“Kalau gaji guru kecil, kenapa masih mau jadi guru?”
“Kalau nggak puas sama gaji guru, kenapa jadi guru?”
Saya sering buanget nemu orang ngomong kek gini. Saya sih heran, bisa ya ngomong guoblok begini tapi pede. Tapi ya, logika kayak gini entah kenapa dilestarikan juga sama orang-orang. Orang tuh selalu ngomong kalau nggak mau, ya udah kasih kesempatan ke orang yang mau. Logika kayak gini yang bikin lingkaran setan tetap terjaga.
Ya gimana nggak terjaga. Misal ada guru honorer yang muak, akhirnya berhenti, dan digantikan guru honorer baru lainnya. Penderitaannya tetep sama, cuman beda orang aja. Gitu terus sampai kiamat.
Padahal ya, penyelesaiannya itu sederhana: naikkan gaji guru honorer. Bikin sistem, entah gimana, yang bikin guru tetap terjaga kesejahteraannya. Guru-guru deadwood dibuang aja atau digantikan oleh guru muda yang semangatnya masih membara. Kekhawatiran-kekhawatiran akan efek buruk gaji guru yang meningkat itu nanti akan menghilang kok. Bikin kebijakan yang menguntungkan guru itu nggak ada buruknya, sumpah.
Tapi ya, kalau pusatnya sono cuman bisa ngomongin kurikulum, istilah sulit tanpa esensi, sama bikin program yang jelas nggak ada kaitannya sama kesejahteraan, ya mon maap, ngimpi doang. Makin hari, makin banyak (calon) guru muak, padahal formasi yang dibutuhkan masih amat banyak. Terus situ mau isi formasi tersebut dengan orang yang bukan dari non-pendidikan? Bahahaha, good luck. Dapetmu ya murid-murid yang nganggep TikTok adalah kebenaran.
Digugu, ditiru, dan diguyu
Tulisan ini saya buat karena saya kasihan melihat istri saya. Tidak, saya tidak menyesal dia memilih jadi guru. Justru amat bangga karena saya tahu betul dedikasinya untuk muridnya. Tentu saya nggak akan meragukan kualitasnya, wong lulusan UNY. Betul bahwa UNY itu nggak keren, atau malah dianggap medioker dan mahasiswanya kuliah pake sepatu futsal. Tapi, saya pikir, lulusan jurusan pendidikan mereka tetap nggak bisa dipandang remeh.
Saya hanya sedih melihat fakta bahwa negara, dari dulu, terkesan nggak adil dengan guru. Miris, melihat profesi semulia ini, tak dihargai dengan sebagaimana mestinya. Itu pun masih dibebani dengan masa depan bangsa. Padahal, yang bertugas untuk memastikan masa depan bangsa, justru sedang saling bentrok mengamankan jagoan masing-masing.
Dan saya akan mengulang kelakar saya di paragraf awal. Jika gaji guru tak segera diberesi, ya lulusan universitas pendidikan macam UNY hanya akan jadi orang miskin baru. Ya gimana nggak miskin, siapa yang bisa sejahtera jika gajimu hanya ratusan ribu per bulan?
Penulis: Rizky Prasetya
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Apa Jadinya Jika Tak Ada Lagi Guru Honorer?
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.