Pedagang judes nggak akan dapat apa-apa dari konsumen kecuali 3 risiko ini.
Saya yakin semua pelaku usaha pasti memiliki tujuan untuk mendapatkan keuntungan, mulai dari pelaku usaha besar hingga pelaku usaha kecil. Oleh sebab itu, para pelaku usaha harus pandai dalam menjalankan kegiatan usahanya supaya bisa mendapatkan keuntungan.
Salah satu cara bagi pelaku usaha untuk mendapatkan keuntungan, yaitu dengan memuaskan konsumen. Ada dua hal yang perlu diperhatikan oleh pelaku usaha supaya bisa memuaskan konsumen, dua hal itu adalah kualitas produk dan pelayanan. Menurut saya, kualitas produk dan pelayanan sangat penting bagi pelaku usaha. Sayangnya, dua hal ini sering tidak diperhatikan oleh pelaku usaha kecil atau pedagang.
Saya sering sekali menemui pedagang yang tidak memerhatikan kualitas dua hal tersebut, khususnya kualitas pelayanan. Tidak sedikit pedagang yang kualitas produknya baik tapi pelayanannya buruk. Pedagang yang seperti ini biasanya hanya fokus terhadap kualitas produknya, sedangkan kualitas pelayanannya diabaikan. Contoh kualitas pelayanan yang buruk adalah pedagang yang judes.
Daftar Isi
Betapa menyebalkannya ketemu pedagang judes
Bagi saya pedagang judes adalah salah satu sosok yang menyebalkan. Saya tidak tahu dan tidak mau tahu alasan apa yang membuat mereka judes. Entah memang kepribadiannya atau memang lagi bete, saya tidak mau tahu. Sebagai konsumen, saya ingin mendapatkan pelayanan yang baik karena saya pun datang membeli dengan cara yang baik. Di satu sisi saya kesal, tapi di sisi lain sebenarnya saya sangat menyayangkan perilaku pedagang judes karena hal itu akan merugikan dirinya sendiri sebagai pedagang.
Dengan tingkah lakunya yang menyebalkan, pedagang judes ini akan menanggung risiko yang mungkin belum mereka sadari dan rasakan. Berdasarkan hasil riset kecil-kecilan yang saya lakukan, berikut ini adalah 3 risiko yang akan ditanggung.
Tidak akan ada repeat order dari konsumen
Repeat order akan terjadi kalau konsumen merasa puas terhadap pedagang, baik dari segi produk maupun pelayanannya. Namun, sepertinya pedagang judes tidak akan mendapatkan repeat order dari konsumen. Hal ini berdasarkan pengalaman pribadi yang beberapa kali menemui pedagang judes.
Suatu hari saya belanja di warung makan untuk membeli lauk sebagai santapan makan siang. Awalnya saya cukup antusias saat melihat etalase warung makan tersebut yang dipenuhi macam-macam lauk yang membuat saya ngiler. Tapi tiba-tiba saya bete saat pedagang mulai bertanya dengan nada dan ekspresi wajah yang judes.
Seketika itu pula saya berbicara di dalam hati, “Eits, santai aja, dong!” Kemudian saya jawab dengan nada dan ekspresi wajah yang datar. Setelah proses transaksi selesai, saya bergegas untuk tancap gas pergi dari warung itu dan bertekad dengan senegap jiwa dan raga bahwa saya tidak akan pernah kembali berbelanja di warung makan itu lagi!
Namun ternyata yang memiliki tekad untuk tidak kembali setelah mendapat pelayanan yang buruk dari pedagang judes itu bukan hanya saya, banyak juga orang-orang yang seperti saya. Setelah melakukan riset kecil sebelum menulis tulisan ini, saya menemukan beberapa konten yang menyatakan bahwa mereka juga kesal dengan pedagang judes dan enggan untuk berbelanja kembali di tempat tersebut. Jadi, bisa ditarik kesimpulan bahwa pedagang judes itu akan kehilangan peluang repeat order dari konsumen.
Pedagang mendapat persepsi buruk dari konsumen
Alih-alih meninggalkan kesan yang baik, pedagang judes malah akan meninggalkan kesan yang buruk di benak konsumen. Jangankan pedagang, orang biasa pun kalau dia judes pasti akan dipandang buruk oleh orang lain. Menurut saya, jika pedagang sudah dipandang buruk oleh konsumen itu merupakan suatu hal yang berbahaya baginya. Pasalnya, pandangan buruk itu tidak hanya hinggap di benak konsumen, tapi akan menyebar juga ke orang lain lewat mulut konsumen.
Dalam dunia bisnis atau pemasaran ada istilah bernama “word of mouth” yang bisa diartikan “dari mulut ke mulut”. Penyampaian informasi dari mulut ke mulut ini biasanya dilakukan oleh konsumen setelah mendapatkan kesan berbelanja di suatu tempat. Jika pedagang bisa memberikan kesan yang baik, konsumen pun akan menyebarkan kesan yang baik melalui word of mouth, begitu pun sebaliknya.
Hal tersebut adalah tabiat yang sering saya lakukan. Apalagi ketika saya menemui pedagang judes yang membuat saya kesal, secara otomatis saya akan memberi tahu hal itu kepada orang lain. Tujuan saya memberi tahu orang lain bukan untuk memprovokasi agar mereka tidak berbelanja di tempat tersebut, melainkan cara saya meluapkan emosi.
Terkena sumpah serapah
Konsumen yang merasa kesal karena mendapat pelayanan buruk dari pedagang biasanya akan meluapkan emosinya dengan cara ngedumel sembari mengeluarkan kata-kata kasar dan maki-makian. Pada tahap lebih ekstrem bisa saja keluar kalimat sumpah serapah dengan berbagai macam kutukan buruknya.
Akan tetapi saya pribadi biasanya hanya sampai pada tahap mengeluarkan kata-kata kasar dan makian, itu pun kadang ngedumelnya di dalam hati. Saya tidak tega kalau harus memberi kutukan kepada pedagang judes. Masih baik hati, lho, saya. Hehehe.
Pasalnya, saat saya melakukan riset kecil perihal pedagang judes di internet, banyak orang yang mengeluarkan sumpah serapah kepada para pedagang judes yang mereka temui. Tidak hanya mengeluarkan kata-kata kasar dan makian, berbagai macam kutukan pun dilontarkan oleh mereka dalam rangka meluapkan emosinya. Tentunya ini menjadi tanda bahaya bagi para pedagang judes di mana pun berada.
Hal ini akan menjadi lebih berbahaya ketika sumpah serapah diluapkan melalui media sosial yang bisa dilihat oleh publik. Kalau sudah terkena “spill” oleh konsumen akibat dari ketidakpuasan mereka terhadap pedagang judes, maka itu akan berdampak besar terhadap usaha tersebut. Hal ini berkaitan dengan persepsi buruk yang sudah saya sampaikan di atas.
Itulah 3 risiko yang akan ditanggung oleh pedagang judes. Ada baiknya kalian memperbaiki pelayanan supaya terhindar dari 3 risiko tersebut, kecuali kalau memang kalian pegawai Karen’s Diner. Mau sebaik apa pun kualitas produknya, akan menjadi percuma kalau pelayanannya buruk. Kami ini konsumen, lho, jangan judes lah kalau masih butuh uang.
Penulis: Fadil Ahmad Muzakir
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Perjalanan Saya Berdagang dan 5 Kebiasaan Pembeli yang Bikin Hilang Akal.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.