Satria Dewa: Gatotkaca Ternyata Film Superhero?

Satria Dewa Gatotkaca Ternyata Film Superhero Terminal Mojok

Satria Dewa: Gatotkaca Ternyata Film Superhero? (Shutterstock.com)

Setelah melewati berbagai halangan dan terkendala pandemi, akhirnya Indonesia kedatangan satu lagi film superhero. Satria Dewa: Gatotkaca resmi tayang di bioskop sejak 9 Juni lalu. Dari namanya saja kita bisa melihat bahwa film ini akan mengambil dasar cerita dari kisah Mahabharata. Saya datang menonton tanpa banyak ekspektasi berlebih, tapi jujur: saya terkesan.

Saya tidak akan banyak berbicara tentang review film ini karena sudah banyak yang melakukannya. Di kesempatan ini saya akan bercerita tentang pergolakan batin saya dan usaha tabayyun dalam menentukan apakah film ini merupakan film superhero.

Bila berbicara tentang cerita Mahabharata, kisah ini sudah disajikan melalui beragam media berbeda. Mulai dari pementasan wayang, adaptasi komik, hingga drama serial. Tentunya muncul beragam pembacaan dan visualisasi baru seiring dengan banyaknya adaptasi tersebut. Tapi, Satria Dewa: Gatotkaca melakukan hal yang berbeda.

Sinema besutan Hanung Bramantyo ini menempatkan cerita Mahabharata sebagai sebuah cerita di masa lalu. Sebuah dongeng yang mulai dilupakan oleh masyarakat masa ini. Tapi siapa sangka, rupanya sisa api perseteruan Pandawa dan Kurawa diwariskan hingga sekarang melalui gen. Pembacaan baru (yang sebenarnya tidak baru-baru banget) juga dilakukan di film ini dengan menempatkan Pandawa yang tidak selalu baik dan Kurawa yang tidak selalu buruk.

Sedikit konteks bagi yang belum menonton film ini dan kebetulan tidak mengikuti cerita pewayangan. Mahabharata, bila saya harus menjelaskan dengan singkat, berpusat pada pertempuran besar yang terjadi antara kubu Pandawa dengan Kurawa yang disebabkan oleh konflik hak atas takhta Hastinapura. Tentunya epos ini lebih dari sekadar itu, yang sayang sekali tidak dapat saya rangkum di tulisan ini.

Dengan premis cerita seperti itu, saya langsung teringat Percy Jackson & the Olympians, seri novel karya Rick Riordan yang juga diadaptasi menjadi sebuah film. Dikisahkan Percy Jackson adalah seorang demigod, putra dari Dewa Laut Poseideon dengan manusia biasa bernama Sally Jackson. Siapa sangka ternyata dewa-dewa Yunani benar-benar ada dan masih eksis hingga sekarang.

Oleh karena itu pada awalnya sangat sulit bagi saya untuk menerima kenyataan bahwa Satria Dewa: Gatotkaca adalah sebuah sinema superhero. Lantaran adaptasi dari cerita mitologi tentunya berbeda dengan cerita-cerita superhero yang selama ini kita kenal.

Dengan premis cerita yang sudah saya jelaskan tadi, maka jelas sumber kekuatan di film ini—dan film-film yang akan datang—berasal dari gen Pandawa atau gen Kurawa yang dimiliki tokoh-tokohnya. Atau, bisa jadi akan ada tokoh yang menerima anugerah langsung dari para dewa seperti Aswatama yang menjadi musuh utama di film ini.

Sementara itu, semesta superhero biasanya memiliki banyak superhero dengan asal kekuatan yang beragam dengan keunikan masing-masing. Lihat saja di Marvel dengan Spiderman yang mendapat kekuatan dari gigitan laba-laba radioaktif dan Captain America yang menjadi manusia super berkat suntikan serum.

