Banyak hal yang bisa ditelusuri dan diusut dari standar kecantikan Korea. Kalau kalian mencari kata kunci tersebut di YouTube maupun Google, pasti bakal banyak banget hasil pencariannya. Kebanyakan bakal memperkenalkan kalian ke wujud praktik standar kecantikan di masyarakat sampai foto-foto contoh artis yang masuk ke dalam definisi “cantik”.
Selain kriteria standar kecantikan itu sendiri, mungkin kisah orang-orang yang dikategorikan nggak memenuhi parameter kecantikan juga menarik dan bikin penasaran. Sebenarnya, nggak semua orang Korea nurut dan tunduk pada standar kecantikan yang ditetapkan. Ada pula orang-orang yang memilih untuk mempertahankan kondisi fisik mereka apa adanya dan nggak memilih jalan instan, seperti melakukan prosedur operasi plastik. Namun rupanya keputusan itu nggak mudah buat dijalani.
Banyak perempuan Korea yang harus merasakan pengalaman nggak mengenakkan lantaran dianggap nggak memenuhi kriteria “cantik” ala Korea. Salah satu kisah yang dilampirkan dalam penelitian Barone Siena dan Leonard Claire dalam laporannya yang berjudul The Korean Beauty Industry: How does it affect its society? menceritakan seorang perempuan keturunan Korea-Amerika yang punya kulit gelap dan pernah dibully semasa sekolah karena kulitnya itu. Kulit putih seperti porselen adalah idaman masyarakat Korea. Cantik, imut, polos adalah hal yang diidentikkan dengan kulit putih di sana. Sementara kulit gelap adalah representasi kotor, menjijikkan, dan amoral.
Beberapa artis Korea juga pernah diejek karena fisik mereka yang disebut-sebut nggak sesuai dengan standar kecantikan. Di tahun 2017, Kim Go-eun, aktris yang membintangi drakor Goblin, dihina oleh netizen yang menyebut bahwa wajahnya jelek. Kim Go-eun punya kelopak mata tunggal (monolid) yang nggak dianggap cantik di Korea sana. Bentuk dagunya juga nggak lancip macam huruf V. Tapi Kim Go-eun sendiri yakin kalau dirinya menawan, dan mengikuti standar kecantikan sama saja menghancurkan keunikan dalam dirinya.
Hwasa Mamamoo juga sering banget dihujat karena kulitnya yang gelap dan fisiknya yang nggak terkesan feminin. Sewaktu SMP, ia juga pernah dikomentari oleh juri audisi yang bilang kalau meskipun suaranya bagus, Hwasa tetap saja gemuk dan nggak cantik. Hwasa akhirnya memutuskan untuk nggak mengikuti standar kecantikan Korea dan pengin membentuk standar baru. Pernyataan dan sikapnya ini membuatnya punya banyak pendukung, tapi di saat yang sama ia juga menciptakan kontroversi.
Gebrakan baru juga dilakukan oleh masyarakat yang progresif. Banyak orang yang turun ke jalan untuk menyuarakan gerakan “Escape the Corset”. Korset direpresentasikan sebagai feminitas perempuan yang wajib ditampilkan di masyarakat. Para aktivis yang terlibat dalam kampanye ini kebanyakan memulai aksi dengan berhenti pakai makeup, nggak lagi pakai baju yang seksi dan feminin, dan memotong rambut mereka jadi pendek. Tapi, ada beberapa aktivis yang menyembunyikan identitas asli mereka karena mayoritas masyarakat Korea Selatan masih termasuk konservatif yang belum bisa menerima feminisme.
Menerapkan standar baru yang mendobrak standar klasik memang sudah banyak dilakukan oleh public figure. Bergerak demi masyarakat yang lebih luwes soal kecantikan juga nggak gampang dan kudu mengorbankan banyak hal. Mereka pun mengalami kesulitan karena mayoritas masyarakat Korea cenderung masih sulit menerima perubahan. Apalagi standar kecantikan Korea ini bahkan disosialisasikan dan dilestarikan lewat banyak media.
Salah satu yang paling saya ingat tentang standar kecantikan yang seakan-akan berusaha dipertahankan ini adalah lewat suatu adegan dalam drakor Abyss. Ceritanya Go Se-yeon, seorang jaksa yang cantik jelita, fisiknya sesuai dengan standar kecantikan Korea, dan punya banyak penggemar cowok itu meninggal dunia. Ia bisa hidup lagi berkat kristal Abyss, tapi tubuhnya jadi berubah banget. Ia yang dulunya tinggi dan punya wajah bak Miss Korea, sekarang bertubuh pendek dengan wajah yang bagi orang sana termasuk nggak banget. Seingat saya, bahkan ada adegan Go Se-yeon 2.0 yang diperankan oleh Park Bo-young itu merasa badan barunya nggak ayu blas. Go Se-yeon 2.0 ini bagaikan representasi “jelek”, sementara Go Se-yeon sebelum meninggal adalah contoh perempuan yang memesona.
Mari kita sama-sama berharap agar standar kecantikan ini bisa lebih longgar atau bahkan hilang seutuhnya. Meski mungkin butuh waktu lama, tapi saya harap gerakan yang diinisiasi oleh para artis dan aktivis bisa menjadi inspirasi bagi masyarakat luas. Standar kecantikan memang hal yang ngerepotin, bikin stres, dan nggak realistis. Ya kali semua orang diwajibkan punya fisik yang sempurna dari atas sampai bawah. Cantik tapi menyiksa diri sama saja bohong.
BACA JUGA Mengenal Standar Kecantikan Korea yang Wajib Cantik Tanpa Cela dan tulisan Noor Annisa Falachul Firdausi lainnya.