Saya Kecewa Berat dengan Kang Emil

Saya Kecewa Berat dengan Kang Emil (Pixabay.com)

Saya Kecewa Berat dengan Kang Emil (Pixabay.com)

Sebagai warga Jawa Barat, sosok Kang Emil, sudah mendapat perhatian khusus dari saya, sejak masa remaja. Waktu itu, beliau dikenal sebagai pemimpin daerah (saat masih menjabat menjadi Walikota Bandung) yang inovatif dan interaktif di media sosial Twitter. Sangat jauh berbeda dengan gambaran pemimpin daerah pada saat itu, yang kolot dan cenderung gaptek.

Sayangnya, beberapa waktu belakangan, Kang Emil bikin saya kecewa. Ah, mungkin kurang tepat kata-kata saya ini. Yang lebih tepat adalah Kang Emil membuat saya sangat kecewa.

Kekecewaan pertama saya kepada Kang Emil di beberapa waktu belakangan, terkait pernyataan Kang Emil dalam sambutannya pada acara Musyawarah Kerja Wilayah (Mukerwil) PWNU Jawa Barat di Pondok Pesantren Al Muhajirin II Purwakarta. Pada acara tersebut, Kang Emil menyatakan bahwa selama empat tahun dia menjabat sebagai Gubernur, beliau sudah menggelontorkan anggaran sebanyak 1 triliun kepada elemen NU Jawa Barat.

Pernyataan tersebut, menjadi perbincangan hangat dalam internal PWNU Jawa Barat. Sebab pasalnya, menurut pihak PWNU Jawa Barat, jumlah bantuan dari Pemprov Jawa Barat selama Kang Emil menjabat, bukan sebanyak itu. Tepatnya, hanya 2,4 miliar saja per tahun.

Sebagai warga nahdliyin asal Jawa Barat, tentu saya kecewa dengan pernyataan Kang Emil yang menjadi bola panas tersebut. Walaupun pada akhirnya, Kang Emil sudah mengklarifikasi pernyataan itu ke PWNU Jawa Barat. Ternyata, anggaran 1 triliun bukan diberikan kepada ormasnya (PWNU Jawa Barat), melainkan kepada masyarakat yang terafiliasi dengan NU.

Puncak kekecewaan saya terjadi kemarin, saat Ridwan Kamil melalui akun instagram pribadinya, memposting kritikan dari seorang netizen terhadap pembangunan Masjid Al Jabbar yang menggunakan dana APBD. Saya nggak mau terlalu membahas kebijakan pembangunan masjid tersebut, sebab pasalnya, sudah ada pengamat kebijakan publik dan ahli agama yang memiliki pandangan terhadap pembangunan masjid dengan menggunakan dana APBD yang jumlahnya fantastis. Masuk akal atau tidak, perlu atau tidak, saya nggak mau komentar.

Saya mau membahas cara Kang Emil merespon kritikan tersebut. Kang Emil, memposting kritikan tersebut dan menjawab kritikannya melalui Instagram pribadi dan ngetag akun sang pengkritik. Bukan dengan cara-cara yang lebih elegan, seperti misalnya menyampaikan data dan fakta dalam bentuk infografis terkait pendanaan pembangunan Masjid Al Jabbar. Atau membuat Twitter spaces untuk menjawab hal-hal yang dipersoalkan oleh si pengkritik, mengingat kritikannya disampaikan di Twitter, bukan Instagram.

Kalau dengan cara yang sekarang, si pengkritik dan publik kurang mendapatkan penjelasan yang terang dan jernih terkait pembangunan Masjid Al-Jabbar. Yang ada, si pengkritik malah mendapatkan perundungan online secara beramai-ramai oleh oknum fans berat Kang Emil di Instagram. Fyi, saya nggak bermaksud membela si pengkritik, saya juga nggak kenal secara personal dengan sang pengkritik.

Hanya saja, saya nggak mau kejadian ini terulang kembali kepada orang lain. Jika ada netizen yang kritik dibalas atau dijawab dengan cara-cara begini, akan membuat netizen lain, jadi pada takut untuk mengkritik kebijakan pemimpin daerahnya. Niatnya mau memberi masukan, malah jadi bahan keroyokan.

Selain itu, menurut saya pribadi, si pengkritik sama sekali nggak menyerang personal Kang Emil. Murni yang dikritik adalah kebijakan Kang Emil sebagai Gubernur Jawa Barat. Makanya, saya nggak nemu salahnya si pengkritik itu apa, bisa banget lho masalah ini diselesaikan secara elegan.

Hati saya makin tersayat-sayat, setelah melihat akun centang biru (artis) yang seolah-olah membela mati-matian Kang Emil. Mungkin mereka terlalu lama tinggal di menara gading, sehingga mereka nggak tau masalah masyarakat Jawa Barat yang sesungguhnya. Ditambah, ada jejak digital di twitter yang menunjukan bahwa si pengkritik dengan Kang Emil sempat akrab pada media sosial tersebut, beberapa tahun lalu. Kepada netizen yang kenal saja berani bertindak sampai begitu, apalagi ke masyarakat kecil seperti saya?

Sekali lagi, saya tak mempermasalahkan proyek masjid secara spesifik. Pembangunan tersebut, tepat atau belum, saya kira sudah melalui banyak pertimbangan. Tapi, saya benar-benar kecewa dengan Kang Emil, yang menanggapi kritikan dengan begitu tak elegan. Dan ini tentu saja mengkhianati demokrasi, hal yang selalu digaungkan oleh orang-orang yang justru tak mau mendengarkan kritik.

Penulis: Ahmad Arief Widodo
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Menunggu Jakarta Menjadi Atlantis di Bawah Ridwan Kamil dan Fahira Idris

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.
Exit mobile version