Setelah Wisuda, Saya Memilih “Mengubur” Label Alumni UGM demi Mengejar Ketenangan Batin

Faktanya, Kuliah S2 Bukan Berarti Bakal Lancar Dapat Kerjaan, Dunia Kerja Beneran Nggak Peduli Ijazah! lulusan s2 ugm lulusan ugm

Faktanya, Kuliah S2 Bukan Berarti Bakal Lancar Dapat Kerjaan, Dunia Kerja Beneran Nggak Peduli Ijazah! (Pixabay.com)

Hampir empat tahun yang lalu, saya sudah menuntaskan masa studi sarjana di UGM. Ya, kini saya jadi alumni UGM. Masa-masa sulit selama masa studi, saya telah melewatinya. Terus terang, perayaan wisuda saya saat itu (tahun 2021) terlihat hambar karena pandemi Covid-19. Saya yakin para wisudawan saat itu juga merasakan hal yang sama seperti saya.

Seperti pada manusia lainnya, orang yang pernah kuliah di kampus bergengsi pasti bangga dan memamerkan capaiannya ke media sosial. Hal ini bertujuan agar memberi kesan gentar kepada orang yang pernah meremehkan dirinya sebelumnya. Peristiwa ini barangkali terjadi pada sebagian orang ya. Adapun alasan lain ialah sebagai bentuk apresiasi diri sendiri lantaran setelah menjalani masa studi yang sarat drama.

Menjalani masa-masa sulit pascakampus

Saya bersyukur dan bangga karena sudah pernah berkuliah di UGM. Praktis, saya juga bergabung menjadi bagian Keluarga Alumni Gadjah Mada (Kagama). Sudah menjadi rahasia umum, banyak alumni Kagama menduduki jabatan strategis. Mulai jadi birokrat, dosen, direktur BUMN, kepala daerah, menteri, hingga presiden. Pertanyaanya, bagaimana perasaan saya menjadi alumni UGM?

Jawabannya, saya tetap bangga, tetapi terasa biasa saja setelahnya. Jawaban ini tidak berarti saya menyangkal kualitas kampus dan alumni UGM. Saya menjawab pertanyaan ini memang saya tidak termasuk golongan yang menduduki jabatan strategis. Saya pun pernah bekerja di Jogja selama setahun setelah masa wisuda saya. Mulai jadi barista, pengajar bimbel, dan kurir kurma. Soal gaji? Anda tidak perlu tahu berapa nominalnya. Apalagi situasi saat itu masih PPKM. Sudah jelas betapa sulitnya mencari pekerjaan setelah pandemi melanda.

Tidak berhenti sampai di situ, saya juga melamar pekerjaan dan pernah ikut seleksi pegawai BUMN. Hitung-hitung ada ikhtiar lah agar tidak pasrah begitu saja. Saya tahu betul bekerja di BUMN dapat mendongkrak status sosial yang nyaris tenggelam akibat pengangguran. Namun, takdir berkata lain. Puncaknya pada tahun 2024, saya mengikuti seleksi CASN di tengah keputusasaan dan ketidakpastian yang menimpa. Alhamdulillah saya berhasil melewati masa-masa sulit saat itu.

Baca halaman selanjutnya

Beban moral yang menggunung

Beban moral yang menggunung sebagai alumni UGM

Selain memiliki kebanggaan yang pantas dirayakan, menyandang alumni UGM juga menanggung beban moral yang besar. Pasalnya orang awam, sudah tahu bagaimana kualitas mahasiswa dan alumni UGM itu. Semisal oknum mahasiswa dan/atau alumni terjerat kasus pelanggaran etika dan hukum, masyarakat tidak pikir panjang mengkritik kampus dan pelaku tersebut. Semua kena getahnya.

Beban moral di sini bermakna bagaimana insan dapat menjaga etika, sikap, dan integritas. Pihak kampus tentu berasumsi baik bahwa para wisudawan sudah dewasa dan mampu beradaptasi ketika hidup bermasyarakat.

Saya menyadari betapa beratnya menjadi alumni kampus ternama itu. Orang akan menaruh ekspektasi tinggi kepada lulusan UGM karena dianggap memiliki kedalaman ilmu dan berperilaku baik. Pendek kata, orang itu berbeda dari kelompok mayoritas.

Saking takutnya, saya melepas label alumni UGM dan menjadi orang biasa pada umumnya. Tujuannya demi kebaikan diri sendiri. Sikap ini terjadi karena saya takut gagal memberikan yang terbaik untuk masyarakat. Perasaan ini wajar terjadi karena belum menemukan peran yang sesuai. Semua orang juga pernah mengalaminya.

Demikian, alasan saya memilih menyembunyikan atribut UGM ketika menjalani hidup bermasyarakat. Namun, semisal lawan bicara kepo dengan asal kampus saya, saya jawab apa adanya. Urusan antusias atau tidaknya menjadi hak lawan bicara. Saya tetap berkomitmen menjadi low profile walaupun capaian hidup saya dianggap melangit.

Penulis: Genta Ramadhan
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Lulusan S2 UGM atau Tidak, Semua Bakal Kesulitan Bertahan Hidup di Jogja kalau Tidak Punya Strateginya

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version