Suka Duka Jadi Ahli Kunci, dari Dikira Minta Musibah hingga Dituduh Kaya

ahli kunci mojok.co

ahli kunci mojok.co

Seharusnya orang-orang berterima kasih kepada ahli kunci. Karena ahli kunci, mereka tidak perlu risau ketika kehilangan kunci. Tetapi eh tetapi, yang terjadi sebaliknya. Tukang kunci juga memiliki pengalaman tidak enaknya. Memangnya kalian pikir, tukang kunci layaknya dokter yang hanya duduk, lalu pasien-pasien datang mengantre? Enggak lah.

Sebagai ahli kunci, kadang saya seharian duduk menunggu sambil membaca koran (kebetulan di dekat lapak ada penjual koran), dan tidak ada pelanggan yang datang. Sekalinya ada yang datang, bukan konsumen tetapi tukang maido.

Ini pernah terjadi dulu, suatu waktu tukang maido yang saya maksud datang ke lapak. Saya sebenarnya terganggu dengan kedatangannya. Bukannya mau meringankan pusing saya karena seharian belum ada konsumen, malah menambah pusing saya. Awal kedatangannya ke lapak, seperti orang pada umumnya, basa-basi tanya sudah dapat atau sudah laku berapa. Saya jawab alhamdulillah saja meskipun kenyataannya belum ada sama sekali.

Ketika saya tanggapi obrolannya, dia mulai mengarahkan obrolan ke hal-hal yang menaikan darah saya. Tiba-tiba dia bertanya seperti ini, “Sebagai ahli kunci, doamu bagaimana, Sob?” saya jawab semoga hari ini ada konsumen yang datang, sehingga saya dapat rezeki. Bukannya mengamini, dia malah maido.

“Wah doamu kejam sekali, Sob.” Katanya yang membuat saya seketika menurunkan koran.

“Kok bisa?”

“Lah doamu bukankah sama saja mendoakan agar orang kehilangan kunci?”

Seketika saya diam. Bukan benar-benar diam, tapi membatin “taek sambil mengontrol darah yang saya rasa perlahan terasa mulai naik. Berdoa saja salah apalagi yang lain, batin saya selanjutnya. Ya sudah, saya tidak menanggapi dia lagi.

Memang ahli kunci dipanggil orang kalau ada kunci yang hilang atau jatuh. Tapi ahli kunci enggak mendoakan agar kehilangan kuncinya kali. Mosok mau mendoakan yang buruk-buruk, enggak baik atuh.

Itu contoh kecilnya. Saya akan menceritakan pengalaman mengenaskan menjadi ahli kunci yang lainnya.

Satu, dikira anggota sindikat pencurian

Waktu corona muncul, dikeluarkannya para tahanan membuat semua orang resah. Karena berita maling merebak ke mana-mana. Ditambah lagi dengan isu adanya tanda lingkar di tiang-tiang yang juga merupakan tanda dari para komplotan maling.

Ternyata kampung saya termasuk kampung yang diincar maling. Karena sudah ada dua kasus motor hilang milik tetangga. Waktu itu, pagi-pagi buta saya dikejutkan jeritan tetangga. Saya yang belum sama sekali mencuci muka setelah bangun tidur, langsung menghambur mendatangi suara itu.

Ternyata bukan saya saja yang mendengar, hampir semua tetangga turut mendengar dan sama-sama menghambur ke rumahnya. Tetangga yang menjerit itu menceritakan kalau motor Varionya hilang padahal sudah dikunci stang menghadap ke kanan. Semua hanya mendengar begitu saja, tidak ada yang bertindak, selain ketua RT. Ketua RT segera mengajak tetangga saya itu ke kantor polisi dan melapor.

Tetapi ketika rumunan bubar, ada kira-kira sepuluh orang melempar tatapan sinis pada saya. Saya terkejut, kenapa mereka menatap saya begitu. Waktu itu saya tidak bisa menebaknya. Hingga seiring berjalannya waktu, teman dekat saya sejak kecil, memberitahu kalau beberapa tetangga mencurigai saya karena saya seorang ahli kunci. Mereka menduga kalau saya juga termasuk komplotan dari maling itu.

Saya dituduh membuat kunci duplikat motor milik tetangga yang hilang itu lalu memberikannya pada komplotan maling, semacam sindikatatau apalah itu. Saya hanya mampu istighfar sambil mengelus-elus dada. Saya katakan pada teman saya itu, kalau saya tidak begitu. Teman saya percaya dan akan mencoba memberitahu kepada orang yang berpikiran semacam itu.

Dua, dikira pandai besi

Pengalaman ini membuat saya pengen pakai sorban setiap hari dan menjadi pendakwah saja. Entah orang yang datang ke rumah saya ini kebangetan gobloknya atau memang termasuk golongan orang yang lewung. Tiba-tiba saja ada orang saya rasa dia bukan orang dekat-dekat sini, membawa besi lumayan panjang hampir satu meter.

Orang itu meminta tolong membentuk besi itu menjadi…apa ya, lupa saya. Intinya dia mau saya membuat besi yang dia bawa menjadi barang lain. Saya terkejut lalu memberitahu kalau saya ini tukang kunci bukan pandai besi. Dia malah ngotot bukannya kunci terbuat dari besi, saya kasih tahu saja alat-alatnya. Begitu tahu kalau alat pandai besi dan ahli kunci itu beda, dia meminta maaf lalu pergi.

Tiga, dikira orang kaya

Tetangga saya mengira kalau saya kaya karena banyak orang cari kunci macam cari emas. Karena saya kaya, tetangga saya meminta sumbangan yang agak banyak. Yang saya lakukan adalah mengamini dulu kata-katanya. Selanjutnya, saya jelaskan jarang ada orang yang kehilangan kunci setiap harinya, paling ada segelintir orang. Itu pun dua hari sekali kadang atau malah seminggu cuma ada dua.

Kalau emas udah beda urusan. Emas mah banyak yang nyari, makanya tak heran kalau juragan emas adalah orang kaya. Jelas bedanya, ahli kunci dicari setelah tertimpa musibah, bakul emas dicari setelah dapat anugerah.

Begitulah pengalaman dan suka duka menjadi ahli kunci. Namun saya masih bersyukur bisa bekerja dan mempunyai keahlian dalam bidang perkuncian ini. Setidaknya, saya dicari orang karena benar-benar dibutuhkan dan mengamalkan falsafah Jawa “migunani tumraping liyan”.

BACA JUGA 3 Alasan Kenapa Kita Butuh Bintang Emon dan tulisan Muhammad Khairul Anam lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Exit mobile version