Standar Kecantikan Dilihat dari Kaki Mulus Jadi Beban Perempuan Berdarah Manis

Standar Kecantikan Dilihat dari Kaki Mulus Jadi Beban Perempuan Berdarah Manis terminal mojok.co

Standar Kecantikan Dilihat dari Kaki Mulus Jadi Beban Perempuan Berdarah Manis terminal mojok.co

Saya sering sekali membaca sebuah kalimat yang ditulis begitu bijak oleh para kaum lelaki di media sosial yang kurang lebih isinya kayak gini, “Kata ibuku nyari istri itu yang kakinya mulus, kalau kakinya mulus berarti dia pintar merawat diri.” Analoginya itu, bagian kaki yang bisa dibilang terlalu jelimet dan mungkin jarang diperhatikan saja dirawat dengan baik, apalagi yang lainnya. Teorinya mungkin hampir sama kayak kalau kita ingin melihat tingkat kebersihan pemilik rumah hanya dengan melihat kebersihan kamar mandinya.

Saya setuju, sih, dengan pemikiran kayak gini. Terlebih saya juga nggak menyalahkan lelaki yang memang ingin punya kriteria istri dengan kaki yang mulus. Sungguh saya nggak kenapa-napa, toh itu hak mereka ingin istri yang kayak gimana. Hanya saja yang ingin saya keluhkan itu, gara-gara teori itu banyak orang kemudian berasumsi secara sepihak bahwa perempuan yang kakinya nggak mulus itu lantas tidak bisa merawat diri.

Di dunia nyata banyak sekali celetukan-celetukan berkedok bercanda yang mengkritisi para perempuan yang kakinya tidak ada mulus-mulusnya. Bully-an ini pun bahkan tidak hanya datang dari kaum lelaki, tapi justru lebih banyak dari kubu perempuan sendiri. Kalau disimak dari kalimat awal di mana si lelaki ingin mencari kriteria istri, dia pun menyebutkan “kata ibuku” yang mana si ibu ini pada kenyataannya juga seorang perempuan. Dia adalah perempuan yang menyugesti lelaki dalam memilih perempuan. Saya jadi curiga jadi awal mula dari konspirasi ini memang dibuat oleh perempuan sendiri. Wkwkwk.

“Muka doang yang dirawat, kakinya burik!”

“Wajah doang yang dipoles, tapi kakinya banyak sekrupnya (baca: koreng).”

“Pasti malas pakai lotion ya, pantes kakinya dekil!”

Kalimat-kalimat semacam ini mungkin kedengarannya sepele ya dan mungkin orang yang mengucapkannya pun bisa jadi memang tidak ada niat untuk mengejek. Namun, kalimat-kalimat semacam itu secara tidak langsung sudah membuat orang lain merasa insecure begitu parah. Mungkin orang-orang yang suka nyeletuk kayak gini tuh belum mengenal apa itu darah manis. Lantas, mereka bisa dengan mudah melabeli kaki-kaki non glowing ini dikarenakan si pemiliknya malas merawat diri.

Bagi yang belum tahu apa itu darah manis jangan membayangkan ini penyakit gula atau diabetes gitu, ya. Darah manis ini hanya istilah orang awam dalam menamai penyakit prurigo. Penyakit yang mana kulit sering gatal, mudah berdarah, dan bekas lukanya sulit dihilangkan. Bekas luka inilah yang nantinya akan berwarna kehitaman dan populer disebut dengan korengan.

Biar saya kasih tahu perjuangan-perjuangan para perempuan berdarah manis untuk mendapatkan kaki mulus. Sudah pakai lotion pemutih, gonta-ganti merek sabun, pakai krim penghilang luka, dan mencoba beraneka ragam cara tradisional. Namun, belum juga bekas luka memudar, eh, bekas luka baru sudah datang dan datang lagi. Terlebih kalau musim panas, kulit mendadak gatal semua dan belum lagi mendapat serangan gigitan nyamuk. Kaki glowing bin mulus adalah sebuah kemustahilan yang hakiki.

Kalau posisi kita sadar gini ya mungkin masih bisa menahan diri untuk tidak menggaruk kulit. Tapi kalau pas tidur, kadang bangun-bangun kulit sudah luka semua. Itu pun kuku sudah dipotong pendek semua tak bersisa tapi masih saja ada bekas luka tiap bangun tidur. Apa iya harus tidur pakai sarung tangan kayak bayi gitu?

Makanya saya bilang, nggak masalah seseorang itu memiliki sudut pandang standar kecantikan mereka sendiri. Namun, tolong dong jangan membuat sugesti yang kemudian menjatuhkan orang lain karena tidak sesuai dengan standar yang mereka anut. Terlebih itu di luar kendali karena faktor genetika. Memangnya siapa juga yang ingin punya darah manis, kalau bisa milih saya mah inginnya punya darah biru. Hehehe.

Dulu pas masih sekolah tiap kali harus lepas kaus kaki untuk wudhu, saya selalu buru-buru agar tidak terlihat teman yang lain. Ada rasa malu untuk menampakan kaki di depan umum. Walaupun kadang orang nggak ngomong sekalipun, tapi dari tatapan mereka itu kayak gimana gitu. Seolah matanya kayak ngomong, “Ini cewek kok jorok amat sih. Kakinya penuh sekrup!”

Namun, semakin ke sini sudah semakin sadar sih, hal kayak gitu tuh nggak penting banget. Capek aja gitu meyakinkan orang kalau kita sebenarnya sudah berupaya semaksimal mungkin buat merawat diri. Selain itu, merawat diri adalah tanggung jawab kita dan untuk diri kita sendiri, ngapain juga peduliin omongan orang. Tugas kita hanya merawat diri dengan sebaik mungkin, terlepas hasilnya kayak gimana, itu sudah di luar kendali kita. Tak perlu dipikirkan lagi.

Kalau masalah jodoh, mungkin di luar sana banyak lelaki yang memiliki standar kecantikan dilihat dari kakinya yang mulus. Akan tetapi, di luar sana masih banyak juga lelaki yang memiliki standar kecantikan dilihat dari aspek lain tanpa peduli dengan filosofi kaki. Contohnya suami saya sendiri. Hehehe.

BACA JUGA Mengenal Standar Kecantikan Korea yang Wajib Cantik Tanpa Cela dan tulisan Reni Soengkunie lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version