Rumah Saya Jadi Alamat Penerima Paket Tetangga Saya, dan Itu Menyebalkan

Rumah Saya Jadi Alamat Penerima Paket Tetangga Saya, dan Itu Menyebalkan

Rumah Saya Jadi Alamat Penerima Paket Tetangga Saya, dan Itu Menyebalkan (Pixabay.com)

Banyak orang jadiin rumah saya alamat penerima paket, dan itu nggak menyenangkan

Di sini saya ingin menceritakan sedikit pengalaman saya dengan persoalan alamat pengiriman paket. Kalau kemarin sudah ada keluh kesah dari sudut pandang kurir tentang pengiriman paket, khususnya paket COD, sekarang giliran saya sebagai orang yang rumahnya sering dikirimin paket punya orang lain yang bercerita.

Perlu pembaca ketahui, rumah saya (rumah orang tua saya maksudnya) berada di sebuah komplek yang cukup luas. Tapi, komplek yang luas tersebut tidak didukung dengan petunjuk jalan yang memadai. Sedikit sekali jalan yang ada papan namanya. Kalaupun ada, paling sudah cukup karatan sehingga agak susah dibaca dari kejauhan. Saya sendiri kadang masih suka nyasar ketika main ke daerah belakang komplek karena memang hampir tidak ada papan nama jalan yang bisa dijadikan pedoman.

Selain itu, komplek yang saya tinggali adalah komplek lama yang dibangun lebih dari 20 tahun yang lalu. Satu masalah yang hampir pasti ditemui di komplek lama adalah tata letak rumah dan jalannya tidak membentuk pola tertentu. Dalam kasus saya, Bentuk kompleknya itu bukan seperti persegi yang dibagi-bagi oleh garis vertikal dan horizontal, tetapi seperti tumpahan air di lantai yang coba dibuat batas-batasnya dengan jari.

Kalau kalian tidak paham bagaimana bentuk kompleknya, berarti sebenarnya kalian sudah paham, karena bentuknya memang tidak jelas. Anggap saja bentuknya seperti labirin Maze Runner, bedanya hanya tidak ada rintangan mematikan dan monster ganas yang mengganggu. Nyari alamat tetangga aja kadang susah, apalagi mikirin alamat pengiriman paket, ye kan?

Oke, lanjut. Kondisi seperti itulah yang menyebabkan kurir-kurir pemula atau bukan berasal dari daerah sekitar situ kesulitan untuk mencari alamat penerima paket yang lokasinya ada di komplek saya. Tentu, dalam hal ini kurir tidak bisa disalahkan seandainya mereka kesulitan mencari alamat tertentu. Tata letak rumah dan jalannya saja tidak jelas. Masa iya kurirnya harus dipaksa mengubah tata letaknya agar mudah mencari rumah penerima paket ? Kan nggak bisa juga.

Lagi pula, kalaupun setiap kurir diberkahi kemampuan sakti seperti itu, tetap saja akan sulit untuk menemukan alamat rumah di komplek ini. Penyebabnya adalah karena kebanyakan rumah di sini tidak menuliskan nomor dan bloknya di dinding rumah mereka. Saya kurang tahu alasan kenapa hal tersebut bisa terjadi. Padahal, setahu saya semua rumah di komplek itu pasti memiliki nomor dan bloknya masing-masing, meskipun itu di komplek tidak jelas seperti tempat saya tinggal.

Berdasarkan kondisi seperti itulah, mereka-mereka yang tidak menuliskan nomor dan bloknya, menggunakan rumah saya sebagai patokan dalam alamat penerima paket. Kenapa rumah saya yang dijadikan patokan?

Begini, persis di depan rumah saya itu terpasang sebuah plang nama ibu saya. Kebetulan ibu saya memang bekerja di rumah. Jadi, untuk memudahkan orang mencari alamatnya, dibuatlah plang tersebut. Namun, sejak belanja online ini merajalela, plang tersebut dijadikan patokan alamat penerima paket bagi hampir semua orang di blok rumah saya yang berbelanja online. Hal ini kadang membuat saya kesal karena setiap kurir selalu berusaha bertanya ke orang di rumah saya terkait alamat yang akan dituju. Waktu datangnya pun kadang sangat mengganggu, entah itu di saat semua orang sedang tidur, bersantai, atau sedang ada tamu di rumah.

