Review Elvis: Menyorot Sisi Kelam Sang King of Rock and Roll

Review Elvis: Menyorot Sisi Kelam Sang King of Rock and Roll

Review Elvis: Menyorot Sisi Kelam Sang King of Rock and Roll (Pixabay.com)

Inilah review Elvis, biopik ciamik tentang King of Rock n’ Roll

Siapa yang tidak kenal dengan Elvis Presley? Saya yakin, meskipun ada di antara kalian yang mungkin belum pernah mendengarkan lagunya, tetapi setidaknya pasti pernah mendengar nama penyanyi kondang asal Amerika Serikat tersebut. Berkat kepopulerannya itu, kisah perjalanan hidup sang King of Rock and Roll pun diangkat ke dalam sebuah film berjudul Elvis. Karya layar lebar tersebut disutradarai oleh Baz Luhrmann dan telah dirilis di Indonesia sejak 24 Juni 2022 lalu. Dan inilah review Elvis.

Sesuai judulnya, Elvis menceritakan tentang sepak terjang Elvis Presley (Austin Butler) dari seorang pemuda biasa dengan berbagai intrik keluarga hingga menjadi ikon musik yang begitu mendunia. Bagi saya pribadi, keunikan terbesar film ini terletak pada sudut pandang penceritaannya. Jika mayoritas film biopik yang pernah saya tonton memperlihatkan kisah hidup seorang tokoh melalui perspektif sang tokoh itu sendiri, dalam film ini, penonton akan disuguhkan kisah Elvis Presley dari kacamata sang manajer, yaitu Kolonel Tom Parker (Tom Hanks).

Kita akan diberitahu mengapa sang manajer sampai tertarik untuk mengurusi kiprah Elvis di dunia tarik suara, lalu alasan ia melakukan beberapa tindakan yang berlawanan dengan kemauan sang anak didik, hingga keegoisan dan kemunafikannya sendiri yang kemudian berujung pada kejatuhan sang bintang. Semuanya dikisahkan melalui alur maju-mundur (flashback) yang membuat film ini menjadi lebih variatif dan tidak membosankan. Hal inilah yang menjadi faktor pertama mengapa saya langsung menyukai Elvis sejak menit awal pemutarannya.

Kemudian, jika kita berbicara mengenai film biopik, barang tentu kita harus membahas pula mengenai kemampuan pemerannya dalam menghidupkan si tokoh utama, selagi tak melupakan salah satu tujuan pembuatan film bergenre tersebut: mengenalkannya kepada generasi baru. Austin Butler, sebagai aktor yang dipercaya oleh studio Warner Bros untuk memerankan sang pelantun lagu “Can’t Help Falling in Love”, berhasil menjelma seorang Elvis Presley dalam segala fase di hidupnya.

Ia sukses menjadi Elvis yang bersemangat ketika sedang bernyanyi di atas panggung dan Elvis yang sendu tatkala dihadapkan dengan rasa kesepian serta segala persoalan yang menimpanya. Selain itu, kita juga perlu mengapresiasi usaha hebat sang aktor dalam mendalami perannya hingga semirip mungkin. Saya begitu takjub ketika melihat bagaimana Austin berbicara, berjalan, menari, dan menyanyi, yang benar-benar menyerupai sosok Elvis yang kita kenal selama ini. Saya akan sangat terkejut jika penampilan luar biasanya itu tidak diganjar dengan satu pun penghargaan bergengsi di dunia perfilman. Singkatnya, sebagai penonton biasa, rasanya dua jempol layak saya berikan kepada aktor berusia 30 tahun tersebut.

Selain performa brilian Austin Butler, kita juga perlu memuji akting Tom Hanks dalam film ini. Memang, untuk urusan bermain peran, lelaki 65 tahun itu sudah kenyang pengalaman dan prestasi. Jadi, tak begitu mengagetkan kalau ternyata ia kembali bermain apik di sini.

