Entah apa doa orangtua saya memberi nama Adit sebagai selipan di belakang nama utama dan di depan nama keluarga. Yang jelas, doa mereka pastinya bukan berharap saya kelak menjadi fakboi atau womanizer. Ketika saya tanya dapat nama Aditya dari mana, dengan entengnya blio menjawab ketika baca koran, ada toko bernama “Aditya” sedang mencari tenaga kerja. Dan ketika saya tanya doanya apa? Blio kembali menjawab dengan loss-nya; ya, biar gedenya nanti punya toko klontong.
Semua tenang-tenang saja, angin tetap sepoi-sepoi, laut berdebur menghantam karang dan Sukab masih berkelumit dengan sepotong senjanya. Sampai ada suatu babak, nama Adit jadi punya ekpetasi yang tinggi oleh kaum hawa. Penyebabnya perpaduan sempurna antara sifat dan paras Samuel Rizal melalui film Eiffel I’m in Love. Nama Adit kemudian di strir ke sifat cuek, galak dan baik. Buruk, bukan? Namun menjadi pengecualian kerena ganteng.
Nama Adit pernah menjadi Dilan pada masanya. Di mana pengharapan para wanita begitu tinggi jika mengetahui seorang pria bernama Adit. Bukan, bukan, bukan tentang berharep ganteng atau menarik. Tapi berkaitan dengan peran yang dimainkan oleh Samuel Rizal yang memainkan tokoh bernama Adit yang begitu ikonik. Cilakanya, kebanyakan anak penyandang nama Adit, gagal mengembankan tugas berat yang diberikan oleh film Eiffel I’m in Love. Dan saya salah satunya.
“Nama Adit biasanya cuek, kok kamu cerewet?” kata seperti itulah yang biasanya saya dapatkan. Atau, “nama Adit harusnya cool kan, ya? Kok kamu nggak ada cool cool-nya?” Maha berat penyandang nama Adit. Apa lagi sudah ada patokan standar yang sangat tinggi. Kala itu, doa dan nyebut satu-satunya yang bisa diandalkan.
Jaman terus bergerak, komoditas nama Adit meredup ketika nama-nama barat seperti Toni, Rio dan Dicky menghegemoni nama-nama ‘maskulin’ yang dipercaya asli Indonesia seperti Adit, Dimas dan Arif. Ketika nama-nama kebarat-baratan hadir, penyandang nama Adit ini sibuk menjalin kisah cinta dengan lawan jenisnya.
Masa-masa tenang ini, malah membawa ke sebuah babak baru di mana penyandang nama Adit yang gagal dengan kisah cintanya, berdampak buruk pada citra nama Adit itu sendiri. Bagaimana tidak, ini pengalaman riil yang saya alami ketika membeli kopi. Mbaknya bertanya atas nama siapa, saya menjawab Adit dengan mudahnya. Si mbak ini langsung bilang, “ealah, Adit, Adit, nggak lelah, Dit, mainin cewek terus?”
Saya yang ngobrol sama cewek aja gemeteran, sangat kaget sekaligus penasaran dengan kisah masa lalu mbaknya dengan penyandang nama Adit yang telah memberi memori tersendiri kepada mbaknya ini. Sebenarnya, apa sih yang sudah dilakukan penyandang nama Adit di luar sana?
ini gmna gan pic.twitter.com/mdWOm5tnK4
— — ?????; (@sindesinner) March 14, 2020
Stigma bahwa penyandang nama Adit dengan hal-hal negatif seperti fakboi dan womanizer pun bersliweran di lini masa. Seperti “jangan sama yang namanya Adit, semua fakboi” atau “nama Adit mah ditinggal ngedrakor sebentar aja udah selingkuh, sist!” Susah betul menjadi penyandang nama Adit. Setelah disandingkan dengan sosok film yang tidak terlupakan, sekarang di hadapkan oleh penyandang nama Adit yang bwajeng!
Lalu ada komentar, “semua yang namanya Adit pasti begitu kah?” atau “plis y jangan percaya manusia yang bernama Adit, makasih”. Sini tak kasih tahu, mau namanya Purnomo atau Tejo juga kalau tabiat dasarnya tukang nyeleweng juga bakal nyeleweng. Dan kebetulan, dari sekian banyak nama, kebanyakan nama Adit adalah menempati daftar teratas.
Belum lagi guyonan Adit Sopo Jarwo yang ngeselin banget. Awalnya sih lucu, tapi jika semua teman di kontak WhatsApp memanggil “Adit?” lalu saya jawab dengan sopan “Iya?” dan dibales “Bang Jarwo makin deket!”. Terus kenapaaaa? Mau makin deket, mau makin jauh atau long-distance relationship pun saya nggak peduli. Siapa tahu kan maksud Bang Jarwo deketin saya itu mau ngajak ngopi.
Saya malah pingin menyandang nama Agus, jika kebetulan Mas Agusmul nggak mau menyandang namanya itu. Dalam tulisannya Mas Agusmul, yang menyebut nama Agus lebih dekat dengan hal-hal minor seperti kriminil, pencari gratisan, dan seseorang yang suka meninggalkan kawannya yang waria. Serius, Mas, lebih baik mendapat stigma seperti itu ketimbang stigma fakboi yang super nggateli.
Terlepas dari permasalahan nama Adit, tapi mempermasalahkan stigma-stigma di baliknya. Maksud saya, bukan mempermasalahkan nama fakboi dan lainnya. Tapi, penggunaan istilah fakboi dan urgensi di tiap daerah itu berbeda. Begini, istilah fakboi di Bandung dan Jakarta itu cowok yang gemar merayu, memiliki jurus untuk memikat lawan jenis. Tapi, di daerah asal saya, Bantul, tipikal cowok seperti itu namanya bukan fakboi, tapi gondyess. Masa saya harus pakai KLX, celana pendek dan pakai baju tulisan ‘ora gelem muntir sebelum mampir’.
BACA JUGA Hanya karena Nama Terkesan Feminin, Saya Sering Disangka Perempuan atau tulisan Gusti Aditya lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.