Soto Pak Sabar Montongsari Weleri: Rasa Sotonya Tawar, Rasa Tehnya Ambyar

Soto Pak Sabar Montongsari Weleri: Rasa Sotonya Tawar, Rasa Tehnya Ambyar Mojok.co

Soto Pak Sabar Montongsari Weleri: Rasa Sotonya Tawar, Rasa Tehnya Ambyar (unsplash.com)

Soto Pak Sabar Weleri nggak seenak kata orang-orang. 

Weleri bisa dibilang sebagai kecamatan yang perputaran transaksi ekonominya sangat tinggi di Kabupaten Kendal. Bukan bermaksud mengesampingkan daerah lain seperti Kaliwungu atau Kendal itu sendiri ya. Namun, Weleri memang berada pada level yang berbeda. 

Oleh karena jadi salah satu episentrum ekonomi, daerah ini sangat kaya dengan aneka kuliner. Mulai dari kuliner tradisional hingga internasional semua ada di Weleri. Salah satu kuliner yang banyak ditemukan di Weleri adalah Soto. Soto dengan banyak tampilan dan rasa. Mau yang nyari kuah kuning kental, kaldu coklat, hingga yang bening nggak ada rasanya seperti sayur sop juga ada.

Di Weleri, ada satu warung Soto yang sangat terkenal dan ramai. Saking ramainya, soto itu selalu habis sebelum Dhuhur. Nama warungnya adalah Soto Pak Sabar Menanti. Warung ini menjual soto dengan tampilan dan rasa mirip seperti soto banjar. Kuahnya lebih ke kecoklatan dengan kaldu yang nggak terlalu kental.

Warung Soto Pak Sabar usianya mungkin sudah 20 tahunan. Seingat saya, waktu saya masih sekolah di MTs, warung soto ini sudah ada. Walau bukan yang tertua di Weleri, warung soto ini menjadi yang paling konsisten ramainya hingga sekarang. Bahkan, saat pandemi, warung Soto ini tetap ramai sebelum akhirnya diberlakukan pengetatan mobilitas warga di area Weleri.

Soto Pak Sabar menu sarapan andalan warga Weleri 

Warung soto ini buka sekitar pukul 06.00 pagi hingga 12.00 siang. Seperti yang saya bilang sebelumnya, biasanya soto sudah ludes sebelum siang hari. Soto ini menjadi destinasi utama bagi siapa saja yang ingin menikmati soto untuk sarapan. 

Warung ini benar-benar ramai dikunjungi orang sejak pagi. Saking larisnya, orang-orang menyematkan nama “Sabar Menanti” pada warung tersebut. Nama itu cerminan kondisi sehari-hari, di mana pengunjung harus sabar menanti untuk sporsi soto. 

Saking terkenalnya, sempat ada kabar warung soto ini semopat akan dikunjungi dan diulas oleh Benu Buloe. Entah kabar itu benar atau tidak, tapi Soto Pak Sabar perlahan menjadi rekomendasi utama bagi siapa saja yang mampir ke Weleri. Begitu sih kata orang-orang, tapi saya pribadi justru berpikir sebaliknya. 

Janggal di lidah penikmat soto

Sebagai seorang penikmat soto, rasa Soto Pak Sabar agak janggal.  Nyuwun sewu, tapi dari segi rasa, lidah saya yang normal-normal ini menilai sotonya hambar. Kurang gurih dan segar. Seperti kekurangan micin dan garam. Selain itu, kuahnya tidak terasa rasa kaldunya dan nggak kental. Kurang nendang pokoknya. 

Ternyata hal ini tidak saya rasakan sendiri. Beberapa orang di rumah dan teman saya pun menyepakati apa yang saya rasakan soal soto Pak Sabar ini. Hingga detik ini saya juga masih heran kenapa warung ini bisa begitu ramai. 

Aneh kalau ada orang yang bilang kuahnya itu kaya rasa. Apanya yang kaya rasa, ini lebih ke hambar. Kalau mau ditambah garam yang disediakan di meja, maka rasanya seperti makan soto garam ketimbang soto ayam karena hanya rasa asin yang tersisa. Sekali lagi ini yang lidah saya rasakan lho ya. 

Baca halaman selanjutnya: Rasa soto nggak nendang ….

Rasa soto nggak nendang, rasa teh nggak karuan

Bagi saya, kurang afdal rasanya kalau makan soto nggak ditemani dengan teh. Memang, teh hanya berfungsi sebagai pelengkap, sebagai pembersih kerongkongan ketika selesai makan. Namun, tolonglah rasanya ya jangan terlalu ambyar. Teh seharga Rp3.000 kok nggak ada rasa tehnya sama sekali. Mohon maaf, rasanya seperti seduhan teh kemarin yang dihangatkan terus menerus. 

Persoalan teh “nget-ngetan” memang jadi kejadian umum yang sering ditemukan ketika makan di warung-warung area weleri, tapi masak ya harganya sama dengan Teh Jumbo? Setelah selesai minum tehnya, rasanya hati jadi getir karena lidah jadi nggak karuan.

Soto Pak Sabar Weleri harganya kurang ramah di kantong warga

Sebenarnya, bukan hanya rasa dan harga tehnya saja yang saya permasalahkan. Harga makanan pelengkap soto di warung ini juga cukup mahal. empe dan perkedel seharga Rp2.000 dan aneka sate seharga Rp4.000-Rp5.000 tergantung jenisnya. Sekilas mungkin aman-aman saja di kantong kalian ya, tapi tidak bagi kantong warga Weleri. Asal tahu saja, di warung lain sate-satean semacam itu cukup dijual Rp2.000-an saja. 

Kalau harga sotonya sih cukup terjangkau ya. Satu porsi soto kosongan seharga Rp8.000 saja, apabila ditambah nasi jadi Rp10.000. Tapi, kantong tetap akan jebol kalau kalian nggak bisa menahan diri ketika menambah pelengkap soto. Ya bayangkan saja, harga dua sate setara dengan satu porsi soto. 

Satu hal lagi yang saya dan beberapa orang perhatikan adalah mas-mas penjualnya yang jarang senyum. Bagi saya pribadi, senyum dan ramah jadi salah satu standar pelayanan sebuah warung. Namanya melayani pelanggan, mbok ya senyum dikit aja. Biar pelanggannya nggak merasa terintimidasi gitu.

Nah, beberapa hal di atas membuat saya berpendapat bahwa Soto Pak Sabar Menanti ini overrated di Weleri. Menurut saya, masih ada beberapa rekomendasi soto lain yang lebih punya cita rasa yang khas dan kuat, terutama soal rasa kuahnya. Beberapa orang yang mampir ke Soto Pak Sabar mungkin nggak menilai dari rasanya, tapi dari kenyamanan tempatnya. Padahal, menurut saya, masih banyak warung-warung lain di Weleri yang memberi fasilitas tempat yang serupa. 

Sekali lagi, ini soal perspektif pribadi saya yang sering mencicipi soto. Kalau kalian tidak setuju ya silakan. Kalau kalian nggak percaya silakan langsung mencoba mencicipinya di Weleri. Nggak usah marah-marah. Soal makanan itu selera kok. 

Penulis: Muhamad Iqbal Haqiqi
Editor: Kenia Intan 

BACA JUGA Bakso President Malang Overrated, Banyak Bakso Lain yang Lebih Enak dan Murah

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version