Pemberontakan tidak melulu bicara soal kekerasan, aksi masa, dan perebutan kekuasaan. Dalam lingkup yang lebih kecil, makanan pun bisa menjadi simbol pemberontakan. Bagi saya, makanan itu adalah sate kambing.
Bukan pemberontakan terhadap sistem atau kondisi sosial, tetapi pemberontakan terhadap diri sendiri. Mungkin ada yang mempertanyakan kaitan antara sate kambing dan pemberontakan, dan mungkin ada yang menganggap ini tidak nyambung. Ya silakan saja, tetapi paparan saya di bawah ini mungkin akan menjawab semuanya.
Sate kambing, seperti kita tahu, adalah makanan “dari surga” yang kaya akan rasa dan gizi. Daging kambingnya sendiri, kandungan kalorinya sedikit, berprotein tinggi, dan rendah lemak. Ada zat besi, vitamin B12, fosfor, dan selenium.
Manfaat lainnya? Membantu pembentukan otot, mencegah anemia, menjaga kesehatan tulang, sumber energi, dan meningkatkan kekebalan tubuh. Itu kandungan baiknya. Kandungan buruknya, bisa membuat darah tinggi, dan menaikkan kolesterol.
Saya memang sengaja mau maparkan kandungan baik dari daging kambing terlebih dahulu, karena selama ini orang menganggap daging kambing, tertutama kalau sudah berbentuk sate, punya anggapan buruk dan berbahaya. Yang menjadi highlight dari makanan ini biasanya adalah darah tinggi dan kolesterlnya.
Jarang sekali orang menggembar-gemborkan kandungan baik dari sate kambing. Ya tidak heran, sih, namanya juga makanan enak dari surga, pasti ada saja yang mau menjegalnya.
Nah, kembali lagi soal sate dan pemberontakan, makanan ini adalah bentuk, alat, dan target pemberontakan kecil pada diri sendiri. Tidak sedikit orang yang suka sekali dengan sate kambing, namun terhalang oleh ancaman darah tinggi atau kolesterol. Mereka akan selalu cari cara untuk memberontak pada diri sendiri agar bisa makan sate kambing.
Saya misalnya, mempunyai darah tinggi yang sebenarnya sudah jelas dianjurkan untuk tidak makan sate kambing. Tapi mau bagaimana lagi, lha wong menu ini ada di tiga teratas makanan favorit saya. Walhasil, saya masih tetap bisa makan, walaupun maksimal hanya lima tusuk.
Lebih dari itu, bersiaplah dengan kepala berkunang-kunang. Padahal saya sudah mengakali dengan makan timun yang katanya bisa bikin darah turun, kok ya masih saja kalah.
Orang tua saya bahkan rela ngoceh agar saya berhenti makan sate kambing. Makanya, saya tidak pernah makan sate kambing di rumah. Terlalu berisiko. Saya selalu makan sate kambing di luar, itu pun harus ada teman. Jadi, satu porsi (10 tusuk sate) bisa dibagi dua.
Saya kadang menyesalkan, mengapa harus berhadapan dengan dua pilihan berat dalam hidup. Makan sate kambing dan bahagia lalu darah tinggi, atau tidak makan dan tidak bahagia, lalu sehat-sehat saja. Tentu ini pilihan terberat dalam hidup.
Belum lagi di akhir bulan ini ada Hari Raya Idul Adha. Pastinya, akan cukup banyak daging di rumah, apalagi kambing. Selain itu, tawaran untuk “nyate” juga banyak sekali. Tentu saya akan “nyate” di luar rumah, karena sudah jelas orang tua saya tidak akan membuatkan sate kambing untuk saya.
Maka dari itu, Idul Adha tahun ini, saya berencana untuk “memberontak kepada diri sendiri”. Saya akan menaikkan standar saya. Lima tusuk jelas kurang, dan saya harus menantang diri untuk lebih baik. Target minimal saya adalah sepuluh tusuk. Semoga saya baik-baik saja setelah pemberontakan nanti.
Inilah yang dimaksud dengan pemberontakan pada diri sendiri. Orang-orang seperti saya, yang suka sekali dengan sate kambing, tetapi terhalang oleh beberapa ancaman penyakit, tentu berpikiran yang sama. Bagaimana caranya supaya bisa makan, tetapi penyakitnya tidak datang dan mengancam.
Ya inilah pemberontakan kecil namun sangat berat. Kita sedang melawan sistem dalam tubuh yang tidak menguntungkan dan mengancam kebahagiaan. Saya kadang merasa miris dengan diri saya sendiri. Usia masih 23 tahun, tetapi sudah dihadapkan dengan kenyataan pahit seperti ini.
Saya yakin, banyak orang yang tersiksa dengan larangan ini karena penyakit darah tinggi atau kolesterol ini. Maka dari itu, saya menyerukan pemberontakan meskipun punya darah tinggi atau kolesterol.
Tapi ingat, jangan berlebihan juga. Pemberontakan ini tujuannya untuk menaikkan standar minimal tusuk. Kalau berlebihan dan tidak tahu batas, ya silakan ambruk sendiri.
BACA JUGA Mixtape untuk para BuzzerRp Pendukung Omnibus Law dan tulisan Iqbal AR lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.