Siapa yang tidak kenal dengan helm Honda yang berwarna hitam itu? Helm yang merupakan bawaan ketika membeli motor ini memang tampak biasa-biasa saja. Bahkan apabila dipeta-petakan sesuai kasta perhelman, helm ini berada di kasta nomer dua dari bawah setelah helm kuno yang tidak ada kacanya.
Dari sekian orang yang saya amati, beberapa orang yang membeli motor bermerek Honda, tidak memakai helm bawaannya itu. Mereka memilih memakai helm yang bermerek, yang mereka beli sendiri. Saya tidak terlalu mengerti alasan mengapa mereka memilih untuk tidak memakai helm itu, mungkin selera mereka berbeda dan helm itu tidak termasuk menjadi bagian dari seleranya.
Tetapi ada juga yang memilih memakainya. Biasanya orang-orang seperti ini termasuk golongan orang yang tidak terlalu memikirkan modis dan gaya. Mereka memilih langsung memakai tanpa perlu repot-repot memikirkan modis. Tipe-tipe orang seperti ini orang yang simpel dan tidak mau repot.
Namun ada juga alasan lain mengapa orang memilih helm Honda ketimbang memilih memakai helm sejenis INK. Saya pernah mendengar alasan mereka memilih memakainya karena aman dari tangan-tangan panjang pencuri helm. Katanya, mereka sering kehilangan apabila berpergian memakai helm sejenis INK. Makanya untuk mengatasi ketraumaan semacam itu, mereka memilih helm Honda, toh helm ini juga sudah ada cap SNI-nya.
Berbeda selera dan alasan jangan dijadikan bahan ejekan atau bahan untuk saling menjatuhkan dan menghina. Saya sangat kesal dengan orang-orang yang sering saling merendahkan dengan cara membangga-banggakan harta atau benda kepemilikannya. Seolah orang yang sudah mempunyai banyak benda dan harta itu adalah orang yang paling mulia di dunia. Padahal kenyataannya tidak begitu, orang yang mulia adalah orang yang dekat dengan Tuhannya.
Kejadian itu saya temukan ketika lagi makan di warung steak. Saya yang kebetulan makan dengan kekasih saya, mendengar obrolan gerombolan pemuda laki-laki yang saya rasa mereka adalah sekumpulan anak kaya. Awalnya, saya tidak menggubris obrolan mereka dan memilih memandangi wajah kekasih saya karena lebih menyenangkan dipandang ketimbang gerombolan laki-laki anak orang kaya itu.
Tetapi eh tetapi, obrolan itu merembet hingga ke helm. Seketika telinga saya menjadi peka mendengar kata helm. Pembahasan tentang helm, mereka mulai dari harga merek helm yang mahal. Pembahasan itu terus berjalan hingga sampai mereka menyebut helm Honda. Mereka mengatai-ngatai pemuda seumurannya yang memakai ini sebagai norak, kampungan, dan miskin.
Mendengar itu, saya yang juga termasuk golongan pemakai helm Honda, panas dan hendak marah. Tetapi, saya pikir-pikir kalau saya marah, malah menjadi masalah buat saya dan kekasih saya. Pastinya akan ada keributan jika saya berulah. Lalu saya akan diusir dan tidak bisa menikmati makan berdua dengan kekasih saya. Makanya saya memilih menahannya.
Jujur saja saya kecewa dan marah dengan pendapat mereka. Mereka terlalu meremehkan helm hitam Honda yang khas itu. Padahal andaikan mereka meminta saya bercerita tentang mulai berharganya helm itu, saya akan bercerita sesuai fakta.
Entah kalian mau percaya atau tidak terserah, cerita ini benar-benar saya alami. Helm Honda yang ada di rumah berjumlah 5 buah. Awalnya, saya juga meremehkan helm itu. “Halah cuma helm Honda, paling nggak ada yang mencuri.” Batin saya waktu itu. Makanya, helm itu hanya saya letakkan di kursi-kursi teras.
Tak tahunya, pagi-pagi ketika saya mau berangkat kuliah, saya tercengang. Helm Honda yang berjumlah 5 tadi hanya tinggal dua. Padahal bapak, paman, dan adik saya masih di rumah. Seketika itu juga saya bertanya pada mereka satu per satu, siapa tahu ada yang meminjam. Ternyata tidak ada dan sudah pasti, helm Honda itu dicuri. Rumah saya ini termasuk rumah yang mudah aksesnya untuk masuk keluar. Makanya untuk mencuri, sangat mudah.
Bayangkan itu? Untung saja masih tersisa dua, itu pun helmnya agak jelek. Siangnya, Bapak mengajak saya ke toko helm. Bapak dan saya sama-sama terkejut, penjual helm sekarang juga menjual helm Honda seperti itu. Saya tanya harga, ternyata lumayan juga harganya: 50 ribu. “Jangan ngeremehin helm Honda sekarang Mas, saya berani beli 30 ribu sekarang. Soale banyak yang nyari. Nanti saya jual 50.”
Saya mematut-matut heran. Sekarang apa pun bisa menjadi uang dan semenjak itu, saya tidak mau meremehkan helm Honda atau meremehkan hal-hal kecil lainnya. Semenjak itu pula saya semakin percaya diri ke mana-mana membawa helm Honda bawaan motor dan tentunya juga waswas karena helm Honda sekarang mulai mempunyai wajah di pasaran.
BACA JUGA Mencoba Mengungkap Misteri di Balik Helm Nyebelin Ojek Online dan tulisan Muhammad Khairul Anam lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.