Sudahlah, Tak Usah Menyalakan Mercon saat Patrol Sahur; Itu Mengganggu, Bambang!

mercon

mercon

Sabar adalah kunci sukses untuk menggapai rahmatNya. Salah satunya contohnya adalah sabar menahan nyaringnya bunyi mercon yang sungguh memekakkan telinga.

Ramadan adalah bulan yang penuh berkah, rahmat, hingga ampunan yang dipersembahkan oleh Tuhan untuk seluruh hambanya yang didalam hatinya terdapat iman yang mantap. Sebab Dia telah befirman dalam Al-Qur’an, “Diwajibkan berpuasa bagi orang-orang yang beriman“.

Bagaimana yang tak memiliki iman dalam hatinya, tapi tetep ingin berpuasa, dan menggapai maghfirahNya?.

Ya itu artinya imannya tumbuh kembali, oleh karena perintah Tuhan yang bersifat wajib ini, disamping akan diberi ampunan, rahmat, dan berkah olehNya. Sungguh Andra and The Backbone sekali bulan Ramadan ini. Sempurna~

Sebelum berpuasa, kita dianjurkan untuk makan sahur, sebab didalamnya terdapat keberkahan. Dengan menyantap sahur, kita telah—setidaknya—mendapatkan dua ganjaran.

Pertama, mendapatkan pahala.

Kedua, agar kita kuat dalam menahan melihat sang mantan bukber di warmindo menahan lapar dan dahaga. Yaa…walaupun di siang hari pastilah lelah dan ingin tidur saja dengan damai dan tenang tanpa gangguan yang tak perlu setelah bekerja bagai kuda.

Tapi jika kita terlanjur bangun pas sudah mendekati waktu subuh, atau imsak. Apakah kita masih tetap diharuskan untuk makan sahur? Selagi ada waktu, kenapa tidak, Bambang? Bahkan hanya cukup dengan meneguk segelas air putih saja.

Berbicara tentang sahur, maka tidak terlepas dari tradisi yang telah mengakar sejak lama, apa lagi kalau bukan kesenian patrol. Kita pasti sudah tahu apa tujuan dari musik patrol ini, mungkin diantara kita pernah bergabung bersama teman-teman sebaya, membentuk sebuah kelompok patrol untuk membangunkan warga agar tidak telat sahur.

Tidak ada yang tahu pasti kapan dan dimana kesenian ini tercipta. Tapi yang jelas, tradisi ini muncul di daerah pedesaan. Konon katanya, saat itu masih jarang bahkan belum ada alat pengeras suara yang mampu menjangkau sedesa untuk membangunkan sahur. Oleh karenanya, warga berinisiatif untuk membuat “keributan” yang lantang dan bisa membangunkan warga sedesa.

Tapi dewasa ini, disamping membangungkan dengan cara menabuh kentongan, gendang, atau bahkan galon, anak-anak juga berinisiatif untuk “meramaikan” patrol dengan menyalakan mercon, yang sungguh sangat menggangu.

Hal ini pernah saya dan kawan-kawan saya alami, tepatnya dihari pertama Ramadan tahun ini. Yang seharusnya menyambut hari pertama dengan menyantap sahur dengan penuh rasa kekeluargaan dan dengan segala kenikmatannya.

Tapi harapan itu harus pupus, karena hal yang membuat congor ini ingin misuh dan memaki sejadi-jadinya. Tapi saya cukup sadar diri, ini bulan Ramadan, maka saya hanya bisa mbatin, dan itulah selemah-lemah iman.

Bagaimana tidak, anak-anak yang cukup antusias dan bersemangat menyambut bulan suci ini dengan cara patrol—yang seharusnya—keliling komplek untuk membangunkan para warga yang-mungkin-masih kelon, atau yang sedang mimpi basah bagi yang single a.k.a jomblo menahun.

Tapi untuk kelompok yang satu ini sungguh tak memiliki adab dalam berpatrol. Mereka tak menggubris aturan-aturan tak tertulis itu, merasa bodo amat dengan lingkungan sekitarnya. Membuat saya ingin membuyarkan mereka saja dengan misuh-misuh nggak jelas hingga menyumpah serapah yang dapat membuat mereka tak lagi berbuat hal bodoh lagi.

Lha bagaimana tidak, mereka melancarkan aksinya tepat pukul satu pagi, sekali lagi satu pagi. Waktu yang masih cukup jauh untuk sahur, masih dua jam lagi. Saya pun masih mengantuk.

Mereka membangunkan warga dengan cara yang sungguh tidak elegan, dengan hanya berdiam di satu titik, merekalantas berteriak sahur.. sahuurr..!! sembari menabuh jerigen dengan asal-asalan.

Ya.. mereka standby di samping masjid tempat saya dan kawan-kawan tidur, tidak berkeliling mengitari komplek. Hal ini mungkin masih bisa dimaklumi dan dimaafkan. Tapi suasana berubah, tatkala mercon yang berkali-kali mereka nyalakan, sangat menganggu kenyamanan tidur saya. Sebuah perilaku yang sunguh tak terpuji. Saya hanya bisa menutup telinga dengan tangan dan sarung, walau bunyi mercon itu tetap saja menembus gendang telinga, ditambah lagi bunyi yang menggema jika masuk ke ruang utama masjid.

Karenanya, saya dan seluruh kawan-kawan saya tidak sempat makan sahur, kami semua baru bangun ketika imsak dan hanya sempat menenggak air putih. Saya mencba bersabar walaupun menahan lapar dan dongkol seharian. Dasar bedebah!

Exit mobile version