Jogja lebih luas dari dunia kreator konten
Jika kalian semua mau sebentar menutup media sosial, Jogja akan berbeda. Bukan perkara masalah dan ketimpangan ya. Tapi Jogja masih punya banyak keindahan dan romantisme otentik. Wajah ayu yang tidak pernah terlacak radar para kreator konten yang dunianya hanya Kopi Klotok-Malioboro-Tempo Gelato.
Tanpa melihat spot yang viral, Kota Istimewa tidak lagi terkesan semrawut dan membosankan. Keberanian kalian mencoba kuliner baru di tengah desa bisa memberi pengalaman yang lebih menarik. Jauh lebih menyenangkan daripada antri berjam-jam demi lodeh yang hambar. Serta lebih memorable daripada spot foto puluhan ribu yang makin kusam.
Jogja yang romantis tidak akan ditemukan dengan tripod dan kamera menghadap Tugu. Tapi di antara gang perkampungan. Interaksi organik yang menyenangkan tidak akan dirasakan di coffee shop mahal dan mewah. Tapi ketika menghabiskan kopi sachet dan bergunjing tentang kesialan hidup di warung pinggir jalan desa.
Tanpa membuka media sosial, Anda akan menikmati Jogja dengan lebih menyenangkan. Tanpa takut disetir oleh para kreator konten yang kurang jauh mainnya. Percayalah, Kota Istimewa masih cantik meskipun pemerintahnya salah urus.
Mainmu kurang jauh!
Sekarang untuk kalian, para kreator konten yang mengerdilkan Jogja. MAIN KALIAN KURANG JAUH! Jogja bukan hanya rindu, pulang, dan angkringan. Bukan hanya dunia sempit dan menyedihkan seperti konten viral kalian.
Jadi untuk kalian yang masih berpikir meromantisasi Jogja dengan cara yang kelewat hambar, bangun! Jangan kira Jogja sesempit layar tablet kalian saat mengedit video dengan Capcut bajakan. Jogja lebih romantis dan bernilai jika kalian sedikit lebih kreatif. Tentunya, juga lebih bermasalah.
Penulis: Prabu Yudianto
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Kok Bisa Ada Orang Bahagia di Jogja, padahal Hidup Mereka Susah?
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















