Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Luar Negeri

Seperti Apa sih Ngamen di Jepang?

Primasari N Dewi oleh Primasari N Dewi
9 Desember 2021
A A
Seperti Apa sih Ngamen di Jepang terminal mojok
Share on FacebookShare on Twitter

Bagi orang Indonesia, mengamen identik dengan nyanyi sambil berkeliling membawa wadah untuk meminta uang sebagai apresiasi orang yang mendengar. Kalau nominal uang yang diberikan kecil, bisa jadi si pemberi uang bakal dijudesin si pengamen. Tentu tidak semua pengamen seperti itu, ya, hanya segelintir yang begitu. Namun, mengamen dengan cara seperti yang biasa kita lihat di Indonesia tidak berlaku di Jepang. Ngamen di Jepang hampir mirip dengan Eropa. Biasanya, pengamen akan diam di satu tempat, unjuk kemampuan, dan orang-orang yang tertarik akan berhenti lalu menonton.

Setahu saya, di negara-negara Eropa, pengamen, eh, musisi jalanan harus memiliki sertifikat untuk bisa memamerkan kemampuan bermusiknya di jalanan umum. Mereka harus memenuhi persyaratan yang cukup ketat dan membuktikan bahwa mereka memang bisa dan layak menghibur para wisatawan yang melewati tempat itu.

Selama tinggal di Jepang, saya belum pernah melihat orang ngamen dalam kereta atau bus. Saya lebih sering melihat pengamen di stasiun. Saking banyaknya, saya sampai hafal jadwal mereka ngamen di stasiun dekat kos, lho. Dan tiap hari mereka ngamen, biasanya saya tungguin. Lumayan cari hiburan gratis di tengah sibuknya menjalani kehidupan Jepang yang nggak namaste.

Perlu sertifikat atau izin nggak sih kalau mau ngamen di Jepang?

Kalau di Jepang, ngamen itu namanya “rojou-raibu” alias “live on the street”. Butuh izin, sih. Biasanya pengamen harus pergi ke polisi untuk menyelesaikan prosedur “permohonan izin penggunaan jalan” dan harus mendapatkan izin dari kepala polisi tempat dia bakal “manggung”. Izin ini juga harus memenuhi kriteria izin penggunaan jalan berdasar pasal 77 ayat 2 UU Lalu Lintas Jepang, yakni tidak ada kemungkinan untuk menghalangi lalu lintas, tidak ada risiko menghambat lalu lintas, dan dilakukan demi kepentingan umum (acara tahunan, misalnya) meskipun menghalangi lalu lintas. Jadi, selama itu terpenuhi, biasanya sih izin didapat.

Di daerah Sumida, Tokyo, misalnya. Pemerintah daerah sana justru sedang mempromosikan agar orang mendaftar sebagai artis musisi dan bisa tampil live di jalanan Sumida. Meski hanya bisa mendaftarkan instrumen seperti gitar, bass, atau keyboard, biaya pendaftarannya sekitar 216 yen per bulan. Tetapi di tempat lain, ada juga yang membayar 12.000 yen (sekitar 1,5 juta rupiah). Pokoknya tergantung daerah dan mungkin event tertentu juga.

Sebenarnya aturan ketat ini berlaku kalau ngamennya benar-benar yang di jalanan besar dan sampai polisi harus turun tangan mengamankan seandainya ada gangguan lalu lintas di tempat ngamen tersebut. Kalau ngamennya dalam skala kecil yang nggak bikin kerumunan sih hanya perlu minta izin ke pos polisi terdekat.

Saya pernah bertanya ke kantor polisi Jepang soal ini, sebenarnya kalau ngamen atau jualan hasil karya pribadi di stasiun (dekat tempat tinggal saya) butuh izin atau nggak. Dan menurut polisi sana sebenarnya sih nggak butuh, tapi kalau ada kerumunan dan mengganggu lalu lintas, mau nggak mau ya kena denda. Dendanya bisa mencapai 50.000 yen (sekitar 6 juta rupiah). Waduh! Masa hasil ngamennya buat bayar denda nanti?

Baca Juga:

Demi Pacar, Saya Rela Menyukai Minuman Matcha yang Selama Ini Dibenci karena Rasanya Mirip Rumput

Pengalamanku sebagai Warga Lokal Jepang Merasakan Langsung Sistem Siaga Bencana di Jepang: Jauh Lebih Siaga Menghadapi Bencana, Jauh ketimbang Indonesia

Untungnya kalau di Jepang pengamennya memang musisi yang sedang promosi dan mencoba debut, jadi belum terkenal dan benar-benar mengetes antuasiasme masyarakat. Pendengarnya juga belum terlalu banyak dan aman dari kerumunan yang mengganggu. Itu berdasarkan pengalaman di kota saya tinggal dulu, sementara kalau di kota metropolitan Tokyo kemungkinan beda lagi ramainya.

Saya sangat menikmati hiburan gratis ini, lho. Selain bermain musik dan bernyanyi, biasanya para musisi jalanan ini juga memasang akun medsos mereka, jualan CD hasil karya atau kaos dan barang-barang merchandise mereka. Kita bisa saja mendukung mereka dengan memberikan uang di tempat yang sudah disediakan dan membeli CD atau merch mereka. Mirip dengan musisi jalanan Eropa sih kalau ini.

