Bagi saya yang telah berkecimpung di dunia Football Manager selama sepuluh tahun lamanya, referensi tentang wonderkid dan pemain gratisan tidak ubahnya sebuah reportase yang sia-sia. Bagaimana tidak, wonderkid yang asli berkualitas tinggi, pastilah punya buyout clause yang selangit, semuanya pastilah di atas seratus juta euro. Sementara pemain gratisan sih nggak perlu dipertanyakan lagi, kemampuan dan perkembangannya juga murahan, bukan tipikal pemain bintang.
Lebih dari itu, pemain gratisan di Football Manager biasanya adalah pemain tua yang memang nggak berguna lagi bagi klub. Makanya para pemain yang sudah lewat masa jayanya ini dengan mudah dilepas oleh tim sepak bola yang menaunginya. Masa depan mereka yang kalau bukan liga Turki, mestinya China dan Amerika. Beda kasusnya dengan Messi yang usianya sudah 33 tahun dan Cristiano Ronaldo yang 35 tahun, bakalan tetap mahal harganya setidaknya sampai umur mereka 39 tahun di Football Manager.
Jadi, merekomendasikan pemain gratisan untuk masuk skuat klub besutan kita di Football Manager sama saja dengan tindakan yang tidak bermanfaat dan wajib ditinggalkan menurut hadist yang sahih. Selain itu, datangnya pemain tua sebagai pemain baru jelas akan mengganggu keseimbangan tim dan menghambat perkembangan pemain muda jebolan akademi klub.
Banyak sekali gangguan yang bisa ditimbulkan oleh pemain tua dengan segudang prestasi dan kehormatan tinggi seperti ini, contoh saja Mario Mandzukic yang usianya sudah 34 tahun. Dengan atribut current ability (CA) yang nggak lebih dari tiga bintang, dan potential ability (PA) yang sama jebloknya, striker tua cuma bakal mandul di depan gawang. Lantas menimbulkan kecemburuan pemain lain yang lebih layak dijadikan starter.
Potensi kekacauan lainnya akan lebih luas apabila kita terlalu jarang memainkan si pemain tua. Setiap kali melakukan training, ada rating yang bisa kita amati, pada pemain tua ini pastilah malas-malasan saat berlatih, ratingnya nggak pernah lebih dari angka tujuh. Maka sah-sah saja dong kalau tidak dimainkan, eh malah di kemudian hari ngambek dan bikin rusuh minta dipinjamkan, lantas menghasut pemain lain untuk berontak tanpa alasan.
Dari sisi gaji, pemain gratisan juga kerap menuntut gaji tinggi yang sama sekali nggak sesuai kapasitas dan kapabilitas. Kalau dituruti, para pemain lama yang tentunya lebih muda dan sedang dalam masa puncaknya akan ikut iri dan menuntut kenaikan gaji. Lama-lama keseimbangan finansial klub malahan jadi sial kalau mengikuti permintaan subversif naiknya gaji dua hingga lima orang pemain.
Sementara itu, membelanjakan ratusan juta dana transfer demi wonderkid nggak jelas juga sebuah tindakan yang sembrono. Apalagi kalau wonderkid yang direkomendasikan nggak punya catatan mentereng dalam sepak bola dunia nyata. Saran yang paling saya anjurkan untuk mendapatkan wonderkid adalah menunggu setahun atau semusim dulu masa permainan, raihlah minimal satu trofi untuk menarik perhatian para wonderkid.
Pada waktu yang tepat, sekitar satu atau dua tahun ke depan para wonderkid itu akan terjebak bribikan kita dan memaksa untuk dijual murah. Cara kedua yang lebih ekstrem adalah melakukan cek release clause masing-masing wonderkid kenamaan. Salah satu wonderkid tingkat tinggi yang wajib dibeli adalah Erling Haaland, hanya dengan 75 juta euro, calon top scorer Liga Champions ini bisa diangkut ke kandang klub kita.
Meskipun demikian, belanja wonderkid secara ugal-ugalan juga nggak akan menghasilkan output yang gemilang untuk kesuksesan tim besutan idaman. Banyak hal yang mesti dipertimbangkan secara komprehensif dan menyeluruh sebelum memutuskan membeli wonderkid. Salah satunya tentu saja posisi yang akan ditempati si pemain.
Analoginya begini, lihat dulu apakah tim yang kita latih punya wonderkid dengan posisi yang sama. Tentu saja hal tersebut berkaitan dengan formasi tim yang kita gunakan. Misalnya saja Haaland akan saya beli demi memuaskan nafsu dan digabungkan dalam tim Chelsea. Padahal di posisi penyerang sudah ada Timo Werner dan Tammy Abraham sebagai pemain muda yang sedang berkembang. Tentu saja adanya Haaland justru muspro dan bikin kekacauan di lini serang Chelsea.
Kemudian, untuk mendapatkan wonderkid berkelas perhatikan pula CA dan PA sang pemain. Biasanya saya nggak akan membeli wonderkid dengan bintang CA di bawah tiga dan bintang PA di bawah empat. Dan tidak sesederhana itu, atribut bintang yang dapat terlihat pada kedua hal ini juga sangat ditentukan oleh kemampuan scout dan data analyst yang dimiliki oleh klub.
Oleh karena itu, untuk mendapatkan wonderkid yang no tipu-tipu, kita terlebih dahulu mesti punya scout kelas kakap. Lalu, demi bisa merayu para pencari bakat yang memiliki skor judge CA dan judge PA yang optimal, tim kita juga mesti punya prestasi yang nggak receh.
Singkatnya, Football Manager itu bukan mainan anak milenial yang nggak sabaran dan serba karbitan. Waktu dan ketelitian tingkat dewa diperlukan demi membangun tim sepak bola yang mampu mewujudkan sextuple winner. Waktu adalah komponen yang lebih penting, ketimbang tips trik dan cara cepat yang justru gampang bikin keseimbangan tim tersendat.
BACA JUGA Eren dalam ‘Attack on Titan’ Tidak Abuse of Power, Dia Hanya Menjalankan Keniscayaan Nubuat dan tulisan Adi Sutakwa lainnya.