Sebagai anak metal, ciyee anak metal, pasti lah bangga ketika tahu bahwa Presiden saat ini di negara ini adalah anak metal juga. Terlepas dari benar atau nggak, pasti ada lah rasa bangga ketika tahu ternyata bapak Presiden suka mendengarkan Metallica, atau Burgerkill. Beberapa kali Presiden terlihat pakai kaos Napalm Death, atau Burgerkill, dan bahkan pernah diberi bass oleh Robert Trujillo, bassis Metallica. Metal banget, kan, Presiden kita? Tapi sepertinya nggak banyak juga yang bangga dengan hal ini. Musisi-musisi metal dan metalheads lainnya malah biasa-biasa saja. Nggak terlalu gimana-gimana.
Banyak alasan mengapa nggak sedikit musisi metal yang nggak mau meromantisasi kedekatan referensi musik mereka dengan penguasa. Ya wajar, sih, musik metal yang memang dari dulunya selalu berbau perlawanan, agak aneh kalau ternyata dekat dengan penguasa. Nggak mungkin, lah, kita “mengepalkan tangan kiri” bareng-bareng bersama penguasa. Aneh gitu. Lha wong lihat Marjinal yang punk banget sepanggung sama Pak Moeldoko (TNI) beberapa tahun lalu aja sudah aneh banget, cringe gitu lihatnya. Ini lagi metal sama penguasa. Ya nggak nyambung.
Kedekatan ini semakin terpampang nyata, ketika kemarin, Istana mengundang (menerima tamu) dari kalangan musisi-musisi tanah air. Mereka datang ke Istana, rencananya akan menggelar “Konser Perdamaian” atau apa lah itu namanya. Ada Sandy Pas Band, Godbless, Kikan, Sandhy Sandoro, John Paul Ivan, dan beberapa musisi lain. Total ada sekitar 68 musisi yang hadir di instana. Mereka berdalih, bahwa dengan kondisi Indonesia yang agak kacau akhir-akhir ini, solusinyab adalah bikin konser musik. Nyambung sekali solusinya.
Tapi dari puluhan musisi/band yang datang ke Istana, ada satu yang bikin saya dan banyak kalangan metalheads terutama, kecewa. Adalah band death metal, Siksakubur, yang terlihat ada di barisan ‘musisi istana’ ini. Agak aneh dan susah dipercaya ketika band seperti Siksakubur bersanding dengan ‘musisi-musisi istana’ lainnya, ketika negara sedang kacau-kacaunya. Maksudnya begini, kita semua tahu kalau Siksakubur dengan death metal-nya punya DNA perlawanan yang cukup kuat. Ketika bersanding dengan penguasa dan ‘musisi-musisi istana’ lainnya, ya aneh jadinya.
Oke lah, kalau musisi seperti Kikan, Slank, atau Sandhy Sandoro punya kedekatan intim dengan penguasa. Toh mereka juga sudah lama jadi musisi istana. Slank malah sudah “terbeli” semangat perlawanannya. Nggak heran, lah, kalau sama musisi-musisi seperti mereka. Apa kata Istana pokoknya. Tapi ini Siksakubur, lho! Semangat perlawanannya nggak pernah padam dari dulu. Siksakubut juga sering mengangkat isu-isu sosial dalam karya-karyanya. Ini malah sekarang jadi ‘musisi Istana’. Seperti ada yang aneh aja, ketika lihat Andre Tiranda, gitaris Siksakubur berpose bareng Presiden. Agak gimana gitu.
Di media sosial, kekecewaan muncul dari berbagai kalangan ketika kabar ini muncul. Saya juga kaget, sekaligus kecewa. Apa lagi ketika tahu Siksakubur ada di barisan ‘musisi istana’. Kekecewaan muncul mulai dari musisi, hingga bocah-bocah metalheads. Ucok (Morgue Vanguard) eks Homicide bahkan mencuitkan di twitternya kalimat, “siksa duniawi = pernah featuring dengan Siksakubur.” Ya wajar sih, kalau sekelas saya saja kecewa, apalagi sekelas Ucok yang selain musisi, dia juga aktivis.
Dengan bergabungnya Siksakubur ke barisan ‘musisi Istana’, apa pun alasannya, agaknya kita harus siap kehilangan daya magis karya-karya Siksakubur. Mungkin mulai sekarang, lagu “Honay”, lagu yang diciptakan sebagai bentuk solidaritas sekaligus kritik terhadap konflik Papua, akan berbeda rasanya. Lagu “Sumpah Berbisik Part 1” dan “Sumpah Berbisik Part 2”, yang bercerita tentang tragedi pembantaian rakyat Indonesia tahun 1965 juga akan berbeda rasanya. Bingung mengapa? Cari tahu sendiri alasannya.
Entah Siksakubur mau menyuarakan isu tersebut dari dalam, saya sih pesimis. Slank dulu katanya juga begitu, kok. Sekarang malah bisu.
Memang nggak seharusnya, sih, musisi metal itu dekat dengan penguasa. Dari sejarahnya, di mana pun negaranya, musik metal dan musisi metal juga sudah berada di luar Istana. Menyuarakan kegelisahan kaum-kaum tertindas, kaum-kaum marjinal, tentang kesewenangan penguasa, apa pun wujudnya. Siksakubur mungkin mengambil jalan berbeda. Mereka memilih bergabung dengan ‘musisi Istana’. Tapi percaya lah, ketika Siksakubur sudah resmi jadi ‘musisi Istana’, lagu-lagu Siksakubur sepertinya nggak akan punya nyawa lagi. Basi! Semoga Andre Tiranda baca tulisan ini. (*)
BACA JUGA Hanya Orang Bodoh yang Percaya Kalau Metallica Beneran Memainkan Indonesia Raya atau tulisan Iqbal AR lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.