Sambal Terasi, Bukti Masyarakat Indonesia Permisif terhadap Hal-hal “Busuk” Selama Itu Bikin Bahagia

Sambal Terasi, Bukti Masyarakat Indonesia Permisif terhadap Hal-hal "Busuk" Selama Itu Bikin Bahagia

Sambal Terasi, Bukti Masyarakat Indonesia Permisif terhadap Hal-hal "Busuk" Selama Itu Bikin Bahagia (Cun Cun via Wikimedia Commons)

Kalau boleh bilang, salah satu kekayaan gastronomi Indonesia yang seharusnya bisa mendunia adalah sambal terasi. Harus diakui bahwa saat ini pamor sambal ini masih kalah dari makanan Indonesia lain seperti nasi goreng atau rendang. Bahkan sambal terasi sendiri kadang juga masih kalah pamor dengan varian sambal-sambal lain seperti sambal bawang, sambal matah, atau sambal hijau. Ya meskipun sambal ini tetap jadi salah satu yang favorit, sih.

Di Indonesia, terutama di daerah Pulau Jawa dan sekitarnya, tak susah menemukan sambal ini. Di banyak tempat makan, terutama tempat makan penyetan atau lalapan pasti ada sambal terasi. Bahkan sambal ini juga sudah seakan menjadi satu komoditas yang bisa jadi oleh-oleh atau bingkisan. Lihat saja, ada banyak merek-merek yang menjual sambal ini dalam bentuk kemasan, baik itu kemasan botol atau kemasan sachet.

Dan seperti nasib sambal-sambal yang lain, sambal terasi ini laris manis. Sepertinya kita nggak pernah dengan ada kabar bahwa sambal terasi ini nggak laku atau ditinggalkan. Lidah-lidah kita orang Indonesia masih suka menerima belaian pedas-asam khas sambal ini. Ya meskipun sambal ini cukup menciptakan dikotomi di masyarakat kita. Ada yang suka banget, ada yang benci banget.

Kenikmatan sambal terasi itu tiada duanya

Kalau boleh mengibaratkan, sambal terasi ini agak mirip dengan durian. Bagi sebagian orang, bau sambal ini nggak enak. Tidak sedap bahkan. Selesai makan pun, aromanya pasti masih melekat di tangan, meskipun sudah kita cuci dengan sabun. Selain itu, penggemar sambal terasi itu kontras sekali, antara yang suka banget atau yang benci banget.

Saya bisa maklum mengapa ada orang yang benci dengan sambal ini. Baunya nggak sedap, rasanya juga terlalu kuat dan tajam. Benar-benar mirip durian. Tapi, sebagai pencinta sambal terasi, saya juga harus tetap membela apa yang saya cintai. Bahwa meskipun dianggap baunya nggak enak dan rasanya terlalu kuat serta tajam, sambal ini nikmatnya luar biasa. Bahkan kenikmatan sambal ini tuh tiada duanya. Sambal terasi itu paduan yang nyaris sempurna sebagai bagian dari makanan. Saya akan coba jelaskan.

Dua elemen dalam sambal ini punya kekhasan sendiri. Sambal adalah sebuah olahan yang berasal dari cabai rawit, bawang putih dan merah, serta bumbu penyedap. Sambal saja sebenarnya sudah enak, setidaknya sudah cukup untuk memuaskan hasrat pedas kita. Pedasnya dapat, gurihnya dapat. Tapi, kehadiran terasi ini membuat rasanya makin sempurna.

Terasi, dengan aroma dan rasa yang kuat, tajam, dan khas, membuat rasa dalam sebuah sambal menjadi lebih pekat dan medhok. Khazanah rasa dalam sebuah sambal akan bertambah kaya dengan adanya terasi. Sambal yang tadinya hanya pedas dan gurih, akan terasa lebih nikmat dengan adanya rasa khas ikan/udang dari terasi. Apalagi kalau terasinya dibakar dulu sebelum dicampur dengan sambal. Makin nikmat itu.

Lalu sambal terasinya dimakan dengan nasi panas, ayam/ikan goreng, tahu dan tempe, serta berbagai sayur lalapan. Wah, saya bisa jamin bahwa sepiring nasi tidak akan cukup. Pasti ada hasrat untuk nambah nasi lagi. Kalau mau cari apa itu definisi kenikmatan duniawi, maka sambal terasi lah jawabannya. Mudah, nggak ribet, nikmat pula.

Kita memang harus permisif terhadap bau-bau tidak sedap

Terlepas dari kenikmatan sambal terasi, saya bisa maklum mengapa ada banyak orang yang tidak suka. Alasan paling kuat mengapa mereka tidak suka adalah karena bau dan rasanya yang menyengat tajam. Lagi-lagi, fenomena sambal terasi ini mirip sekali dengan bagaimana respons orang-orang terhadap durian.

Orang yang benci mungkin juga akan heran melihat kita yang suka sekali dengan sambal terasi. Kok bisa sih kita suka dengan makanan yang aroma dan rasanya menyengat. Mungkin itu pertanyaan mereka. Mudah sekali menjawabnya, bahwa kita memang kerap permisif dengan hal-hal yang berbau menyengat atau bahkan busuk.

Harus diakui bahwa bau terasi itu bisa dibilang busuk. Mirip bau kaos kaki yang lima tahun tidak diganti dan dicuci. Tapi nyatanya terasi bukan satu-satunya sesuatu yang berbau busuk yang kita sukai. Ada pete, jengkol, rebung, ikan asin, hingga bawang putih. Meski baunya bisa dibilang tidak sedap atau busuk, masih banyak yang suka dengan bahan makanan itu.

Lalu mengapa kita bisa permisif dengan bau-bau seperti ini? Ya salah satu alasannya karena enak. Terasi, pete, jengkol, rebung, hingga ikan asin itu rasanya enak meski baunya menyengat. Apalagi kalau dipadukan dengan makanan lain seperti nasi hangat dan sambal, pasti akan jadi paduan rasa yang sempurna.

Rakyat Indonesia peduli rasa, bukan aroma

Selain itu, kita orang Indonesia ini nggak serta merta benci makanan karena baunya, kok. Kalau baunya nggak enak tapi rasanya enak, pasti masih banyak yang suka. Kita juga jago untuk mengolah bahan makanan yang baunya busuk hingga jadi makanan yang baunya tidak busuk dan rasanya enak. Kayaknya, bagi orang Indonesia itu yang penting rasa, bukan bau. Kalau baunya nggak enak tapi rasanya enak, pasti masih banyak yang suka. Kalau sekadar bau mah nggak jadi masalah bagi orang Indonesia. Sambal terasi sudah membuktikannya, kok.

Jadi, kapan kita nyambal terasi bareng? Sambil nyambal, sambil membicarakan masa depan kita gitu? Eh…

Penulis: Iqbal AR
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Mengintip Kepribadian Orang dari Jenis Sambal Kesukaannya

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version