Spider-Man: No Way Home adalah film yang cacat pada beberapa hal. Bahkan di antara beberapa hal yang cacat itu ada satu yang super duper cacat sehingga saya geleng-geleng kepala sambil mikir, “Kok bisa separah itu cacatnya?”. Sekalipun begitu, harus saya akui bahwa film garapan Jon Watts ini adalah penggambaran versi terbaik Spider-Man yang pernah ada di MCU.
Beberapa orang menyebut No Way Home adalah film Spider-Man terbaik yang pernah ada. Beberapa yang lain bahkan menyebut sebagai film Marvel terbaik yang pernah ada. Malah ada yang mengatakan sebagai film adaptasi komik terbaik yang pernah ada. Well, saya bisa bilang bahwa jika film ini digarap tanpa beberapa hal cacat yang akan saya sebutkan pada tulisan ini, barangkali klaim-klaim tersebut bisa saja benar adanya.
Sebelum membaca lebih jauh, tulisan ini jelas akan mengandung spoiler berat sehingga jika kalian belum menonton filmnya, lebih baik stop di sini dan kembali lagi setelah menontonnya. Oh iya, tulisan ini akan jadi dua bagian. Kenapa? Panjang dan lumayan detil soalnya, nggak kaleng-kaleng.
Dan berikut adalah beberapa hal yang membuat film Spider-Man: No Way Home menjadi tidak sehebat yang dibicarakan di luar sana.
Cacat Pertama: Permintaan Peter Parker
Serius. Film ini bakal selesai sekitar setengah jam jika Peter Parker lebih waras dalam meminta bantuan Doctor Strange. Ketika kehidupan pribadi Peter dan orang terdekatnya terusik pasca terungkapnya identitas Spider-Man, ia lantas mendatangi Doctor Strange dan meminta sesuatu untuk membantunya lepas dari situasi sulit.
Permintaan awal Peter sebenarnya masuk akal. Ia meminta Doctor Strange kembali ke masa lalu dan membuat Mysterio tidak membongkar identitas Spider-Man. Permintaan tersebut jika saja Doctor Strange mau dan bisa melakukannya, maka cerita Spider-Man: No Way Home akan selesai di sana.
Masalahnya adalah Doctor Strange tidak mau melakukan hal itu karena terlalu berisiko merusak stabilitas ruang waktu hanya untuk membatalkan perbuatan Mysterio. Pun, seandainya Doctor Strange cukup gila untuk mau melakukan hal tersebut, dia sudah tidak lagi memiliki Time Stone.
Harusnya cerita sampai di sana, sampai tiba-tiba Doctor Strange mengingat mantra untuk membuat semua orang melupakan peristiwa. Ia lantas menyarankan agar semua orang lupa bahwa Peter Parker adalah Spider-Man, sehingga kehidupan Peter akan kembali baik-baik saja.
Peter, dengan pekoknya menerima saran Doctor Strange tersebut. Padahal jika ia mau lebih mikir sedikit saja, alih-alih membuat semua orang lupa bahwa dia adalah Spider-Man, kenapa ia nggak meminta Doctor Strange membuat agar semua orang lupa dengan Mysterio? Cerita akan selesai begitu saja jika semua orang lupa dengan Mysterio. Nggak bakal ada yang ingat kejadian di London, pun nggak ada yang ingat pembongkaran identitas Spider-Man yang dilakukan Mysterio. Dengan begitu, kehidupan Peter Parker sebagai anak SMA kelas tiga sekaligus sebagai Spider-Man akan berlangsung dengan baik-baik saja.
Maka dari itu, premis membuat semua orang lupa bahwa Peter Parker adalah Spider-Man adalah kesalahan fatal menurut saya. Lebih fatal lagi kenapa Peter bisa nggak pikir panjang dan terkesan tolol dalam memilih permintaannya? Seriusan itu Peter Parker yang super cerdas, yang bisa membuat jaring laba-laba sekuat sling baja dari lab sekolah, yang bisa membuat kostum canggih hanya dalam waktu beberapa jam di pesawat jet dalam perjalanan Belanda ke London, bahkan yang bisa mengalahkan Doctor Strange di dimensi cermin bermodalkan ilmu geometri? Anak sepintar itu kok bisa-bisanya pekok dalam membuat permintaan?
