Beberapa waktu terakhir, siang hari terasa lebih terik dari biasanya. Kalau sudah demikian, sebagian orang akan mengeluh gerah, kliyengan, dsb. Tapi, tidak dengan para penjual es batu kristal. Bagi mereka, tak ada yang lebih indah dari hari yang panas.
Di hari yang panas, pesanan es batu kristal akan naik drastis. Mulai dari bakul es kopi, es kelapa muda, sampai es teh jumbo, semuanya butuh es batu. Pilihan mereka tentu saja jatuh pada es batu kristal yang dinilai lebih praktis dan terlihat segar.
Namun, tidak semua yang tampak segar dan jernih itu benar-benar sehat. Di balik kilau es batu kristal yang maknyess itu, tersimpan sisi gelap yang jarang dibicarakan. Yaitu, sisi gelap dibalik produksi es batu kristal yang selama ini kita konsumsi.
Mari kita bahas satu per satu.
Menggunakan klorin terlalu banyak pada es batu kristal
Kalian tahu klorin? Biasanya, zat ini digunakan untuk menjernihkan air kolam renang dan mencegah tumbuhnya lumut di air. Selain untuk menjernihkan, klorin juga berfungsi sebagai desinfektan yang mampu membasmi bakteri E. coli atau salmonella. Tetapi, ketika kadarnya berlebihan, klorin bisa berubah jadi ancaman.
Menurut standar WHO, batas aman klorin dalam air minum adalah sekitar 0,2–0,5 miligram per liter. Jika lebih dari itu, efeknya bisa langsung terasa. Mulai dari iritasi tenggorokan, bau menyengat pada air, sampai gangguan pernapasan. Sedangkan dalam jangka panjang, paparan klorin berlebih juga bisa merusak lapisan lambung, mengiritasi kulit, bahkan diduga meningkatkan risiko kanker kandung kemih dan usus besar.
Nah, yang bikin ngeri adalah, beberapa oknum produsen es batu kristal acap memakai klorin dalam dosis yang tidak wajar. Tujuannya, untuk mempercepat proses pemutihan air. Jadi, es batu akan terlihat bening dan terkesan higienis. Padahal, di balik bening itu ada ancaman klorin yang mengintai. Hiii~
Tidak mencantumkan identitas yang jelas
Kalau kita beli es batu kristal dari pengepul atau produsen langsung, kita akan mendapati plastik kemasan es batu kristal ini begitu polos. Tidak ada label yang berisi informasi nama produsen, alamat, termasuk sumber air yang digunakan. Bagaimanapun juga, konsumen berhak untuk tahu darimana air yang digunakan untuk membuat es batu. Apakah dari air sumur? Air PDAM? Mata air gunung? Atau apa?
Selain itu, adanya identitas lengkap pada label kemasan es batu kristal juga sebagai cara konsumen untuk berjaga-jaga. Jadi, misal amit-amit ada kenapa-kenapa, protesnya kepenak karena sudah tau siapa produsennya dan dimana alamatnya.
Sayangnya, ya itu tadi. Tak ada informasi apa pun di kemasan es batu kristal.
Overclaimed produk
Produsen tidak mencantumkan informasi yang jelas tentang produk itu memang salah. Tapi, mencantumkan informasi yang overclaimed juga tak kalah berdosa. Informasi overclaimed soal produk mereka biasanya tercantum pada banner yang terpasang di depan rumah produksi.
Meski bannernya tidak segede banner ucapan selamat nikahnya Pak Walikota Tegal, tapi apa yang tertulis di banner produsen ini benar-benar meresahkan. Bayangkan, di bannernya ditulis “100% higienis”, “bebas bakteri”, “air murni RO”, “food grade certified”, dan sejenisnya. Padahal, semua itu tidak bisa dibuktikan. Sertifikat yang mendukung saja mereka nggak punya. Omon-omon kalau kata… Eh, kata siapa, ya?
Memang, klaim 100% higienis terdengar meyakinkan. Namun, yang bikin sedih adalah, semua itu ternyata hanya strategi dagang. Buktinya, banyak sekali jurnal penelitian maupun berita yang menyebutkan bahwa es batu kristal yang beredar di masyarakat tidak memenuhi standar mikrobiologi air layak konsumsi, meskipun diklaim higienis.
Proses pengolahan es batu kristal hingga distribusi yang sembarangan
Di mata orang awam, proses pembuatan es batu kristal ini boleh jadi hanya sesederhana membekukan air saja. Sebenarnya, tidak sesederhana itu. Ada banyak faktor yang harus diperhatikan supaya produk yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi.
Di bagian pengolahan, misalnya. Kalian tahu, bagian paling menakutkan dari bisnis es batu kristal justru ada di dapur produksinya. Banyak pabrik kecil beroperasi tanpa standar sanitasi yang layak. Ruangan mereka lembab, alat pembuat es berkarat, dan air dibiarkan terbuka di wadah besar tanpa penutup. Dalam kondisi seperti itu, kontaminasi silang sangat mudah terjadi. Baik yang datang dari udara, tangan pekerja, maupun alat-alat yang tidak dicuci dengan benar.
Masalah makin runyam karena distribusi es batu biasanya dilakukan tanpa rantai dingin (cold chain) yang memadai. Mobil box pengangkut es batu seringkali tanpa pendingin, hanya ditutup terpal atau plastik seadanya. Akibatnya, sebagian es mencair lalu dibekukan lagi. Hmm, mikroba seneng banget kalau begini. Dan kalau urusannya sudah sama mikroba jahat, urusan meneguk es dalam minuman bukan lagi sekadar pelepas dahaga, tapi juga ajang taruhan kesehatan.
Itulah 4 sisi gelap di balik produksi es batu kristal yang menyegarkan. Tulisan ini tentu saja tidak untuk mendiskreditkan produsen, ya. Hanya sebagai warning bagi kita untuk jadi konsumen yang cerdas. Saya yakin di luar sana ada yang tetap menjalani profesi ini dengan jujur karena lebih takut Tuhan daripada sekadar mencari keuntungan. Tetaplah istiqamah, Bolo!
Penulis: Dyan Arfiana Ayu Puspita
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Bisnis Es Batu Rumahan: Usaha Modal Kecil yang Besar Untungnya, tapi Perlu Kesabaran Berlipat Ganda
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.














