Sewa Rumah atau KPR, Mana yang Cocok untuk Keluarga Baru?  

Serba-serbi KPR: Tips dan Trik agar Pengajuan KPR Diterima dan Bisa Dapat Bunga yang Rendah sewa rumah

Serba-serbi KPR: Tips dan Trik agar Pengajuan KPR Diterima dan Bisa Dapat Bunga yang Rendah (Pixabay.com)

Tempat tinggal atau rumah saat ini jadi kebutuhan primer yang sangat eksklusif. Bayangkan saja, pada zaman seperti saat ini, untuk punya rumah paling tidak kita perlu menabung hingga bertahun-tahun atau terjun ke produk KPR yang tenornya biasanya di kisaran 15 hingga 30 tahun. Lain cerita kalau kalian Keluarga Cendana atau dapat undian berhadiah senilai satu miliar.

Untuk mereka generasi milenial yang baru menikah (selamat ya), perkara memiliki rumah itu bisa jadi diskusi yang panjang dengan pasangan, karena butuh banyak pertimbangan. Banyak variabel yang perlu diperhatikan untuk memutuskan untuk membeli rumah atau tidak.

Banyak keluarga baru yang akhirnya lebih memilih menyewa rumah ketimbang langsung membeli. Ada yang lebih memilih nyicil KPR meski harus bertahan dengan cicilan hingga puluhan tahun. Bahkan ada juga yang nyadong sama ortu agar harta warisan bisa dibagi terlebih dahulu agar dapat dimanfaatkan untuk membeli rumah.

Untuk memutuskan antara membeli atau menyewa, setidaknya harus melihat dari realitas sosial, geografis (domisili) dan kondisi keuangan dari sebuah keluarga. Setidaknya, dari kacamata sosial saat ini, mayoritas ada 3 jenis keluarga baru. Pertama, keluarga yang berdomisili di daerah non-metropolitan seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Kedua, keluarga baru yang statusnya adalah penduduk asli atau yang berdomisili di daerah metropolitan. Dan yang ketiga adalah keluarga baru yang statusnya asli dari daerah non-metropolitan tapi merantau ke daerah metropolitan.

Dari tiga jenis keluarga baru itu, tentu punya pendekatan yang berbeda untuk memutuskan lebih pilih membeli atau menyewa sebuah rumah. Terus mana yang lebih baik untuk mereka? Membeli atau menyewa?

Rumah beli

Pertama kita bahas mengenai membeli rumah baik melalui KPR atau membeli secara langsung.

Harga rumah dengan ukuran standar seperti tipe 36 atau 45 di luar Jabodetabek di kisaran 250 juta hingga 500 juta (harga di daerah Jawa Tengah). Rumah di luar Jabodetabek itu potensi naiknya sebenarnya lebih tinggi karena Jabodetabek sendiri sudah penuh sesak, paling yang ada hanya apartemen. Tentu bagi kalian yang sudah dalam kondisi cukup mapan, bisa membeli rumah tersebut secara cash, tanpa mencicil. Ini lebih baik karena bisa jadi instrumen investasi untuk beberapa tahun ke depan. Potensi untung dalam kacamata investasi masih lebih tinggi.

Lain halnya dengan membeli secara KPR. Kalau kalian membeli rumah misalnya seharga 250 juta dan asumsi DP-nya 50 juta (biasanya DP di banyak produk KPR itu 20 persen dari harga pokok rumah) dengan angsuran selama 15 tahun, kalian harus mengangsur dikisaran 1,3 juta per bulan atau 13 juta per tahun.

Tapiii, itu belum sama bunga ya. Itu baru angsuran pokok. Komposisi angsuran KPR yang harus kamu bayarkan tiap bulan atau tahun itu angsuran pokok + angsuran bunga. Untuk bunganya sendiri ada komposisi perhitungannya. Rumus sederhananya sisa pinjaman KPR x suku bunga. Bunga KPR biasanya 5-10 persen, berbeda-beda tiap bank.

Kita coba ambil persentase paling kecil yaitu 5 persen, maka angsuran bungamu yaitu 200 juta (sisa angsuran) x 5 persen = 10 juta untuk tahun pertama. Jadi setiap tahunnya kamu harus bayar angsuran KPR sebesar 13 juta + 10 juta = 23 juta per tahun. Tentu itu hitungan kasar karena disesuaikan dengan sisa angsuran.

Kalau ditotal, selama 15 tahun kalian mengeluarkan uang sebesar DP + angsuran 15 tahun (angsuran pokok + angsuran bunga) sekitar kurang lebih 340 jutaan. Tapi ingat, itu kalau bunganya fix ya. Karena kebanyakan produk KPR itu menerapkan yang namanya bunga floating. Jadi angsuranmu nggak bisa fix di angka 20-an juta per tahun terus selama 15 tahun. Acuan perubahan angsuran bunga KPR itu biasanya dilihat dari suku bunga Bank Indonesia yang berubah-ubah seiring dengan naik turunnya persentase inflasi. Kadang, bunga KPR itu bisa naik hingga 12 persen.

