Saya Pelaku Bisnis Seafood Export, dan Ide Ekspor Benih Lobster Itu Aneh!

Saya Pelaku Bisnis Seafood Export, dan Ide Ekspor Benih Lobster Itu Aneh!

Saya Pelaku Bisnis Seafood Export, dan Ide Ekspor Benih Lobster Itu Aneh!

Saya akan cerita tentang benih lobster/Lobster seed/lobster fingerlings yang belakangan ini ramai sekali dibicarakan setelah menteri kelautan Edhy Prabowo akan membuat kebijakan ekspor benih lobster ini ke luar negeri. Tulisan ini saya buat tanpa bermaksud untuk membela atau menyerang pihak mana pun. Semuanya yang saya tulis juga apa yang saya ketahui berdasarkan pengalaman saya sebagai pelaku di bisnis seafood export secara umum selama lebih dari 15 tahun.

Saya akan mulai dari apa yang paling menjadi polemik, benih lobster yang dilarang tapi sering diexport secara ilegal adalah apa yang disebut lobster seed, dia adalah anakan lobster yang masih sangat kecil, dengan biji yang masih tranparan dan panjangnya hanya beberapa cm. Bukan yang sudah gede lho ya. Peraturan di Indonesia sendiri mengharuskan bibit ini diambil dari laut dengan panjang karapas 8cm atau setara 200gms berat lobster itu.

Gambarannya seperti ini, (foto saya ambil dari internet), ya, sebesar itu saja kalau dibandingkan dengan tangan orang dewasa

Jadi benih ini jauh di bawah aturan yang mengharuskan panjang karapas min 8cm atau dalam berat sekitar 200gms. Dan benih lobster ini adanya di laut (wild caught), tidak bisa dideder kaya udang, bandeng ataupun Lobster Air tawar (Crayfish).

Ada yang bilang bahwa yang ada di laut cuma 1% yang tumbuh dewasa karena satu indukan bertelur ratusan ribu. Iya benar. Terus masalahnya di mana? Karena sejak jaman dulu juga begitu, apa kemudian lobsternya jadi punah? Alam memberikan caranya sendiri untuk menjaga keseimbangannya.

Lalu kenapa untuk ditambak harus ambil yang lobster seed ini? Dan harus yang masih transparan seperti tadi? Karena survival rates untuk adapted ke lingkungan baru lebih besar dibanding yang sudah gede misalnya ukuran 100 atau 200 grams tadi. Rata rata berapa? masih 20 persenan.

Ini hal yang sangat umum dan diketahui oleh semua pembudidaya lobster baik Indonesia atau Vietnam. Kata kuncinya adalah, belum ada teknologi advance untuk budidaya ini dibanding budidaya aquaculture yang lain. 20% SR – survival rates sudah bagus. Dari 1000 misal, bertahan 200 ekor.

Yang namanya budidaya Lobster, jangan dipikir seperti budidaya udang, lele, bandeng, kerapu. Lobster ini rentan mati, sampai sekarang yang saya tau belum ada yang berhasil memindahkanya ke darat terus dibuat ekosistemnya persis seperti habitatnya di laut. Setahu saya begitu.

Kenapa harga lobster seed ini kenapa membumbung tinggi? Ya karena dilarang tadi, sehingga costnya membengkak di urusan non komersial.
Harganya: antara 20-30 sampai 50 ribu se ekor tergantung jenis dan cara pembeliannya, ada yang root ada yang dipisah berdasar jenis.

Terus satu kiriman berapa banyak? Ya puluhan ribu. Karena barangnya kecil, dipacking pun juga lebih banyak jumlahnya. Paling Mahal itu jenis Lobster mutiara. Paling murah Bambu. Transaksinya? Cuman bisa di pasar gelap. Transporternya? Juga gelap. Transitnya juga cuman bisa di singapore soalnya di singapore ini legal.

Harga lobster berapa? Yang sudah gede fluktuatif. Harga di hongkong, shanghai, singapore berubah-ubah. Kalau harga lokal berapa? Ini updatenya

Nah, Budidaya lobster itu uber-uberan dengan namanya SR, dan bukan perkara yang mudah. Temen saya bahkan harus hire 5 orang Vietnam untuk handle kolam apungnya. Emang orang kita gak bisa? Buktinya emang tidak. Kerjanya gimana emang? Ya mereka harus menyelam lama beberapa kali sehari.

Nyelem buat apa? Buat feeding dan cleaning. Lobster itu dikasih makannya musti sambil nyelem, kalo ditebar begitu saja dari atas ya gak dimakan, buang pakan. Ketergantungan mereka terhadap alam masih sangat tinggi. KIta berusaha, selanjutnya biar alam yang putuskan.

Lalu kenapa VIETNAM? Berhari-hari ini Vietnam tiba-tiba jadi primadona, juga jadi bahan pelampiasan kekesalan. Mana balbalan kita kalah lagi sama mereka. Komplet jadi musuh bersama karena dianggap sebagai penadah lobster selundupan dari kita ?

Faktanya memang mengejutkan. Dan banyak yang mungkin tidak tau. Saya akan mulai dari sini, ini koordinat nya, saya masih ingat waktu lihat bagaimana gilanya budidaya lobster di lokasi ini.

Coba buka koordinat google map ini 12.638191,109.356022 pake satelite view terus zoom sedekat mungkin. Coba hitung berapa banyak keramba mereka di Na Thrang itu. Hitung berapa kotak per keramba terlihat jelas di google map. Ribuan jumlahnya.

Di bagian lain Vietnam ada, tapi sedikit. Karena sentranya ada di kawasan Na Thrang ini. Terkonsentarsi di sini. Bayangkan juga sedimentasi dari semua pakan dan obat-obatan yang dipake terkumpul di teluk itu.

FYI, ikan patin Vietnam sudah mulai diban di beberapa negara. Lalu kenapa Vietnam terus membeli lobster seeds? Karena untuk mencukupi keramba yang ribuan tadi, tidak cukup disupply dari lokal mereka. Selain kita dari mana? Dari Philipines. Dengan cara sama, menyelundupkan.
Karena philipine juga dilarang sepeti kita.

Pertanyaannya apakah Vietnam jadi paling hebat dengan teknologi pembudidayanya? Tidak, sama saja. Yang membedakan adalah SDMnya, mereka kerja jauh lebih keras dibanding SDM kita. Mereka mampu menyelam lama dan telaten dalam memfeeding benih lobster tadi sampai menjadi dewasa.

Dan orang lokal kita tidak mampu mengikuti karena musti nyelam terus menerus tadi. Ekosistem alam laut tidak bisa kita kontrol semua parameternya, itu tantangan di budidaya lobster, termausk di Vietnam Sana.

Itu sekilas cerita yang saya tahu. Koordinat tadi juga karena saya pernah lihat secara langsung jadi ingat lokasi di google maps. Sudahlah biar saja lobster hidup di laut dan besar di laut. Masih banyak ikan lain yang bisa ditangkap dan dijual. KKP kaya gak ada urusan lain. Terus ada ide aneh, ya di Export terus nanti perjanjian disuruh kembalikan ke Indonesia. Ini ide teraneh yang saya tau.

BACA JUGA Surat Terbuka Untuk Pak Edhy Prabowo Soal Ekspor Benih Lobster dari Mahasiswa Perikanan atau tulisan Heru Cahyono lainnya. Follow Twitter Heru Cahyono.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version