Sikap penyangkalan saya terutama muncul ketika ada yang memberi kritik dengan membandingkan film ini dengan film superhero lainnya. “Konsepnya beda, Bos,” begitu pikir saya. Saya lalu teringat pesan guru saya untuk melakukan tabayyun sebelum bereaksi. Dengan riset yang tidak terlalu mendalam, akhirnya saya dengan berat hati mengakui film ini sebagai sebuah film superhero. Begini alasannya:

Pertama, saya lupa ada yang namanya X-Men, sebuah semesta superhero yang isinya manusia-manusia super berkat X-gene dalam dirinya. Gen Pandawa dan gen Kurawa ternyata tidak bisa menjadi pembenaran bahwa ini bukan film superhero.

Kedua, kekuatan sebagai berkah dan kutukan. Dalam banyak semua cerita superhero, terutama di film pertamanya, kebanyakan berkutat pada perjalanan tokoh utama menerima kekuatannya dan menggunakannya untuk kepentingan orang banyak. Tak jarang tokoh utama mendapat banyak masalah karena kekuatannya itu. Kekuatan memang merupakan berkah dan kutukan.

Begitu pula yang terjadi dengan Yuda, tokoh utama di film ini yang ternyata mewarisi gen dari Gatotkaca. Karena gen tersebut hidupnya banyak dirundung masalah. Sabar-sabar, ya, Mas.

Ketiga, supervillain. Semua pahlawan super butuh musuh yang setara karena tanpa musuh ceritanya jadi hambar. Ya siapa sih yang betah nonton jagoan dengan kekuatan sakti berantem sama kroco-kroco. Di film Satria Dewa: Gatotkaca, peran musuh utama dimainkan oleh Aswatama.

Dia adalah seorang tokoh Mahabharata yang dulu bertarung di pihak Kurawa. Karena tindakannya, dia dihukum oleh Krisna hingga hari ini. Konflik di film ini dipicu oleh usaha Aswatama meloloskan diri dari kurungannya. Berhasilkah Yuda yang masih newbie untuk menghentikannya?

Keempat, kostum dan nama superhero. Asli, deh, poin ini ternyata yang paling penting. Satu hal penting yang membedakan Semesta Satria Dewa dengan dunia Percy Jackson adalah kostum. Awalnya saya berpikir dengan alasan-alasan di atas harusnya semua demigod di novel Percy Jackson adalah superhero, tapi kan bukan, mereka masih jadi diri mereka sendiri.

Peran penting kostum adalah memberi identitas baru kepada si superhero. Identitas ini juga berfungsi sebagai penyamaran. Kita melihat Bruce Wayne dengan Batman sebagai sosok yang berbeda. Bahkan bagi Clint Barton yang kostumnya terlihat seperti pakaian biasa pun tetap terlihat sebagai Hawkeye bila sedang bertugas.

Aksi berantem menggunakan kostum di film Satria Dewa: Gatotkaca sebenarnya sudah sangat memukau, tapi tolong lah Mas Hanung, besok-besok bisa diterangin pencahayaanya.

Mungkin masih banyak lagi aspek yang bisa dibahas, tapi empat poin tadi sudah cukup menggambarkan bahwa sesungguhnya memang ini adalah film superhero. Saya sendiri setuju bahwa banyak yang bisa ditingkatkan dari film Satria Dewa: Gatotkaca. Tapi, film ini masih sangat layak untuk ditonton. Bila dibandingkan dengan Gundala yang tayang tahun 2019 lalu, cerita di film ini terasa lebih ringan.

Bahasan seputar cerita Mahabharata yang dirasa terlalu rumit bisa diabaikan tanpa mengganggu pemahaman atas ceritanya. Mungkin nanti akan bingung sedikit, tapi di akhir film bakal terjawab, kok. Yang jelas Semesta Satria Dewa telah hadir memberi warna baru pada industri film Indonesia dan industri film superhero.

Penulis: Lentera Fajar Muhammad
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Film Ngeri-ngeri Sedap, Relatable dengan Keluarga Indonesia.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.
Exit mobile version