Jadi, tenang saja, di Jepang nggak bakal ada pengamen yang ngamen dari rumah ke rumah atau di dalam bus dan kereta kemudian sedikit memaksa memberikan uang. Jelas-jelas itu mengganggu kenyamanan banyak orang dan ketertiban umum sehingga bisa saja ditangkap polisi.

Sebenarnya kalau “ngamen di tempat” ini diterapkan di jalan Malioboro keren juga, ya. Seperti musisi angklung yang “ngamen” di Malioboro pada malam hari sebelum pandemi, misalnya. Menghibur pengunjung dan wisatawan di situ kan pastinya.

Setidaknya “ngamen” yang versi begini benar-benar bisa menunjukkan bagaimana kemampuan “bermain musik” dan “bernyanyi” dalam arti sebenarnya, bukan asal kecrek dan minta uang. Tapi, beda sih ya, nggak bisa disamakan juga mana “pengamen” dan pengamen. Definisi ngamen kita masih ke situ, sih.

Sumber Gambar: Unsplash

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 9 Desember 2021 oleh

Tags: jepangmusisi jalananPengamen
Primasari N Dewi

Primasari N Dewi

Guru bahasa Jepang tapi suka drakor.

ArtikelTerkait

Shinkansen: Kereta Tercepat di Dunia yang Nyaman, tapi Nggak Cocok untuk Wisatawan Kantong Pas-pasan

Shinkansen: Kereta Cepat yang Nyaman, tapi Nggak Cocok untuk Wisatawan Kantong Pas-pasan

25 Maret 2023
7 Fakta Menarik di Jepang yang Sering Bikin Salah Kaprah (Unsplash)

7 Fakta Menarik di Jepang yang Sering Bikin Salah Kaprah

4 Maret 2023
Review All Quiet on the Western Front: Tiada yang Riang di Masa Perang terminal mojok.co

Almarhumah Nenek Saya dan Perang yang Tak Padam dalam Ingatan

31 Desember 2020
Dibanding Usupso, Miniso Lebih Sering Jadi Destinasi Saat ke Mal terminal mojok.co

Dibanding Usupso, Miniso Lebih Sering Jadi Destinasi Saat ke Mal

13 November 2021
Perbandingan Pasar Tradisional di Indonesia, Jepang, dan Korea Terminal Mojok

Perbandingan Pasar Tradisional di Indonesia, Jepang, dan Korea

10 April 2022
Saya Jadi Pengin Tinggal di Jepang Gara-gara FYP TikTok dan Tetangga Nyebelin

Saya Jadi Pengin Tinggal di Jepang Gara-gara FYP TikTok dan Tetangga Nyebelin

19 November 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Nestapa Tinggal di Kendal: Saat Kemarau Kepanasan, Saat Hujan Kebanjiran

Nestapa Tinggal di Kendal: Saat Kemarau Kepanasan, Saat Hujan Kebanjiran

22 Desember 2025
Desa Sumberagung, Desa Paling Menyedihkan di Banyuwangi (Unsplash)

Desa Sumberagung, Desa Paling Menyedihkan di Banyuwangi: Menolong Ribuan Perantau, tapi Menyengsarakan Warga Sendiri

22 Desember 2025
Daihatsu Gran Max, Si "Alphard Jawa" yang Nggak Ganteng, tapi Paling Bisa Diandalkan Mojok.co

Daihatsu Gran Max, Si “Alphard Jawa” yang Nggak Ganteng, tapi Paling Bisa Diandalkan

25 Desember 2025
Apakah Menjadi Atlet Adalah Investasi Terburuk yang Pernah Ada? (Unsplash)

Apakah Menjadi Atlet Adalah Investasi Terburuk dalam Hidup Saya?

27 Desember 2025
5 Rekomendasi Kuliner Babi Surabaya untuk Kalian yang Menghabiskan Cuti Natal di Kota Pahlawan

5 Rekomendasi Kuliner Babi Surabaya untuk Kalian yang Menghabiskan Cuti Natal di Kota Pahlawan

22 Desember 2025
Penjelasan Ending Film The Great Flood buat Kamu yang Masih Mikir Keras Ini Sebenarnya Film Apa

Penjelasan Ending Film The Great Flood buat Kamu yang Masih Mikir Keras Ini Sebenarnya Film Apa

28 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Kala Sang Garuda Diburu, Dimasukkan Paralon, Dijual Demi Investasi dan Klenik
  • Pemuja Hujan di Bulan Desember Penuh Omong Kosong, Mereka Musuh Utama Pengguna Beat dan Honda Vario
  • Gereja Hati Kudus, Saksi Bisu 38 Orang Napi di Lapas Wirogunan Jogja Terima Remisi Saat Natal
  • Drama QRIS: Bayar Uang Tunai Masih Sah tapi Ditolak, Bisa bikin Kesenjangan Sosial hingga Sanksi Pidana ke Pelaku Usaha
  • Libur Nataru: Ragam Spot Wisata di Semarang Beri Daya Tarik Event Seni-Budaya
  • Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.