Surat Protes dari Montir: Pelanggan Memang Raja, tapi Jangan Nyusahin Juga dong

montir

Surat Protes dari Montir: Pelanggan Memang Raja, tapi Jangan Nyusahin Juga dong

“Lama-lama abis harta saya diporoti! Kemarin bilangnya ganti brekped-nya, sekarang nambah sekalian rotordis-nya! Yang bener dong!” ucap sang pelanggan.

Wah, siapa yang nggak bakal marah ya kalau tahu diporoti? Pasti marah lah meski uangnya tak seberapa. Ini saya, bukannya membela sesama montir malah manas-manasin aja. Ngakak. Ashu! Kalau kata orang Jogja, mah.

Sudah lama saya menjadi montir pinggir jalan. Modal utama saya adalah jujur. Saya tidak pernah menipu pelanggan. Bahkan saya berani jualan part ori dengan harga bersaing. Tapi saya juga bakal menawarkan yang ori oem sebagai alternatif yang lebih murah. Jadi saya suka heran kalau ada pelanggan marah-marah. Kurang jujur apalagi saya?

Dimarahin pelanggan karena salah itu sudah biasa banget buat saya dan rekan-rekan montir. Dimarahin dan tidak salah juga sering, tapi biarlah. Tak terkecuali Ahmad, sohib saya dari Jogja. Jadi saya lebih senang menyikapi atas hal itu sebagai lelucon. Gampangin aja.

“Mampus lu, Mad! Kurus dah, lu!” respon saya sekian detik setelah Ahmad diamuk. Bukannya marah, Ahmad malah menimpali dengan candaan pula. “Nasib dadi wong cilik, Dul!” Aku pancen wong cilik rak koyo rojo! Oa oe, Ahmad nyanyi lagu Jawa.

Soalnya percuma juga saya membela Ahmad. Beneran percuma. Kan yang sedang marah itu raja. Saya mencoba membayangkan apa yang akan terjadi bila melapor ke Bos. Misal saya beneran mengadu ke Bos juga paling yang kena “semprot” saya. Udah lah nerima aja, Cung! Kacung! Apa susahnya nundukkin kepala sih? Ops. Tak terelakkan, perusahaan selalu menerapkan Customer Oriented (suatu sistem kerja yang mengutamakan kepentingan pelanggan)

Aduh ketawa mulu, capek ah udah! Ini kami tertawa bukan berarti mengabaikan etos kerja loh. SOP selalu kami junjung tinggi sementara kami juga percaya Tuhan melihat bila kami sembrono dalam bekerja. Setidaknya, kami takut neraka.

Kami tertawa karena kami tidak mampu merenungi kalau kami ini jadi pemorot uang pelanggan. Dibilang gara-gara kami uang pelanggan terkuras, lah emang iya. Di sini tugas montir itu mencari komponen mana yang bermasalah, dan apakah bisa diperbaiki? Jika tidak, maka harus diganti demi tercapainya kepuasan pelanggan.

Jadi sebenarnya nggak mungkin Ahmad tuh memoroti pelanggan. Meski bisa saja sih. Nanti saya jelaskan. Sekarang kita klarifikasi dulu kasus yang menimpa Ahmad.

“Rotordis-nya masih bagus meski sudah mulai tipis. Tadi saya ukur pakai mikrometer untuk ketebalannya. Dan saya pakai dialgauge untuk mengetahui kerataan permukaannya. Dari hasilnya dapat disimpulkan masih masuk spesifikasi. Ganti brekped-nya aja, Pak. Meskipun masih tebel, ini karakter permukaan brekped-nya lebih keras jika dibandingkan dengan yang ori. Jadi sumber bunyinya dari gesekan antar dua permukaan komponen itu, Pak. Rotordis dan brekped.” ucap Ahmad dua bulan yang lalu ke pelanggan.

Ini bunyinya kayak brake pads sudah tipis gitu, kan serem ya? Setelah dibongkar oleh Ahmad, ternyata karakter permukaan brake padsnya lebih keras dari pada biasanya. Ahmad juga sudah mencoba membersihkannya meskipun sebenarnya bersih. Hasilnya tetep saja masih bunyi.

Padahal kalau kata saya, nggak perlu dibersihin kalau sudah ketahuan brake padsnya lebih keras. Logikanya, penghapus papan tulis yang digunakan tidak mungkin mengeluarkan bunyi seperti digeseknya kayu ke permukaan papan tulis. Terlebih lagi pelanggan itu datang ke bengkel cuma ganti oli mesin. Ngapain capek-capek?

Tapi biarlah. Itulah sisi baiknya Ahmad, yang kata saya, tidak mungkin ia memoroti pelanggan? Sebegitu baiknya loh, Ahmad. Bahkan ketika pelanggan itu pulang dengan tanpa melakukan penggantian part, padahal ia sudah membongkarnya sampai keringetan, Ahmad nggak sedikit pun ngomongin kalau pelanggan itu nggak ngasih tip. Nggak loh!

