Elden Ring rasanya patut diberi gelar gim terbaik sepanjang masa
Menunjuk mana judul video gim terbaik sepanjang masa bukanlah perkara mudah. Video gim merupakan produk tersegmentasi, tergantung minat dan ketertarikan gamer, yang notabene, berbeda-beda untuk masing-masing orang. Ada yang menyukai gim balapan, tapi tidak menyukai gim petualangan. Dan berlaku sebaliknya.
Maka dari itu, keberadaan video gim yang nyaris menarik perhatian banyak orang, lintas genre, merupakan sebuah eksistensi yang langka dan mesti diapresiasi. Elden Ring, yang rilis di sepertiga awal 2022, adalah eksistensi itu.
Elden Ring merupakan gim yang dirancang oleh FromSoftware dan dipublikasikan oleh Bandai Namco. Gim bergenre action RPG dengan dunia terbuka (open world) ini menjadikan tingkat kesulitan tinggi sebagai daya tariknya. Betul, gim ini merupakan magnum opus Hidetaka Miyazaki, otak di balik Demon Souls, Trilogi Dark Souls, Bloodborne, dan Sekiro.
Bicara soal Elden Ring berarti berbicara soal gim yang jauh melampaui ekspektasi, gim single-player yang menembus jumlah pemain terbanyak di berbagai platform, dan juga gim yang mendapatkan nilai sempurna, 10/10, dari berbagai kritikus dan media gaming. Gim ini menjelma dari salah satu gim yang paling diantisipasi sepanjang tahun 2021 menjadi salah satu calon kuat Game of the Year 2022.
Apa yang sebenarnya ditawarkan oleh Elden Ring? Mengapa ia mendapatkan ulasan yang sangat positif dari berbagai kalangan?
Gameplay asik
Sebagai gamer, tidak ada yang lebih menyenangkan selain mendapatkan “hadiah” yang sepadan dengan usaha kita. Elden Ring mengeksekusi sistem “reward dan punishment” dengan sempurna.
Hampir tidak ada aktivitas di Elden Ring yang terasa sia-sia untuk dilakukan. Dengan dunia yang sangat luas, semua aktivitas, mulai dari menjelajahi dungeon, kastil, merampungkan berbagai misi dan puzzle, sampai memburu kepala para boss memberi hadiah yang layak untuk dikejar, mulai dari senjata, spell, armor set, spirit ashes untuk summon, hingga skill yang disebut Ash of War.
Tingkat kesulitannya yang tinggi tidak lantas menjadikan Elden Ring penuh dengan rasa frustrasi. Dengan struktur “reward and punishment” di atas, tingkat kesulitan tinggi justru menimbulkan rasa puas tersendiri. Mendapatkan senjata boss Malenia, yang memiliki skillset super edgy, terasa sangat memuaskan mengingat perlu ada acara dibantai 30 kali sebelum memperolehnya.
Sebagai gim open world, Elden Ring memberi kebebasan kepada pemain untuk melakukan berbagai aktivitas di atas. Memang ada benang merah tersendiri untuk boss-boss utama, misalnya Margitt the Fell Omen atau Starscourge Radahn yang wajib ditundukkan untuk membuka wilayah tertentu. Namun, tidak ada urutan kaku yang wajib ditempuh.
Perpaduan antara “reward” sepadan, dunia open world dengan sejumlah rahasia di pelbagai sudut, dan tingkat kesulitan tinggi, menjadikan Elden Ring sangat nagih untuk dimainkan.
Tata artistik yang luar biasa
Elden Ring merupakan judul kesekian yang membuktikan bahwa video gim tidak selalu soal grafis. Memang di atas kertas, gim yang skenarionya di desain oleh George R.R. Martin ini tergolong ke dalam gim next gen atau diperuntukkan untuk generasi terbaru. Namun, secara kualitas grafis Elden Ring tidak terlalu istimewa. Lantas apa yang membuat Elden Ring sedap untuk dipandang? Yap, tata artistik.
Lewat gim ini, kita berpetualang di sebuah benua luluh lantak oleh perang yang disebut The Lands Between. Benua ini terbagi menjadi beberapa region yang bisa dijelajahi. Nah, masing-masing region ini memiliki corak yang sangat menakjubkan. Misalnya, Lyndell yang mewah dengan pohon raksasa, Erdtree, berdiri gagah di pusat kota. Selain itu, ada juga Liurnia dengan Akademi Raya Lucaria yang sarat dengan nuansa gothic. Akan tetapi, tidak ada yang bisa mengalahkan kesan pertama menjelajahi Siofra River dan Eternal City, kota bawah tanah, dengan latar langit malam penuh bintang yang terasa magis.
Selain tata visual yang merepresentasikan tema fantasi gelap yang diusung Hidetaka Miyazaki dan George R. R. Martin, tata musik, yang menemani beragam pertarungan super epik melawan boss, juga harus diapresiasi.
Berbeda dengan musik-musik Dark Souls yang lebih menekankan rasa empati terhadap tokoh-tokoh yang kita lawan, musik Elden Ring lebih ke arah menyongsong atmosfer pertarungan. Musik-musik terdengar lebih cadas, epik, dan heroik. Arah “baru” ini menjadikan musik-musik gim ini lebih nyaman diterima telinga awam seperti saya.
Sayangnya, butuh dedikasi
Salah satu kritik yang diterima oleh gim ini, kebanyakan terfokus pada satu topik, yakni: ergonomis, kenyamanan bermain. Beberapa aspek, seperti cerita dan beberapa fitur gameplay tidak dijelaskan secara gamblang. Hal ini membuat banyak orang dilanda kebingungan dan tidak bisa menikmati Elden Ring dengan baik.
Elden Ring menguji common sense kita sebagai gamer dan menganggap semua pemain punya kompetensi yang sama untuk memahami semua itu. Saya rasa, aspek inilah yang akan membuat Anda kesulitan di jam-jam awal bermain Elden Ring.
Saya sendiri, sebagai veteran Souls, yang merampungkan Trilogi Dark Souls sampai belasan kali, baru menemukan fitur melepas dan menggandakan Ash of War sebelum melawan raja terakhir. Beberapa rekan Discord saya juga mengeluhkan tidak tahu harus pergi ke mana untuk merampungkan misi dan kebingungan ketika ingin bermain coop bersama teman. Fitur-fitur ini tidak dijelaskan secara eksplisit.
Perlu diketahui, Elden Ring, sebagaimana gim Fromsoft di masa lalu, tidak akan memandu, menggandeng, atau menyuapi kita sebagai pemain. Kita perlu melakukan riset kecil-kecilan, menjajal berbagai item yang ditemukan, atau mencari beragam guide di internet secara mandiri. Membongkar pasang senjata, menjajal build, menaikkan level, memasukkan poin status ke atribut tertentu, menjadi aktivitas yang bakal membuat Anda sakit kepala apabila kita tidak memahami hal itu dengan baik.
Meski demikian, Elden Ring tetaplah salah satu gim Souls yang saya rekomendasikan kepada siapapun. Gim ini sangat epik dan mengasikkan di saat yang sama. Memang perlu sedikit dedikasi untuk memahami seluk beluk gim ini dengan baik. Akan tetapi jika sudah memahami hal itu, dijamin bakal memberikan salah satu pengalaman gaming terbaik dalam satu dekade terakhir.
Gimana? Sudah siap mendengar celoteh, “I am Malenia, Blade of Miquella” sampai 30 kali?
Sumber gambar: Akun Instagram @eldenring
Penulis: Nurfathi Robi
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA 5 Hal Nggak Enaknya Jadi Anak PNS.