Sudah sejak lama saya menggunakan Microsoft Office. Bahkan, sejak saya mengenal dunia ketik-mengetik menggunakan keyboard yang suaranya cetak-cetuk. Anggaplah saya memulainya sejak 2006 hingga kemudian di akhir 2020 saya memutuskan beralih ke Libreoffice. Berat memang, apalagi Microsoft Office yang telah menemani sampai saya lulus dan menjadi perantara mengenal si dia.
Fitur dan gocekan Microsoft Office memang tidak ada duanya. Apalagi setiap versinya memberikan fitur yang lebih canggih dan menggoda. Ini cukup meningkatkan produktivitas saya dalam melakukan pekerjaan. Sayangnya, semua itu berubah ketika saya tahu ternyata laptop jadul saya sudah tidak kuat menahannya. Begitu juga isi kantong yang tak jarang meronta-meronta melihat biaya berlangganan workstation satu ini.
Sebenarnya, bertemu dan menggunakan Libreoffice juga bukan sesuatu yang romantis. Sebelum menggunakan Libreoffice, saya menggunakan Google Workspace. Namun, karena dua tiga alasan akhirnya saya memutuskan untuk lebih banyak menggunakan Libreoffice sebagai teman perjuangan.
Fitur Libreoffice yang hampir sama dengan Microsoft Office adalah alasan utama. Walaupun ada banyak hal yang rasanya masih nyaman dengan sang mantan, untungnya sekarang sudah mulai bisa menerima kenyataan. Bahwa setiap aplikasi memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Terlebih, kita perlu memahami bahwa berpindah ke sesuatu yang baru butuh pengorbanan. Pengorbanan tentang waktu untuk lebih banyak belajar.
Libreoffice merupakan sebuah software yang sifatnya open source. Free atau gratis untuk menggunakannya. Ini menyelamatkan kantong apalagi di akhir bulan. Menariknya lagi, software satu ini kompatibel dan mampu membaca file dari aplikasi lain, Microsoft Office misalnya.
Libreoffice dikembangkan oleh The Document Foundation (TDF). Organisasi ini berkeyakinan tentang sebuah software yang terbuka tanpa terhalang oleh apa pun dan siapa pun. Oh ya, secara harfiah pun arti Libreoffice punya semangat yang sama. Libre dalam bahasa Spanyol atau Prancis adalah bebas dan office dalam bahasa Inggris artinya kantor.
Libreoffice terdiri dari beberapa aplikasi persis seperti Microsoft Office. Beberapa aplikasi tersebut seperti Writer, Calc, Impress, Math, Draw, dan Base. Writer seperti halnya Microsoft Word yang bisa kita gunakan untuk melakukan produktivitas berbasis teks. Calc mirip dengan Microsoft Excel yang fungsinya hampir sama, seperti tabel, rumus fungi, diagram, dan beberapa pekerjaan lainnya. Impress memiliki fungsi yang sama seperti Power Point, yaitu digunakan untuk presentasi. Draw memiliki fungsi untuk membuat grafik vektor, diagram, dan fungsi lainnya. Base memiliki fungsi yang hampir serupa Microsoft Access sebagai basis data rasional. Terakhir, Math memiliki fungsi untuk membuat dan menyusun formula matematika.
Ada lagi yang membuat saya kaget tentang Libreoffice. Di Libreoffice ternyata juga bisa export ke PDF. Satu fitur yang menurut saya memudahkan tanpa perlu membutuhkan aplikasi lain untuk melakukannya. Ditambah dengan komunitas pengembang aplikasi yang cukup aktif setiap bulannya.
Fitur dan kemudahan ini tentu membuat bahagia. Selain menghemat pengeluaran juga tidak perlu lagi kucing-kucingan dengan aktivasi software setiap ada pembaharuan aplikasi. Tidak perlu lagi ketakutan tentang software bajakan yang sering membawa malware atau virus saat di-download dan di-install. Sangat disayangkan, bukan? Kalau data-data penting di komputer atau laptop kita ternyata terkena virus yang entah apakah bisa diselamatkan atau tidak.
Jadi, apakah kamu masih ragu untuk menggunakan Libreoffice sebagai teman kamu dalam bekerja? Semoga setelah membaca tulisan ini tidak, ya. Kalau kamu memang pengin pindah dan menggunakan software yang open-source, semangat. Memang butuh waktu untuk mempelajarinya. Namun, tenang saja semua itu adalah proses yang perlu kita lalui demi kebaikan di masa datang.
Sumber Gambar: Unsplash