‘Rurouni Kenshin: The Final’, Live Action Terbaik yang Dibuat Persis Anime Aslinya

rurouni kenshin_ the final samurai x mojok

rurouni kenshin_ the final samurai x mojok

Saya hampir selalu pesimis ketika ada beberapa anime terbaik atau yang menjadi favorit, digarap versi live action-nya. Tanpa maksud tidak menghargai usaha dan kerja keras tim pra dan pasca produksi pembuat film tersebut, entah kenapa, sampai dengan saat ini belum ada live action yang diadaptasi dari suatu anime, yang betul-betul greget dan nyaris mirip dengan anime aslinya.

Setidaknya, pemikiran tersebut bertahan hingga akhirnya Rurouni Kenshin: The Final tayang perdana di Netflix pada 18 Juni 2021, sekaligus menjadi salah satu tontonan populer di Netflix sampai dengan tulisan ini dibuat.

Rurouni Kenshin: The Final betul-betul menjadi penyempurna dari tiga live action sebelumnya dan membikin saya optimis: di waktu mendatang, sangat mungkin live action diproduksi mirip dengan aslinya. Secara keseluruhan, dari awal sampai akhir, Rurouni Kenshin: The Final sangat, sangat, sangat memukau.

Sebagian penggemar Samurai X mungkin ada yang bertanya-tanya atau penasaran, setelah film sebelumnya betul-betul mengadaptasi manga dan animenya, sampai dengan melawan karakter antagonis yang sangat kuat, Makoto Shishio, lantas siapa yang menjadi lawan Kenshin Himura di Rurouni Kenshin: The Final?

Dalam serial Samurai X original/manga, setelah mengalahkan Makoto Shishio, petualangan Kenshin memang terbilang sederhana, hanya melawan musuh yang tergolong mudah dan tidak bertemu dengan karakter antagonis kuat seperti sebelumnya. Secara keseluruhan, Rurouni Kenshin: The Final tidak mengambil plot utama dari timeline serial Samurai X yang utama, melainkan side story yang menceritakan kisah asmara Kenshin dengan mantan istrinya. Juga tentang rencana balas dendam Enishi kepada Kenshin Himura.

Plot dan konflik pada sekuel “The Final” juga terbilang lebih sederhana dibanding beberapa judul sebelumnya yang menitikberatkan pada keberpihakan politik/suatu era pemerintahan, tentang perebutan kekuasaan sekaligus sentimen akan ketidaksukaan pada penguasa di suatu era, dan kepentingan lain yang sangat kompleks.

Sejak live action pertama rilis, Rurouni Kenshin sangat menghibur penonton, khususnya para penggemar setianya. Hal ini betul-betul dipertahankan hingga sekuel teraktual, Rurouni Kenshin: The Final, seakan tanpa cela sama sekali. Setelah menonton secara utuh selama sekira 2 jam 18 menit, ada beberapa faktor penentu dan dapat dijadikan tolok ukur hal tersebut.

Pertama, sejak awal kemunculan hingga sekuel teraktual, The Final, plot utama maupun side story dibuat mirip dengan aslinya. Nggak menyimpang jauh. Apa yang penonton lihat, sangat sesuai dengan ekspektasi. Seakan menjadi pelepas dahaga yang paripurna bagi mereka, penikmat setianya.

Kedua, karakter dalam live action dengan anime dibuat mirip. Bahkan, nyaris sempurna. Baik secara fisik, sifat, watak, dan ekspresi-mimik-gestur. Juga detail senjata yang digunakan.

Ketiga, pertarungan/duek yang sangat sempurna. Betul-betul memanjakan mata dan sangat mumpuni. Luar biasa. Gregetnya ada di level adiluhung. Persis seperti apa yang ditampilkan dalam manga dan serial anime aslinya. Mulai dari pergerakan, transisi, sampai penggunaan senjata.

Memang, pada Rurouni Kenshin: The Final, Kenshin Himura lebih kalem saat duel. Bahkan, sepanjang duel sama sekali nggak tersebut sedikit pun Hiten Mitsurugi-ryu—jurus andalan Kenshin yang sakti mandraguna itu.

Berseberangan dengan hal tersebut, polesan komedi yang biasanya ada di banyak adegan pun porsinya lebih sedikit. Bisa dihitung jari, lah. Secara keseluruhan, paling-paling hanya celetukan tipis-tipis Sanosuke Sagara yang masih konsisten.

Lain daripada itu, saya jamin, semuanya diceritakan secara apik dan ciamik. Apalagi saat duel antara Kenshin melawan Enoshi. Nggak ada obat. Siapa yang mau memungkiri bahwa, Keishi Ohtomo—sang sutradara—seakan ingin menegaskan bahwa suatu anime masih sangat mungkin dibuat dalam format live action dan akan menghasilkan output yang sama menakjubkan dengan anime aslinya. Sehingga, bayang-bayang dan komentar sumbang tentang, “Anime kalau dibuat live action pasti gagal dan nggak seru,” secara perlahan akan memudar dan berubah menjadi feedback positif dari para penonton atau penikmat setianya.

Semoga saja, setelah ini akan ada banyak live action serupa yang bisa memanjakan mata sekaligus menjadi bahan romantisme penonton dan para penikmat anime, tanpa harus khawatir gagal atau tidak memenuhi ekspektasi. Apalagi jika animenya sudah dikenal dan menjadi favorit sejuta umat. Maklum, para penonton punya kenangannya masing-masing dari setiap anime yang dijadikan live action dan tayang di bioskop atau platform streaming online.

Sumber gambar: YouTube FilmIsNow Action Movie Trailers

BACA JUGA Susah Dimungkiri bahwa ‘Rurouni Kenshin’ Adalah Anime Terbaik Era 90-an dan artikel Seto Wicaksono lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version