Kalau saya jadi Ahmad mah, udah saya umumin di toa masjid. Bagaimana nyusun kalimatnya dipikirkan nanti, kalau mikropon sudah di tangan. Haha, tapi bohong!

Dua bulan lalu pelanggan itu pergi begitu saja, cuma bayar paketan ganti oli mesin. Katanya, nanti dulu deh brake padsnya. Siapa juga yang tahu kalau doi bakal ke bengkel lagi. Ahmad berpikir, mungkin pelanggan itu sudah mau menerima. Bunyi tidak masalah, toh pakai brake pads yang lebih murah.

Eh, hari ini sang raja honoris itu datang ke bengkel untuk ganti brake pads, setelah semua yang dilakukan kepada Ahamad, setelah melakukan perjalanan selama dua bulan ini menggunakan mobilnya.

Sudah dapat dipastikan rotor discs yang pada awalnya baik-baik saja kini sudah tergores penuh luka, akibat karakter permukaan brake pads yang lebih keras dari pada yang genuine. Jelas dong, permukaan yang tidak rata itu bisa menimbulkan bunyi tambahan. Seandainya diganti begitu saja brake padsnya dengan yang baru, pasti bakal muncul masalah baru. Apa mendingan dibiarkan saja? Nggak dong. Customer Oriented tidak seperti itu. Kami para montir diajari untuk memberikan pelayanan terbaik.

Itu sebabnya Ahmad memberitahukan ke raja honoris itu untuk melakukan penggantian rotor discs-nya juga. Namun sang raja terlanjur murka, dan menuding Ahmad tanpa ampun. Sudah biarin aja, Mad. Biar Allah yang membalas. Nah loh!

Hari ini pelanggan itu pergi lagi, tanpa terima kasih. Jangankan tip, wong raja itu pergi seakan mengutuk Ahmad. Entah sudah bener apa belum pemasangan rem yang dibongkar Ahmad tadi. Pemasangan rem dengan hati yang tercabik-cabik. Uwuwu.

Bayangkan bagaimana perasaan Ahmad ketika memasang rem? Ketika ia hendak memasang rem dengan bener-bener, eh terbesit kalimat sang raja. “Yang bener dong!” Bukan kah dari kemarin saya sudah melakukan yang benar? Batin Ahmad sambil ngelamun.

Kalau saya jadi Ahmad, dan menunjukkan sisi kesetaraan saya dengan pelanggan, pasti saya tidak mau memasang kembali remnya. Pasang sendiri, lah! Terus besoknya saya dimutasi ke bengkel cabang Nusakambangan. Mampus.

Dengan kesadaran itu, saya tidak berani membuat diri ini setara dengan raja. Saya sadar, kasus Ahmad cukup saya tertawakan saja. Dan menundukkan kepala adalah solusi terbaik untuk Ahmad. Dengan begitu, hidup saya dan Ahmad akan baik-baik saja. Menerima gaji dan insentif perbulan lancar.

Buya Hamka bilang, “Kalau kerja cuma kerja, kerbau pun kerja.” Mungkin lebih baik saya seperti kerbau itu yang tidak memiliki perasaan dan diam ketika sedang terpojok. Malah itu lebih baik, dari pada melawan lalu kehilangan segalanya.

Aku pancen wong cilik koyo rojo. Iso mangan wae aku wes trimo. Nanging ati iki iseh ndue roso. Jero ning batin sak tenane pengen kondo. Nyanyi lagi, Mad?

“Gimana sih, Mad! Besok-besok diestimasi semua aja dari awal, biar aman! Dengan begitu kan lu gak bakal dibilang memoroti pelanggan.” ucap saya mencoba menggoyahkan prinsipnya.

Iya, bukan memoroti, tapi dibilang membegal! Hahaha, masa keluhannya rem, eh, yang diestimasi harus ganti malah merambat ke sokbreker, arem (bukan arema-arem loh) dan berbagai komponen yang saat itu masih dalam kondisi baik-baik saja.

Aduh memang manusia itu beragam ya, Bos. Tapi raja honoris yang satu itu keterlaluan kalau kata saya. Padahal semua pelanggan saya itu orangnya baik. Kemarin aja nih, ada pelanggan yang ngirim baju lebaran ke saya. Saya aja kaget. Ini si Ahmad malah apes mulu, padahal dia mah orangnya lebih baik daripada saya.

Apa perlu saya menyeret Ahmad menjadi montir yang sedikit nakal saja? Jangan lah!

BACA JUGA 6 Penyebab Motor Mogok di Jalan dan Solusi Memperbaikinya dan tulisan Erwin Setiawan lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Exit mobile version