Akan tetapi, karena saya belum pernah melihat Tom bertindak sebagai seorang antagonis sebelumnya, saya cukup terkejut ketika menyaksikannya berperan sebagai Kolonel Tom Parker, manajer dari Elvis Presley yang penuh dengan kelicikan. Sepanjang film, tokoh tersebut berhasil mengaduk-ngaduk emosi saya, dari yang semula simpati dengan niatnya untuk menjadikan Elvis terkenal, hingga menjadi benci setengah mati setelah mengetahui segala konspirasi dan tindakan negatif yang ia lakukan di belakang.

Berbicara mengenai tindakan negatif, satu isu yang paling diangkat dalam Elvis adalah sisi kelam dunia Rock and Roll dengan segala gemerlapnya. Obat-obatan, minuman keras, dan wanita, menjadi hal-hal pemantik bahaya yang dekat dengan kehidupan Elvis Presley. Ketika semua itu telah membuatnya kecanduan, maka yang paling terkena dampaknya tentu adalah keluarga dan semua orang yang betul-betul menyayanginya secara tulus.

Melalui aspek tersebut, film ini seperti ingin menyampaikan pesan kepada para penontonnya untuk jangan mudah terbawa dengan godaan dari sebuah kesuksesan. Sebuah amanat yang mungkin terkesan “basi” dan sederhana, tetapi sebetulnya memang relevan dan banyak terjadi di kehidupan era sekarang.

Selain itu, permasalahan lain yang diangkat secara frontal dalam film ini adalah rasisme dan diskriminasi terhadap orang-orang kulit hitam yang pada masa itu masih sangat terasa dalam kehidupan di masyarakat. Bahkan, salah satu adegan paling menarik dari Elvis bagi saya adalah ketika sang penyanyi sempat hampir masuk penjara hanya karena gaya bermusiknya yang dianggap terlalu kental dan banyak menyerap dari budaya kaum tersebut.

Saya menganggap hal itu menarik karena lagi-lagi film ini berhasil menyisipkan sebuah pesan yang akan menyentil masyarakat zaman sekarang. Lucu bila mengingat bahwa latar waktu film ini berlangsung pada beberapa dekade di masa lampau, tetapi isu seperti perbedaan warna kulit saja masih dipermasalahkan dan dijadikan alat untuk merendahkan suatu kaum.

Bila tadi kita telah membicarakan segala hal baik yang saya sukai dari Elvis, maka tak adil rasanya jika tak membicarakan mengenai kekurangannya. Bagi saya pribadi, karena film ini merupakan sebuah biopik dari segorang penyanyi terkenal yang telah melahirkan banyak karya hits, entah mengapa saya merasa penggunaan dan penempatan lagu-lagu dari sang legenda tak semuanya terasa “ngena”.

Memang, untuk adegan yang diiringi dengan lagu-lagunya Elvis yang tergolong populer seperti “Hound Dog”, “Suspicious Minds” dan “Unchained Melody”, semuanya dieksekusi dengan pas dan di saat yang tepat pula. Namun, untuk beberapa lagu lain, saya masih kurang merasakan efek “ngena” yang membuat saya sampai bersenandung mengikuti irama nada dalam film.

Itulah review Elvis yang sukses mengisahkan perjalanan hidup seorang Elvis Presley dengan begitu memukau. Saya yakin film ini akan disukai oleh penonton milenial yang mungkin sebelumnya belum mengenal secara dalam sang King of Rock and Roll. Secara garis besar, film ini tidak begitu mempunyai kekurangan yang benar-benar mengganggu lantas membuat saya ingin secepatnya meninggalkan ruangan bioskop. Dari saya, film ini layak diberi nilai 8,5/10. Totally recommended untuk kalian tonton!

semoga review Elvis ini bisa bikin kalian tertarik. Punya duit kan? GAS!

Penulis: Bintang Ramadhana Andyanto
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Satria Dewa: Gatotkaca, Film Superhero Lokal yang Berisik.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.
Exit mobile version