Tahun lalu, saya berangkat ke luar negeri untuk melanjutkan studi, meninggalkan Pemalang dengan segala dinamika dan wajah kotanya yang sudah sangat saya kenal. Ketika itu, Stasiun Pemalang masih bergulat dengan persoalan klasik yang menahun: tempat parkir yang sempit, semrawut, dan tidak terkelola dengan baik.
Hampir setiap kali saya naik kereta, saya melihat kendaraan berhenti sembarangan di pinggir jalan, motor menumpuk tidak beraturan, hingga pejalan kaki harus mencari celah untuk melintas. Banyak warga lebih memilih diantar keluarga daripada membawa kendaraan sendiri, semata-mata karena tidak ada ruang parkir yang layak. Itulah kondisi yang saya ingat sebelum meninggalkan Pemalang tahun lalu.
Tahun ini saya kembali. Dan hal pertama yang membuat saya terhenti sejenak, bahkan sebelum sempat menikmati udara kampung halaman, adalah perubahan di Stasiun Pemalang. Saya melihat sebuah area parkir baru yang jauh lebih luas, resmi, dan tertata rapi. Jujur saja, saya tidak menyangka perubahan sebesar ini terjadi hanya dalam rentang waktu sejak saya pergi. Rasanya seperti melihat “rumah” yang menyambut saya dengan wajah baru.
Area parkir baru Stasiun Pemalang
Area parkir baru ini bukan sekadar fasilitas tambahan. Ia merupakan penyelesaian nyata dari keluhan yang selama bertahun-tahun dirasakan warga Pemalang. Sebagai orang yang baru pulang setelah lama merantau, saya merasakan kontrasnya begitu kuat.
Jika dulu Stasiun Pemalang terasa sumpek dan semrawut, kini ruang depannya tampak lebih lega, teratur, dan nyaman dipandang. Penumpang yang membawa kendaraan pribadi kini tidak lagi kesulitan mencari tempat parkir yang aman dan resmi.
Salah satu langkah penting yang diambil adalah mengalihfungsikan Jalan Veteran yang dulunya merupakan jalur utama di depan stasiun. Jalan tersebut kini disulap menjadi area parkir resmi yang rapi. Akses kendaraan kemudian dialihkan ke jalan-jalan pendukung seperti Jalan Gotong Royong, Alamanda, dan Melati.
Mungkin bagi sebagian orang perubahan ini sempat membingungkan, tetapi jika melihat hasilnya sekarang, penataan ruang ini benar-benar terasa efektif. Arus lalu lintas lebih lancar, kawasan depan stasiun tidak lagi sesak, dan penumpang jauh lebih nyaman.
Pemalang sedang bergerak ke arah yang benar
Sebagai seseorang yang baru pulang dari luar negeri, saya terbiasa melihat bagaimana fasilitas publik di luar sana dirancang untuk memudahkan masyarakat. Karena itu, ketika melihat Stasiun Pemalang memberikan perhatian serius pada kenyamanan pengguna, saya merasa kota ini sedang bergerak ke arah yang benar. Fasilitas publik yang baik bukan hanya soal bangunan fisik, tetapi soal menghadirkan pengalaman yang memudahkan warganya. Dan perubahan di stasiun ini mencerminkan hal itu.
Area parkir yang luas dan tertata ini sangat membantu masyarakat yang memiliki mobilitas tinggi. Banyak warga Pemalang yang bekerja atau beraktivitas di luar kota ke Semarang, Pekalongan, Jogja, bahkan Jakarta. Sekarang mereka bisa membawa kendaraan dan meninggalkannya di tempat yang lebih aman tanpa rasa khawatir.
Bagi saya pribadi yang sering bepergian dan membutuhkan mobilitas cepat, fasilitas ini terasa sangat menguntungkan. Tidak ada lagi kecemasan soal “nanti parkir di mana?” atau “aman tidak kalau ditinggal?” seperti yang biasa saya alami dulu.
Selain meningkatkan kenyamanan, perubahan ini juga berdampak positif bagi ekonomi di sekitar Stasiun Pemalang. Penataan ruang biasanya menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi pedagang kecil, ojek online, hingga usaha-usaha kecil lainnya.
Saat saya berkunjung kembali, area depan stasiun tampak lebih hidup, tetapi lebih teratur. Tidak ada lagi kendaraan yang menghalangi pedagang, tidak ada lagi rebutan lahan parkir yang membuat kawasan tampak semrawut. Semua berjalan lebih rapi.
Harus terus dijaga
Meski demikian, tentu masih ada hal-hal yang perlu terus dijaga. Pengelolaan parkir di Stasiun Pemalang harus dilakukan secara profesional dan konsisten. Keamanan harus diperketat, tarif harus transparan, dan petugas harus selalu sigap.
Area yang tertata seperti ini akan kembali kacau jika tidak dijaga secara berkelanjutan. Selain itu, akses pejalan kaki juga harus terus diprioritaskan. Penumpang yang membawa barang banyak, lansia, atau ibu dengan anak kecil tidak boleh terbebani oleh perubahan ini.
Kendati demikian, saya tetap melihat perubahan ini sebagai kemajuan besar bagi Pemalang. Sebagai warga yang baru pulang tahun ini setelah studi di luar negeri, saya merasa bangga melihat bagaimana fasilitas publik di kota ini mulai ditata lebih serius. Banyak kota kecil di Indonesia berjalan stagnan, tetapi Pemalang justru menunjukkan bahwa perbaikan bisa dilakukan dengan cepat dan tepat sasaran.
Stasiun adalah wajah pertama sebuah kota. Ketika wajah itu berubah menjadi lebih rapi, lebih modern, dan lebih manusiawi, maka citra kota secara keseluruhan ikut naik. Perubahan ini memberi harapan bahwa sektor lain juga bisa diperbaiki, mulai dari taman kota, trotoar, terminal, hingga pusat-pusat aktivitas masyarakat lainnya.
Setiap kali saya melintasi Stasiun Pemalang sejak pulang tahun ini, ada rasa bangga yang muncul begitu saja. Rasanya seperti melihat kota yang tidak hanya menunggu, tetapi bergerak. Kota yang tidak hanya mengikuti perubahan, tetapi berusaha mengejar dan melampauinya.
Penulis: Ibnu Fikri Ghozali
Editor: Intan Ekapratiwi
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
