Akhir-akhir ini UNS dihebohkan dengan adanya Peraturan Mendikbud (Permen) tentang pembekuan MWA UNS dan pembatalan rektor terpilih. Sejak adanya Permen tersebut, gonjang-ganjing UNS semakin terasa.
Sebenarnya, asal kalian tahu, masalah perseteruan elite di UNS itu sudah terjadi sejak berbulan-bulan yang lalu. Tepatnya sejak pemilihan rektor baru. Dimulai dari perselisihan mengenai peraturan pemilihan rektor, hingga adanya indikasi kecurangan.
Berawal dari pilihan rektor tersebut, sudah mulai tercium benih-benih perpecahan. Sebut saja, ketika MWA memberikan somasi ke dua dekan, terjadi pengerahan buzzer untuk menyerang salah satu calon rektor di media sosial, hingga saling jegal satu sama lain.
Puncaknya, Mendikbud melalui Permen yang diteken mengintervensi keotonomian UNS melalui PTN BH-nya. MWA UNS sebagai pihak yang dianggap melanggar peraturan perundangan-undangan tak tinggal diam. Mereka balik melawan.
Perlawanan MWA UNS
MWA UNS memberikan press release yang menyatakan bahwa Permen tersebut cacat hukum, tidak bisa dijadikan dasar pembekuan. Selain itu, mereka juga ngotot akan tetap melanjutkan pelantikan rektor yang sudah dijadwalkan pada 11 April 2023.
Begitulah kira-kira gambaran kisruh di UNS. Sebenarnya saya ingin menceritakan kronologi secara detail dan runut. Tapi, mohon maaf, daripada nulis di sini kepanjangan, mending kalian bisa mengikutinya berita yang sudah beredar.
Kampus yang jadi korban
Jadi begini, bapak-bapak yang terhormat. Saya sebagai salah satu mahasiswa turut prihatin dengan kondisi ini. Siapa yang jadi korban? Ya, kampus sendiri. Baik secara institusi maupun kehidupan birokrasi di dalamnya.
Sampai sekarang saya tak sampai bisa membayangkan UNS akan memiliki dua rektor. Saya juga meyakini setiap rektor tersebut punya gerbong pendukungnya masing-masing. Artinya, secara basis dukungan, kedua tokoh tersebut sama-sama memiliki kekuatan.
Jadi, kalau gontok-gontokan ini mau dilanjutkan, yang ada hanyalah kampus tambah babak belur! Terlepas pihak mana yang benar, siapa dukung siapa, sepertinya kemaslahatan kampus perlu dinomorsatukan. Ada tujuan yang lebih besar dibanding perebutan jabatan.
Baca halaman selanjutnya
Kasihan mahasiswa
Pihak rektorat saat ini mengklaim Permen tersebut sudah berlaku, sementara MWA UNS merasa tidak ada yang salah dengan kinerjanya saat ini. Kalau masih sama-sama keukeuh, wes kampus bubar wae, Pak! Mesakno mahasiswane.
Konflik ini bisa jadi momentum untuk sama-sama saling mengevaluasi. Saran saya kepada Mendikbud, kalau memang MWA kampus melanggar perundang-undangan yang ada, sebutkan saja apa pasal-pasal yang dilanggar, biar jelas!
Pun dengan Mendikbud yang tiba-tiba ikut campur urusan UNS. Sejak 2020, kampus saya telah berubah status menjadi PTN BH loh, artinya memiliki hak otonom untuk mengurus dirinya sendiri. Ada kecacatan dalam Permen yang saat ini diperdebatkan.
Mencoreng citra UNS
Mencuatnya polemik internal ini pada akhirnya akan menarik perhatian dan konsumsi publik secara luas. Kekacauan di dalam yang berujung memburuknya citra UNS di mata masyarakat. Bagaimanapun juga, dualisme pimpinan akan menyisakan berbagai benih persoalan yang bisa mencuat kembali.
Perpecahan akan membawa banyak kerugian. Selain soliditas yang terguncang, perpecahan juga akan menyeret berbagai persoalan lain yang memperkeruh krisis. Termasuk saling klaim dan saling fitnah satu pihak dengan pihak lainnya.
Mari kita lihat kelanjutan perseteruan ini. Sekali lagi, ini bukan soal menang-kalah, benar-salah, siapa-dukung siapa. Ini soal kelanjutan dan masa depan UNS. Apa iya kampus nantinya mau dibagi dua?
Masa nanti ditanya orang lain, “Kuliah di UNS? UNS yang mana?” Kita ini kampus, lho. Bukan klub sepak bola. Ehh….
Penulis: Khanif Irsyad Fahmi
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Kosan Gerbang Belakang UNS: Surga Fasilitas dan Konsumsi