Keberagaman kuliner Lamongan sudah tidak perlu ditanya lagi. Daerah dengan julukan Kota Soto itu punya berbagai macam kuliner yang menggoyang lidah. Selain soto dan pecel lele, Lamongan juga punya sego boran atau nasi boran. Sego artinya nasi, sedangkan boran sendiri diambil dari tempat nasi yang bentuknya seperti bakul gendong.
Kuliner nasi boran mungkin terdengar asing bagi para wisatawan atau pendatang. Apabila melihat sekilas, mungkin orang awam bakal mengira kalau itu nasi campur atau ramesan. Sebab, dari segi tampilan memang hampir mirip. Apalagi jika sekilas saja. Tapi jangan salah, Sego Boran punya ciri khas yang membuatnya dianggap sebagai kuliner yang Lamongan banget.
Sego Boran dengan aroma yang sedap
Asal tahu saja, dalam prosedur memasaknya, nasi boran ini dimasak dengan santan dan daun pandan. Itu mengapa aroma nasinya sudah sedap sejak dari pikiran. Selain itu, lauk dan bumbu cukup lengkap. Ada berbagai lauk yang bisa dipilih: ayam, bandeng, lele, udang, jeroan ayam, telur, bahkan ikan sili (produk lokal Lamongan yang jarang ditemukan di kota lain).
Kemudian, nasi dan lauk tersebut disajikan dengan bumbu khasnya, yang mirip bumbu Bali yang ada sensasi pedas, hanya saja ada campuran kelapa parut, plus tambahan kacang renyah dan roti dedak (semacam sisa nasi kering yang digoreng) dalam bumbu tersebut. Kebayangkan betapa “uniknya”.
Selain itu, nasi boran juga dilengkapi dengan rempeyek, empuk (tepung terigu goreng), dan plethuk (rempeyek kacang ijo). Pokoknya lengkap deh. Satu porsi Sego Boran sudah mengandung banyak gizi.
Ada mitos menarik tentang kuliner satu ini. Konon, meski rasanya sangat nikmat, sego boran nggak bakal laku jika dijual di luar Lamongan. Terlepas dari kebenaran tersebut, faktanya makanan satu ini memang sulit ditemui di luar Lamongan. Entah karena kebenaran mitos tersebut, atau memang lidah orang luar Lamongan yang nggak cocok dengan kuliner Lamongan satu ini makanya nggak laris dan akhirnya gulung tikar.
Saya lebih percaya yang kedua sih. Sebab, meski terbiasa dengan nasi padang atau pecel, wisatawan mungkin kaget saat mencoba Sego Boran yang sangat kaya akan rasa. Dibutuhkan lebih dari satu kali mencoba Sego Boran agar lidah kita merasa terbiasa dengan rasanya dan akhirnya bisa menikmatinya. Kalau ada wisatawan yang pertama kali mencoba Sego Boran dan langsung cocok, perlu diacungi jempol, sih.
Baca halaman selanjutnya: Perlu beberapa …
Perlu beberapa kali mencoba
Jangankan wisatawan, saya yang asli orang Lamongan saja perlu beberapa kali mencoba sampai di fase menikmati kuliner ini. Iya, pertama saya mencoba, jujur saja, saya tidak suka. Saya merasa aneh dengan perpaduan bumbunya. Ada terlalu banyak varian rasa yang membuat saya kurang bisa menikmatinya.
Dalam sebuah percakapan, teman saya juga sempat mengatakan hal yang sama. Dia juga kurang suka ketika mencobanya pertama kali. Setelah agak lama, baru ia mau mencobanya lagi, itu pun menurutnya hanya sekadar enak saja, bukan yang nikmat banget.
Selain hanya dijual di Lamongan, ada satu fakta menarik lain, yakni Sego Boran ini hanya dijual oleh perempuan. Disclaimer, ini tidak ada hubungannya dengan feminisme, kesetaraan gender, atau konsep perempuan mandiri, ya.
Hal tersebut karena, konon di zaman dulu, para perempuan mengantar nasi boran ke suami-suami mereka yang sedang bekerja. Dari sana, perempuan dan sego boran memang menjadi sesuatu yang tidak bisa dipisahkan. Semacam menjadi branding tersendiri kalau sego boran memang harus disajikan oleh perempuan.
Meski demikian, sekali lagi, sego boran ini bukan kuliner yang cocok untuk semua wisatawan. Tapi, kalau memang penasaran, nggak ada salahnya juga dicoba. Paling tidak, kalian bakal dapat cerita setelah mencicipinya.
Btw, kalau mau merasakan sensasi mencicipi kuliner ini yang otentik, cobalah di sekitar Plaza Lamongan, atau di sisi selatan alun-alun. Kedua lokasi tersebut punya beberapa penjual yang masih menggunakan resep yang otentik. Lengkap dengan desain lesehan dan wadah nasi (boran) yang masih digunakan.
Ya, mampirlah saja. Tapi, kencangkan sabuk pengamanmu, sebab jalan di Lamongan setara dengan ujian hidup yang susah dilalui dan tidak pernah mulus.
Penulis: M. Afiqul Adib
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA 4 Dosa Penjual Pecel Lele yang Mengaku Asli Lamongan
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.