Cacat Kedua: Kemampuan Ned Leeds
Oke, mari menutup mata sejenak dari anehnya permintaan Peter Parker, dan lanjut ke hal cacat lain dari film ini: Ned Leeds. Ya, sobat karib Peter Parker satu ini mendadak bisa menggunakan ilmu sihir. Sialan, hanya bermodal cincin Doctor Strange yang dicuri Peter Parker, Ned bisa dengan mudah membuka portal sihir? Kok bisa? Bahkan Doctor Strange yang super jenius saja harus dihadapkan kondisi hidup dan mati di puncak Everest baru bisa membuka portal sihir menuju Kamar Taj. Nah, si Ned ini mendadak bisa membuka portal begitu saja? Itu semua penyihir di Kamar Taj bakal mangkel, mutung, dan ogah jadi penyihir lagi pasti.
Sebelum lebih jauh, harus saya bilang bahwa saya nggak benci karakter Ned. Saya menyukainya sejak film Spider-Man: Homecoming. Ia menjadi partner Peter yang pintar namun sedikit konyol, dan itu adalah kombinasi yang sempurna. Ia adalah Guy in the Chair Spider-Man. Ia adalah si ahli computer, dan seharusnya perannya memang cukup pas di situ. Lantas, demi apa ia bisa sihir di film No Way Home? Masa sebatas buat lucu-lucuan? Atau, masa sebatas agar ia bisa membuka portal dan membawa dua Peter Parker dari dua semesta berbeda ke rumahnya?
Ayolah, ada banyak cara lain agar Peter Parker versi Andrew Garfield dan Tobey Maguire bisa bertemu Ned dan MJ sebelum mereka mencari Peter Parker versi Tom Holland yang sedang dirundung nestapa.
Yah, kemampuan Ned soal sihir memang sangat cacat dan terkesan… kalau boleh mengutip Deadpool, sungguh lazy writing!
Cacat Ketiga: Jokes MCU
Salah satu hal yang membuat No Way Home menjadi luar biasa adalah kedalaman cerita pada film ini. Terasa begitu dalam, penuh makna, dan di satu sisi begitu gelap. Sayangnya, konsep yang sudah begitu dalam, penuh makna, dan gelap tersebut disisipi lelucon khas MCU yang justru merusak momennya. Ayolah, saya pikir tanpa jokes-jokes garing tersebut orang-orang bakal tetap paham kalau No Way Home adalah film MCU. Singkirkan semua jokes tersebut, dan film ini akan jauh lebih dramatis dibandingkan eksekusinya.
Entahlah, saya rasa pihak Marvel Studios seolah khawatir suatu adegan menjadi terlalu serius dan harus diselipkan adegan lelucon meski maksa. Salah satu adegan yang saya muak karena diselipi lelucon adalah ketika MJ, Peter, dan Ned tidak diterima MIT karena kontroversi pembunuhan Mysterio. Peter merasa semua itu tidak adil. Pertama, karena ia tidak pernah membunuh Mysterio. Kedua, ia merasa tidak adil karena Ned dan MJ sungguh tidak terlibat urusan itu, tetapi tetap terkena imbas semata-mata karena mereka orang terdekatnya. Momen yang begitu dalam itu mendadak dirusak kehadiran Flash Thompson yang bersorak, bernyanyi—atau apa pun itu yang keluar dari mulutnya—dan berjoget.
Itulah bagian pertama. Bagian kedua bakal lebih sangar. Atau tidak, tapi, jangan ke mana-mana, kita rehat sejedag.
Sumber Gambar: Pixabay
Editor: Rizky Prasetya