Ternyata oh ternyata dampak bagi masyarakat tidak jauh berbeda. Konon yang dampaknya untuk menyejahterakan masyarakat dengan wisata-wisata yang dihadirkan belum dirasakan. Bahkan, bagi saya Visit Year Sumenep hanya sekadar program yang dicanangkan untuk mengundang para investor. Apalagi melihat kekayaan Sumenep yang cukup melimpah. Setelah sekian tahun program ini dicanangkan, Sumenep tetap menjadi kabupaten dengan predikat miskin.
Saya pernah menjalani KKN selama sebulan di salah satu kawasan wisata terkenal Sumenep, wisata pantai yang konon juga dikenal dalam kancah nasional, sebagaimana Pantai Lombang. Namun, menurut beberapa penutuan warga sekitar, dampak dari kawasan wisata itu biasa saja. Pendapatan mereka normal, mata pencahariannya pun seperti biasanya, bahkan sama seperti sebelum wisata itu diperkenalkan. Tidak ada bedanya, paling mentok mereka hanya mencari peruntungan sebagai tukang es atau juru parkir, gak lebih.
Maka pertanyaannya, sebenarnya kemana dan untuk siapa impact Visit Year Sumenep ini, Cak Fauzi?
Investasi tambak udang
Peralihan lahan di pesisir timur Sumenep juga menjadi persoalan yang tidak selesai-selesai. Investor mulai menjajal tanah-tanah di pesisir timur pantai dan mengakuisisinya dengan sangat gemulai. Mereka menggunakan cara-cara yang sangat memukau untuk merayu para warga.
Sekarang pesisir pantai Sumenep sudah banyak dimiliki oleh pemodal dan nyaris rata dengan tambak. Hal ini merupakan kelanjutan dari boomingnya ekspor vaname yang harganya terus mengalami kenaikan. Bahkan, Menko Bidang Kemaritiman, pak Luhut, mendorong budi daya ini agar menjadi program strategis nasional.
Tapi, jauh panggang dari api, nasib warga pesisir tidak sewangi boomingnya ekspor udang vaname. Malah, persoalan-persoalan, mulai dari problem lingkungan, sosial, dan ekonomi terus melilit para warga. Jangankan mengharap hasil yang memuaskan, warga justru dirugikan. Paling mentok, mereka hanya menjadi buruh pekerja, tukang bersih kolam atau pemberi pakan udang.
Apa kabar dengan Pemkab?
Sejauh ini, respon Pemkab sangat melempem. Tidak ada kebijakan pasti terhadap maraknya akuisisi tanah tersebut. Bahkan, Pemkab seolah mendukung. Beberapa aktivis lingkungan yang beberapa kali melakukan audiensi tidak mendapatkan respon yang memuaskan. Apalagi ketika ada kabar beredar bahwa salah satu investor perusahaan tambak udang mencatut nama dan bernaung di bawah nama Bupati, Cak Fauzi.
Cak, gimana ini, Cak?
Penulis: Aqil Husein Almanuri
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Senjakala Ojek Online di Sumenep: Dulu Berjaya, Kini Terlunta-lunta