Semua (Memang) Salah Pemerintah

Semua (Memang) Salah Pemerintah

Semua (Memang) Salah Pemerintah

Saya tidak sedang mengajak Anda sekalian untuk membenci, tapi kalau Anda mau berpikir sebentar saja dan tidak denial, saya yakin kalian setuju bahwa pemerintah tidak hadir untuk masyarakat. Ini semua bisa dilihat dari banyaknya masalah yang mudah ditemukan di tengah masyarakat, yang sebenarnya tanggung jawab pemerintah.

Sebagai contoh, penerangan jalan aja deh. Itu masalah yang amat klasik dan jelas dialami seluruh warga Indonesia dari Sabang-Merauke. Efek penerangan jalan yang buruk itu antara lain tindak kriminalitas dan kecelakaan. Tapi coba liat, kalau ada orang kena sabet di jalan yang gelap, atau kecelakaan di jalan yang gelap, kita nggak pernah menuding pemerintah, malah nyalahin korbannya.

Padahal, yang berwenang tentang pengadaan penerangan jalan itu ya pemerintah. Kalau pemerintahnya becus mah, nggak ada jalan yang gelap. Nggak ada ceritanya orang jatuh karena nggak bisa lihat lubang jalanan karena gelap. Orang-orang nggak perlu modif lampu motornya ganti biled kalau penerangan jalan yang ada itu mumpuni.

Itu baru perkara lampu jalan, “dosa” pemerintah masih banyak lagi.

Semua memang salah pemerintah

Menyalahkan pemerintah memang sepintas terkesan seperti perilaku pecundang. Bisanya mengeluh, tak mau mencari solusi. Sepintas. Padahal, kenyataannya, menyalahkan pemerintahan adalah hal yang amat, sangat, lumrah.

Pemerintah, siapa pun itu, apa pun jabatannya, memang dibayar untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di masyarakat dan melayani rakyat. Bahkan kita nggak perlu juga menyiapkan solusi. Kritik masyarakat terhadap kinerja pemerintah itu tak harus disertai solusi, kenapa? Ya karena mereka dibayar untuk mencari solusi itu. Kalau nggak mau, ya metu wae, rampung, enak tenan joh gajine gede tapi ra nyambut gawe.

Jadi kalau kalian melihat banyak konten menyalahkan pemerintah, jangan disinisin. Memang seperti itu seharusnya. Soalnya mereka mendapat mandat untuk melakukan tugasnya, dan dibayar untuk itu.

Masih bingung?

Gini. Kalian pernah komplain ke, misalnya, CS Shopee karena paketan nggak nyampe-nyampe? Nah, sebenernya kalian bisa juga komplain jika KTP-mu nggak kelar-kelar, sama halnya kayak kamu komplain paket yang nggak sampe-sampe. Pada dasarnya, ya memang kayak gitu kerjanya.

Jadi jangan lah kalian maki-maki kurir paket karena telat, tapi malah memuja-muja pemerintah yang nggak memperbaiki jalan rusak di daerah kalian. Keliru iki. Wong rakyat ini majikan aslinya kok.

Logika remuk

Orang-orang yang ada di pemerintahan ini, kan gajinya dari rakyat, dari kita bayar pajak. Tapi, kapan hari lalu, saya lihat konten yang amat mbajing, isinya kira-kira bilang orang yang banyak nuntut itu bayar pajaknya nggak seberapa, tapi nuntutnya nggak kira-kira. Lha ini mah kalau saya dengar langsung di depan muka, jelas tak pisuhi.

Ha ndasmu nek logikane ngono. Segala yang ada di kehidupan kita ini sudah kena pajak. Tuku kopi, beli rokok, belanja, dan sebagainya, itu kena pajak. Beli diamond Mobile Legends aja kena pajak, padahal tukune mung seuprit. Bisa-bisane bilang rakyat bayar pajak nggak seberapa.

Lagian, nggak ada hukumnya yang bayar pajak lebih gede lebih punya hak untuk menuntut pemerintah. Remuk betul logikamu, sini tak kasih kanebo, sana cuci muka.

Kasta pejabat

Yang terjadi hari-hari ini itu memang mengerikan. Pejabat punya kasta tersendiri, tak tersentuh, dan “memandang rendah” manusia lain. Sek, untuk ini kalian mungkin protes, tapi saya kasih contohnya biar kalian paham.

Kalian pernah nggak, sedang mengurus sesuatu, dan butuh tanda tangan orang-orang penting. Katakanlah, pak RT atau kepala sekolah. Kalian susah nggak mintanya? Prosedurnya panjang nggak? Nah, itu maksud saya.

Minta tanda tangan atau ketemu buat ngurus sesuatu aja susah, apalagi mengkritik. Ya itu cerminan yang terjadi antara rakyat dan pemerintah sekarang. Tugasnya apa, realitasnya apa. Kebalik-balik. Malah kita kerap diminta untuk tunduk, untuk hormat membungkuk, pada mereka-mereka yang harusnya jadi pelayan rakyat. 

Kita bikin KTP kadang dipersulit. Ngurus balik nama STNK begitu susah. Itu baru beberapa contoh bahwa pemerintah tidak hadir untuk masyarakat. Sekalinya hadir, tidak melakukan tugasnya sebagaimana mestinya.

Menyalahkan pemerintah itu sah-sah saja

Inti yang mau saya sampaikan adalah, menyalahkan pemerintah itu sah, dan boleh-boleh saja. Benar, kita memang harus mengusahakan nasib kita sendiri, tapi tak berarti pemerintah cuci tangan dan bisa berleha-leha.

Rakyat jelas tak bisa memperbaiki jalan rusak, mengganti lampu jalan yang mati, memberantas stunting, memberantas klitih, menghilangkan korupsi di pemerintahan, dan masih banyak lainnya, sendirian. Itu tugas pemerintah, dan pegawainya memang dibayar untuk itu.

Jadi jika ada orang yang membela pemerintah dengan mengatakan rakyat malas dan rewel, biarkan saja, atau cerahkan mereka. Tapi jika ada petinggi pemerintahan yang bilang seperti itu… ah saya tak tahu harus bilang apa.

Hanya saja, terlalu banyak contoh apa yang rakyat bisa dilakukan ketika mereka muak dan akhirnya bersatu. Pemerintah kita tentu tahu betul tentang ini, sebab, mereka sedang melihat ini, sekarang ini.

Penulis: Rizky Prasetya
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Bapak Saya Firaun, tapi Nggak Mengobrak-abrik Sistem agar Saya Bisa Dapet Pekerjaan

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version