Sebagai orang yang belakangan mulai rajin keluyuran tipis-tipis, saya semakin sering bersinggungan dengan konten-konten review hotel di media sosial. Tiap kali buka TikTok atau Reels, pasti ada saja yang muncul di beranda: “Staycation murah meriah di Jogja, cuma 100 ribu per malam!”
Sebagai rakyat biasa dengan rekening pas-pasan, tentu saja saya penasaran. Masak iya di Jogja masih ada hotel proper yang tarifnya cuma satu lembar Soekarno-Hatta? Akhirnya saya klik, tonton, percaya. Begitu pola jebakannya. Setelah menonton, kita jadi paham kalau sudah tertipu clickbait demi hook konten, rela memelintir harga biar penonton terjebak.
Bualan “100 Ribu” yang nyatanya dibagi empat orang
Paling sering, tipuan review hotel ini modelnya begini: caption-nya “murah banget cuma 100 ribu”, tapi kalau ditonton sampai habis, baru ketahuan kalau itu tarif per orang. Bukan per kamar.
Misalnya harga kamarnya 400 ribu, tapi reviewer bilang, “Gila, cuma 100 ribu, lho, semalam!” Ternyata syaratnya: harus bawa 3 temen, tidur dempet-dempetan di kasur. Kalau solo traveling? Ya tetep bayar 400 ribu.
Kenapa nggak bilang dari awal kalau itu harga per kepala? Apa susahnya? Apa susahnya jujur? Yang bahaya adalah ketika hanya menonton sesaat, atau hanya melihat footage sampul, kemudian ujug-ujug bikin anggaran liburan hemat, sampai rela cuti, eh pas nyari hotelnya malah zonk.
Saya sering mbatin: Kenapa sih, hal beginian aja harus bohong? Memangnya kalau jujur harga totalnya, penonton nggak mau klik? Kok segitunya demi views.
Semua demi engagement
Pada akhirnya, semua trik tipu-tipu review hotel itu ujungnya sama: engagement. Kata sakti yang bikin banyak reviewer rela memelintir fakta. Engagement ini bisa berupa view, like, share, sampai komentar misuh dari penonton yang merasa tertipu. Ironisnya, makin banyak orang misuh, makin ramai kontennya, seakan makin bahagia si kreator. Aneh memang.
Lantas, kenapa mereka begitu ngotot ngejar engagement? Sebagai gambaran, engagement adalah mata uang utama di media sosial. Dari engagement itulah peluang endorse datang. Brand melihat angka, bukan isi hati penonton. Selama videonya rame, dianggap berhasil. Maka, tak heran kalau ada yang rela clickbait judul, memotong informasi penting, bahkan memanipulasi harga kamar hotel.
Masalahnya, yang dikorbankan bukan hanya kepercayaan penonton, tapi juga reputasi industri. Bayangkan saja, gara-gara satu dua orang yang lebay bikin konten, akhirnya muncul anggapan kalau semua reviewer hotel itu nggak bisa dipercaya. Padahal, ada juga reviewer jujur yang niat berbagi pengalaman. Tapi, mereka sering kalah saing karena algoritma lebih sayang sama konten bombastis.
Saya sebenarnya nggak anti review hotel. Malah sering menikmati video room tour: kamar estetik, staycation di tengah sawah, atau hotel dengan infinity pool yang menggoda. Konten semacam itu menyenangkan untuk ditonton, sekaligus bisa jadi referensi. Tapi ya tolonglah, kawan-kawan reviewer: jujur dikit napa.
Kalau harga murah cuma berlaku untuk sekamar beramai-ramai, ya bilang. Kalau promo hanya jalan di hari kerja, ya sebutkan. Jangan bikin orang kaget pas booking karena ternyata tidak sesuai ekspektasi.
Review hotel clickbait itu boleh, asal…
Clickbait itu boleh, asal masih dalam batas wajar. Kalau sekadar untuk hook biar orang tertarik nonton, sah-sah saja. Tapi begitu sudah masuk wilayah menipu—memelintir fakta soal harga atau fasilitas—itu lain cerita. Konten seperti itu bukan sekadar bikin kecewa, tapi juga merugikan orang lain.
Apalagi di tengah kondisi orang sudah cukup pusing dengan masalah sehari-hari (pemerintah Senegal maksudnya, tentu saja). Jangan ditambah beban dengan konten palsu yang bikin kesal.
Yah, mari bersepakat: reviewer hotel yang bohong soal harga jelas nggak sekadar “nakal,” tapi jahat. Karena ujungnya hanya memikirkan engagement pribadi, tanpa peduli kalau orang lain ketipu. Pada akhirnya, kredibilitas itu jauh lebih mahal daripada sekadar like dan view.
Penulis: M. Afiqul Adib
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA 10 Hotel dan Restoran di Jogja dengan Nama Unik
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
