Sate Klatak Pak Jede Jogja, Sate Klatak Paling Enak di Lidah Orang Semarang

Sate Klatak Pak Jede Jogja, Sate Klatak Paling Enak di Lidah Orang Semarang

Sate Klatak Pak Jede Jogja, Sate Klatak Paling Enak di Lidah Orang Semarang (Danangtrihartanto via Wikimedia Commons)

Dari sekian banyak warung sate klatak yang ada di Jogja, orang Semarang kayak saya menobatkan Sate Klatak Pak Jede sebagai yang terenak~

Sebagai orang Semarang yang lumayan sering bolak-balik Jogja, saya akui sate klatak adalah salah satu alasan yang bikin kangen kembali ke Kota Pelajar. Namun, kalau bicara soal kuliner Jogja yang satu itu, orang luar Jogja biasanya langsung tertuju ke dua nama besar penjaja sate klatak. Lebih-lebih, mereka yang menyandang status turis.

Kalau tidak buru-buru menyerbu Sate Klatak Pak Bari yang popularitasnya makin melejit setelah tampil di film AADC 2, wisatawan lumrahnya menyambangi Sate Klatak Pak Pong yang memang legendaris dan usianya terbilang paling tua. Saya nggak bilang keduanya jelek. Tentu mereka punya cita rasa oke punya sehingga bisa bertahan sampai sekarang.

Namun, karena saya pernah cukup lama tinggal di Jogja dan familier dengan sejumlah kulinernya, saya punya warung sate kesayangan lain yang nggak kalah enak. Memang, soal rasa itu sifatnya personal. Akan tetapi, setelah mencicipi sana-sini, lidah orang Semarang ini nggak ragu lagi menempatkan Sate Klatak Pak Jede di kasta tertinggi.

Nggak perlu jauh-jauh tahan lapar karena ada di tengah kota

Sejujurnya, alasan pertama kenapa Sate Klatak Pak Jede menang di hati saya itu klise dan personal banget. Dulu, kalau saya ngidam sate klatak, wajib hukumnya ngesot jauh-jauh ke Bantul dari Sleman. Perjalanan panjang dengan motor itu sudah melelahkan. Belum lagi perut sudah keburu meronta-ronta lapar.

Sialnya, sesampainya di sana saya kadang masih harus antre cukup lama. Soalnya, warung sate yang saya kunjungi memang sudah lama populer. Sesungguhnya, sampai makanan tersaji di meja, lidah saya sudah nggak bisa objektif lagi. Pokoknya yang penting kenyang. Bukannya menikmati, saya malah makan seperti orang kesetanan.

Nah, Sate Klatak Pak Jede ini beda. Warungnya ada di Jalan Nologaten yang terbilang masih di area perkotaan sehingga gampang sekali dijangkau meski naik motor. Jarak yang nggak terlalu jauh bikin perut saya nggak tersiksa. Praktis, penilaian lidah saya jadi lebih jujur dan murni.

Selain lokasi, warung ini juga menawarkan kenyamanan yang sering diremehkan penjual lain. Buat saya, itu adalah parkiran luas, area makan bersih, kipas angin menyala semua, dan kamar mandi yang kinclong. Sederet faktor ini nyatanya penting banget bagi pelanggan. Dengan begitu, pengalaman makan sate jadi makin menyenangkan.

Konsepnya sama, tapi Sate Klatak Pak Jede punya cita rasa yang bikin penasaran

Secara konsep, Sate Klatak Pak Jede sama, yaitu daging ditusuk dengan jeruji besi dan dibakar. Namun ada sentuhan unik yang bikin saya candu dan terus ingin balik ke sana. Dagingnya empuk, saya yang pakai kawat gigi ini saja nggak kesulitan mengunyahnya.

Selain itu bumbunya meresap. Paling juara aroma asapnya yang kentara sekali. Padahal nggak ada daging yang terlihat gosong. Menurut saya, rasanya agak mirip bumbu sate taichan. Sederhana, gurih, dan ada aroma bawang putih yang kuat. Namun justru inilah yang bikin rasa autentik daging kambing mudanya nggak tertutupi bumbu.

Satu lagi yang tak kalah penting dari Sate Klatak Pak Jede, satenya full daging tanpa lemak. Tekstur daging yang juicy dan bebas dari bau khas kambing bikin sate ini cocok dimakan sendiri atau dengan nasi putih hangat. Kuah bening pendamping yang disajikan bersama sate juga jempolan.

Kuahnya memang berwarna kekuningan dan ada sedikit aroma rempah halus. Mengejutkannya, kuah gurih tersebut terasa lembut di kerongkongan, nggak ada sensasi nyegrak. Bahkan, keberadaan kuah bening ini pas sekali buat menyempurnakan dan menetralisir rasa asin dari sate.

Paling cocok di hati

Porsinya memang nggak banyak. Fakta ini yang kemudian bikin beberapa orang berpikir harganya mahal. Apalagi Jogja kental dengan citra murah meriah. Namun kalau sudah niat kulineran, sudah semestinya siap-siap anggaran. Lebih-lebih kalau pesan porsi tambahan gara-gara ketagihan.

Petualangan mencicip sate klatak bagi orang Semarang seperti saya ini ternyata membawa satu kesimpulan. Yang paling cocok di hati, belum tentu yang sering diomongkan orang atau sukses nampang di film terkenal. Buktinya, ritual makan sate klatak Jogja bagi saya justru berjodoh di warung Sate Klatak Pak Jede.

Penulis: Paula Gianita Primasari
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Tips Aman Menikmati Sate Klatak, Makanan Khas Jogja yang Turun dari Surga.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version