Nah kita lihat, untuk keluarga baru yang tinggal di daerah non metropolitan, mungkin masih worth to buy untuk rumah KPR, karena kalau per tahun 20 jutaan, artinya per bulan mereka harus menyisihkan pendapatan mereka untuk KPR setidaknya kisaran 1 hingga 1,5 juta dalam sebulan dengan asumsi UMK rata-rata di atas 2 jutaan di daerah Jawa Tengah. Nggak tahu deh kalau Jogja. Meski kalau dipikir agak sayang juga karena mereka harus menanggung beban bunga yang nilainya hampir separuhnya dari harga rumah. Harga rumah aslinya 250 juta, jadi harus bayar tambahan bunga 90 juta. Tapi paling tidak setelah 15 tahun, kalian tenang dengan rumah yang sudah lunas.

Lalu bagaimana dengan keluarga milenial yang domisilinya atau yang statusnya merantau di kawasan metropolitan? Nah, membeli rumah KPR di kawasan metropolitan tentu sebaiknya dipikir ulang. Karena sudah pasti harganya nggak ngotak, terutama bunganya.

Untuk tipe rumah yang sama, harganya bisa dua kali lipat. Kisaran 500 juta hingga 1 miliar. Bila mengacu dengan hitungan di atas kalau ditambah dengan bunganya, jadinya sangat besar. Angsuranmu bisa kisaran 50 hingga 100 jutaan per tahun. Gaji UMR-mu yang di kisaran 5-6 jutaan sebulan itu bakalan ngepas banget, karena ditotal, gaji segitu setahun artinya 70 jutaan. Kalian menanggung beban cicilan KPR lebih dari setengah gaji. Padahal masih ada biaya hidup yang lain yang perlu dipenuhi kan?

Sewa rumah

Sekarang bagaimana dengan menyewa rumah? Fakta yang perlu kita ketahui adalah, dikutip dari finansialku.com, yield sewa rumah di Indonesia itu di kisaran 4-5 persen per tahun. Jika harga jual rumah untuk tipe 36 atau 45 itu kisaran 500 juta, sewanya per tahun kurang lebih 25 juta.

Kalau kamu tinggal di daerah non-metropolitan, angka 25 juta setahun itu lumayan besar. Tapi ingat, angka itu kalau rumahnya seharga 500 juta loh yah. Rumah harga 500 juta di kampung itu udah mewah loh.

Sementara untuk di daerah metropolitan, khususnya di Jabodetabek, 25 juta setahun itu sudah bisa dapat jenis rumah yang cukup ideal untuk ditinggali selama merantau. Kalau kalian cari di daerah Jakarta pinggiran, dana segitu sudah dapat rumah sewaan yang cukup luas, minimal 2 kamar dan satu ruang tamu dengan halaman depan. Hitungannya jadi lebih hemat ketimbang dengan nyicil rumah KPR.

Loh, tapi itu kan menyewa. Membayar sesuatu dengan nominal segitu tapi ujung-ujungnya rumahnya bukan jadi milik kita. Serasa uang 25 juta setahun ilang gitu aja tanpa mendapat apa pun secara wujud dari rumah yang ditinggalkan.

Saya punya cerita dari teman sesama perantau yang sudah berkeluarga. Kalau ditotal pendapatannya setahun dari kerja kantorannya itu kisaran 100 jutaan (pendapatan dari dia dan istrinya). Artinya gaji dia dan istrinya masing-masing kisaran 5 jutaan per bulan. Tapi dengan pendapatan segitu dia lebih memilih menyewa rumah dengan harga sewa 30 juta per tahun. Sisa 70 jutaan dari pendapatannya 50 persen diinvestasikan dalam reksadana dan bisnis di kampungnya. Artinya dia masih ada sekitar 35 juta yang bisa digunakan untuk biaya hidup selama setahun.

Menurut pengakuannya, perputaran uang yang diinvestasikan itu bahkan bisa menghasilkan dua kali lipat dari dana investasi yang dikeluarkan dalam setahun. Hitungan kasarnya, dana investasi 35 juta, diputarkan selama setahun bisa menghasilkan 35 juta lagi. Dan itu sudah dijalankan selama 3 tahun terakhir.

Menurutnya, langsung membeli rumah dengan KPR itu terkadang bukan pilihan bijak karena kesempatan untuk memutarkan uang agar bisa berkembang biak melalui investasi itu bisa jadi hilang. Karena pendapatanmu lebih dari 50 persen dikeluarkan untuk memenuhi biaya cicilan rumah per bulan. Dan beban itu harus kalian tanggung selama bertahun-tahun.

Kesimpulannya, mau rumah beli atau sewa, keduanya soal momentum. Asal sebisa mungkin jangan KPR kalau nggak mendesak. Kecuali, kalau memang KPR-mu itu nggak setengah dari pengeluaran, atau memang gajimu memang besar. KPR nggak seburuk itu kok, meski yaaa nggak baik-baik amat.

Jalan tengahnya sih, mending sewa sambil nabung (misal investasi di reksadana minimal 2 jutaan) selama 10 tahun aja plus diputarkan untuk bisnis kalian, sudah bisa beli rumah secara cash di masa depan. Pilih mana, 10 tahun dibebani untuk investasi atau 10 tahun dibayangi beban cicilan KPR yang bisa aja naik kalau suku bunga lagi naik?

Penulis: Muhamad Iqbal Haqiqi
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Serba-serbi KPR: Tips dan Trik agar Pengajuan KPR Diterima dan Bisa Dapat Bunga yang Rendah

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.
Exit mobile version