Kok Bisa Kalian Jadi Mahasiswa Semester 14 tapi Nggak Punya Teman? Kok Bisa Kalian Nyinyirin Selebrasi Sidang Skripsi, Iri ya?

Kok Bisa Kalian Jadi Mahasiswa Semester 14 tapi Nggak Punya Teman? Kok Bisa Kalian Nyinyirin Selebrasi Sidang Skripsi, Iri ya?

Kok Bisa Kalian Jadi Mahasiswa Semester 14 tapi Nggak Punya Teman? Kok Bisa Kalian Nyinyirin Selebrasi Sidang Skripsi, Iri ya? (Pixabay.com)

Saya ini heran betul sama komenan di post Instagram Mojok tentang selebrasi sidang skripsi yang dinilai berlebihan oleh mahasiswa semester 14. saya heran sama dua hal sih. Pertama, kok bisa ada orang nggak suka sama perayaan kebahagiaan sampe segitunya. Kedua, kok bisa kuliah lama, tapi “bangga” nggak punya teman.

Kok bisa saya bilang bangga? Lha kebanyakan membanggakan kesendirian mereka saat sidang skripsi. Kok isooo lho koe do bangga nek koe dewe ki lho. Plis, rasah do macak emo koyo Sasuke deh.

Saya mau ngomongin sidang skripsi di semester 14 dan sendiri itu dulu deh. Jujur saja, aku heran sama orang yang semesternya dua digit, tapi sambat nggak punya temen di kampus. Kalian itu emang nggak punya temen, nggak mau berteman, atau pancen wonge nggateli?

Soalnya begini, ges. Kawan saya tuh banyak yang lulus baru 5-6 tahun, tapi kawannya datang pas sidang. Rame malah. Yang merayakan buanyak, yang ikut bahagia buanyak. Dan mereka itu juga sefakultas dengan narasumber yang ada di naskah Mojok yang jadi komenan instagram tersebut. jadi udah nggak bisa bawa “budaya kampus beda”, lha iki lho podo.

Apalagi saya sempet baca “ingin bakar banner-nya”, halaaaaaah. Kok yo isih enek wong sok atos ngene iki.

Memang sih, yang ruame itu sidangnya orang-orang ikonik di kampus. Tapi setahu saya, semuanya rame kok. Saya sendiri sidangnya rame, bahkan dibilang nggak kondusif sama dosbing saking ramenya. Sidang temen-temen lain yang waktunya bareng sama saya juga rame. Ya setidaknya 5 orang lebih lah. Mahasiswa semester 14 sidang, didatengin 5 kawan sekelasnya yo wis diitung rame cah.

Jadi, apa yang terjadi dengan sidang skripsi kalian sebenarnya?

Senioritas di kampus itu tradisi tolol

Saya itu paling nggak setuju dengan senior nggak boleh sembarang membuka diri ke junior. Ini budaya paling jancuk yang saya lihat selama kuliah. Memangnya apa masalahnya berteman dengan adik angkatan?

Saya ini sering banget ngulang di kelas adik angkatan. Di tiap kelas itu, saya paling tidak berteman dengan dua orang di kelas tersebut. Sederhana saja, saya nggak mau keteteran dan dapat informasi kalau ada tugas, kelas kosong dsb. Biasanya sih, relasi tersebut berlanjut sampai setidaknya nongkrong bareng di kantin.

Jadi, alasan saya jelas kenapa saya harus berteman, ya karena perkara survival.

Syukur-syukur kalau bisa jadi kawan baik. Banyak yang dateng pas sidang skripsi saya itu adik tingkat. Banyak juga yang kawan seangkatan. Bahkan ada yang nyempetin dateng meski dia barusan kelar kelas kuliah S2-nya (matur nuwun, Giyas!). Jadi ya, nggak ada buruknya lho berteman sama adik tingkat.