Bahkan, hal yang lebih menjengkelkannya lagi, mereka-mereka ini, sering menggunakan alamat rumah saya sebagai alamat penerima paket. Kalau hanya sekadar patokan, saya masih tidak terlalu memikirkannya, meskipun sebenarnya agak terganggu juga. Tapi, kalau sudah menggunakan alamat saya sebagai alamat penerima, itu sudah keterlaluan.

Sering sekali kurir datang dan membunyikan pagar rumah saya lalu mengatakan ada paket untuk alamat saya. Biasanya saya dan keluarga akan menanyakan orang rumah terlebih dahulu, apakah ada yang memesan sesuatu secara online atau tidak. Kalau ternyata tidak, tentu paket tersebut akan kami tolak. Tapi, sang kurir juga pasti akan mengatakan bahwa alamat yang tertera adalah alamat saya. Tak tanggung-tanggung, sang kurir juga biasanya langsung menunjukkan alamat yang tercantum dalam paket.

Setelah dilihat, tentu alamat yang tertera adalah alamat saya. Namun, nama pemesan paketnya adalah nama seseorang yang bahkan saya tidak kenal. Kadang, namanya pun terlihat seperti nama asal-asalan. Sejujurnya, saya juga merasa iba kepada kurirnya, mendapat pengiriman paket yang alamat dan kadang nama penerimanya pun tidak jelas. Tapi, mau bagaimana lagi, saya tidak bisa membantu karena nama yang dicantumkan pun tidak saya kenal.

Pada awalnya, saya merasa bahwa mereka menggunakan alamat saya secara sengaja, mungkin agar lebih mudah ditemukan oleh kurir. Namun, setelah beberapa kali mengalami kejadian semacam itu, saya berhasil merumuskan hipotesis untuk menjawab masalah tersebut.

Penyebab kenapa banyak sekali paket yang mengatasnamakan alamat saya adalah karena memang di dalam Google Maps rumah manapun yang dituju, beberapanya selalu menampilkan alamat saya. Hal ini pertama kali saya sadari saat ingin mengecek rute perjalanan rumah saya. Saat menentukan lokasi keberangkatan, saya iseng-iseng menggeser pin lokasinya, yang warna merah itu. Ternyata, setelah di geser ke beberapa tempat pun, tetap alamat saya yang muncul di kolom lokasi keberangkatanya.

Mungkin ini terjadi karena hanya alamat saya yang terpetakan oleh Google Maps, makanya jadi alamat penerima paket. Sedangkan alamat rumah lain, karena tidak menuliskan nomor dan bloknya di dinding depan rumah, tidak terpetakan. Atau, entahlah, saya juga tidak mengerti bagaimana sistem pemetaan Google Maps bekerja.

Padahal bisa kan alamatnya diketik dengan jelas, dan diberi catatan tambahan. Saya sih sebenarnya nggak masalah kalau rumah saya jadi patokan. Tapi, mbok ya jangan dijadikan kebiasaan. Kalau tiap hari ada kurir ya kita yang kerepotan. Masih harus menerima kurir, masih harus berurusan dengan klean-klean ini. Atau kalau nggak, kirim paket ke kantor aja. Lebih jelas, Gaes.

Itulah uneg-uneg saya terkait duka rumah dijadikan patokan alamat paket. Ini bisa jadi catatan buat siapa saja, entah orang yang mau beli rumah, pengembang, atau pemerintah yang mau mengembangkan daerah. Penataan perumahan yang jelas itu efek positifnya banyak, dan nggak sekadar perkara kerapian saja, tapi juga menyangkut kenyamanan hidup penghuninya.

Penulis: Muhammad Raihan Nurhakim
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Buat Penjual Online kayak Kami, Pembeli via COD Emang yang Paling Rese Sih

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.
Exit mobile version