kayak mantanku dulu. Disuruh nunggu sebentar saja sudah ngereog. Bayangkan Di, sudah motornya keren. Orangnya juga penyabar. Idaman banget nggak sih?” ucap Mawar dengan semangat.

“Iya deh iya,” saya hanya menjawab ketus. Gelato yang masih beku malah terasa panas.

“Tapi aku agak kecewa. Itu lho, untuk naik ke boncengannya susah. Footstep belakang nggak friendly banget. Tinggi banget gilak,” lanjutnya.

“Mana aku kudu ancang-ancang dulu. Terus kudu pegangan ke Masnya. Pokoknya repot deh. Tampilan doang yang keren, tapi kalo mau mbonceng ngerepotin. Mana saat itu aku pakai rok lagi.”

“Masak rok aku mau robek. Akhirnya harus ganti celana dulu. Haduh.”

“Naik motor sport emang nyusahin. Tampang doang yang keren. Kalau soal nyaman mah tetap Honda Beat.” Jawab saya sambil menghibur diri.

Tenaga GSX R150 terlalu barbar

“Aku kira perkara susah naik adalah hal terakhir. Tapi ada hal yang lebih nyebelin lagi. Larinya itu lho nggak bisa santai. Saya hampir beberapa kali terjungkal ke belakang gara-gara si Masnya tiba-tiba ngegas. Mana aku nggak mau pegangan, risih aja kalau harus pengangan sama cowok,” Mawar kembali berujar setelah meminum kopi yang dia pesan.

“Oh iya, kenapa sih motor sport nggak ada pegangan buat pembonceng?”

“Asli, sepanjang jalan rasanya tersiksa. Nggak nyaman. Mau pegangan Masnya tapi risih, nggak pegangan resiko jatuh. Pun kalau mau pegangan kayaknya aku bakal nungging banget, posisi jok belakang Suzuki GSX R150 lebih tinggi, tinggi banget malahan. Kan nggak enak ya kalau dilihat orang di jalan. Dilema banget waktu itu.” Katanya sebelum mengisap Camel favoritnya.

“Wqwqwqwqwq,” saya ketawa. Kayak bakal lucu kalau lihat kejadian itu.

Baca halaman selanjutnya

Tenaga beringas yang susah ditaklukkan

Memang motorsport apalagi GSX R150 kurang ramah buat pembonceng. Selain memang posisi jok dan footstep belakang terlampau tinggi, tenaganya juga beringas. Suzuki memang juara kalau soal meracik mesin. Dengan kapasitas 150 cc dan ukuran piston 62 mm dan dipadu sama ukuran klep gede yakni 24 mm dua buah untuk lubang IN dan 21 mm dua buah juga untuk bagian OUT-nya membuat tenaga jadi turah-turah. Ditambah mesinnya sudah radiator. Pendinginan mesin jadi sempurna, alhasil output tenaganya terjaga di setiap putaran mesin dan menjadikan motor satu ini beringas. Luar biasa sih.

“Terus kamu gimana waktu itu? Nggak jadi jalan, langsung balik ke rumah?” Tanya saya balik.

“Ya nggak lah. Aku ewoh, Di. Yaudah, jadi terpaksa tak kuat-kuatin dibonceng pakai motor itu,” jawab dia.

Tetap lebih enak pakai motor bebek atau matic

“Sejak saat itu aku nggak mau dibonceng pakai motor sport, khususnya Suzuki GSX R150. Jadi kalau si Masnya ngajak jalan aku selalu minta bawa motor bebek atau matic saja. Atau pakai motor aku. Lebih enak kalau diboncengin, bisa nikmatin perjalanan. Nggak mbatek mulu di jalan,” tegas Mawar sambil menyantap roti panggang yang tinggal sepotong.

Belum selesai mengunyah, dia ujug-ujug nyeletuk. “Dibonceng pakai Suzuki GSX R150 kayak naik roller coaster. Apalagi pas lewat jalan di daerah Rahtawu yang naik turun itu lho, Di. Kan kamu tahu ya, aku paling nggak suka naik roller coaster. Merinding banget rasanya. Mau teriak tapi jaim,” Tutupnya.

Saya hanya menanggapi ocehannya dengan tertawa sampai lupa nggak bawa uang untuk bayar makanan dan minum yang sudah tak makan. Astaga!

Penulis: Budi
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Kawasaki Athlete, Motor Ayam Jago Jadi-jadian

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version