Okelah jika kalian memang introvert dan tipikal manusia yang nggak suka basa-basi. Nggak masalah kalau kalian nggak punya teman banyak. Saya ya jelas nggak ada masalah, wong itu memang cara kalian hidup, justru bagus. Yang nggak bagus itu adalah, sudah memilih menyendiri, tapi mengutuk orang yang memilih bergerombol. Malah ngopooo.

Makanya, senioritas itu jangan dijadikan pedoman hidup selama kuliah. Pride semu nan tolol buang jauh-jauh. Suatu saat nanti, kalian bakal butuh bantuan dari adik tingkat. Jangan pikir adik tingkat doang yang butuh bantuan kalian, bisa jadi malah sebenarnya mereka nggak butuh senior sama sekali.

Apalagi senior dengan pikiran ruwet yang berpegang sama tradisi tolol. Kalian itu sampah.

Baca halaman selanjutnya

Masalahmu apa sih?

Sidang skripsi dirayakan kok nyinyir, masalahmu apa, su?

Sekarang, ayo kita bicara perkara perayaan sidang skripsi yang kalian anggap berlebihan. Cuk, kalian itu kenapa sebenernya?

Skripsi itu berat. Harus mengerjakan 5 bab penuh dengan tekanan, mental remuk, dan masih harus menghadapai dosbing yang kadang bikin stres, begitu kelar, jelas itu perasaan melegakan. Wajar kalau pada bikin perayaan.

Perasaan mahasiswa kelar sidang itu nggak ada bedanya dengan Messi yang akhirnya juara Piala Dunia. Lega. Bahagia. Mengharukan. Peduli setan bobot Piala Dunia dan skripsi itu beda, perasaannya sama.

Kelar sidang skripsi, artinya selangkah lagi mereka kelar berstatus mahasiswa. Akhirnya menyelesaikan amanat orang tua untuk menyelesaikan studi. Cuk, rasane ki bahagia banget, kalian yang mahasiswa semester 14 harusnya tahu betul sama perasaan ini. Tapi kenapa kalian, kerak jurusan, malah mengutuk perayaan tersebut?

Iri? Nggak punya temen? Urusanmu nek kui. Standarmu jangan diaplikasikan ke orang lah.

Sah-sah saja

Selama selebrasinya tidak dengan ngantemi dosen, atau telanjang di kampus, yaudahlah. Selama tidak merusak tanaman, yowis. Biarkan orang bahagia setelah sidang skripsi. Janganlah jadi orang yang menyebalkan di masa orang-orang bahagia. Kalau kalian tidak merasakan kebahagiaan, setidaknya nggak usah ngajak-ngajak orang lain lah.

Biarkan mahasiswa yang kelar sidang skripsi merayakan hal itu. Mereka baru saja menyelesaikan ujian terberat dalam hidup, dan memberi senyuman terlebar untuk orang tua mereka. Kalian mahasiswa semester 14, nggak usah jadi sok emo macam Sasuke dan meromantisasi kesendirian kalian. Sorry, ngono kui cuma menunjukkan kalau kalian tipikal manusia yang memang baiknya nggak dijadikan temen.

Baiknya dijadikan apa? Mungkin jadi baut knalpot RX King.

Apalagi jika kalian ternyata memilih sok emo dengan menantang kesendirian. Mbok yo uwis rasah golek penyakit. Kecuali jika memang kalian nggak mau berkabar, dan nggak pengin diramaikan. Ya sudah, itu pilihan kalian. Tapi ya, nggak usah menghina yang lain.

Sudahlah, tak usah mengisi hati kalian dengan rasa benci yang tak perlu. Nggak perlu kaget jika jalan mahasiswa semester 14, sebab, sebenarnya, mau lulus cepat atau tidak, kalian itu akan menghadapi hal yang sama: negara yang tidak peduli dengan isu upah murah.

Penulis: Rizky Prasetya
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Nasib Jadi Mahasiswa FBS UNY yang Lulus dengan Predikat IPK Terendah Sefakultas: Diketawain Dosen, Bikin Malu Orang Tua

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version