Begini Rasanya Menjadi Penumpang Taksaka VIP

Begini Rasanya Menjadi Penumpang Taksaka VIP (Unsplash)

Begini Rasanya Menjadi Penumpang Taksaka VIP (Unsplash)

Ini bukan Taksaka Panoramic, bukan pula Taksaka Luxury. Status penumpang “VIP” didapat karena berada dalam rombongan yang check-in melalui pintu VIP. Sisanya ya seperti penumpang Taksaka eksekutif biasa.

Pertama kalinya bagi saya menumpangi Kereta Api Jarak Jauh (KAJJ), itu pun karena ada acara ke luar kota dengan transportasi yang dipilihkan oleh panitia. Jika bisa memilih sendiri moda transportasi dan budget-nya pas, pastilah saya memilih pesawat terbang yang lebih cepat. Plus, ini adalah awal dari kegiatan yang cukup padat dan hari pertama pun saya sudah harus berangkat pagi-pagi dari rumah untuk sampai sore hari di Yogyakarta.

Tidak ada boarding pass untuk kenang-kenangan

Saya berpikir bahwa daftar seating plan yang dibagikan oleh panitia hanya sebagai referensi karena nanti akan dibagikan boarding pass lagi. Ya seperti penumpang rombongan di pesawat yang dibelikan kursi pilihan jauh-jauh hari. Di luar dugaan, di lokasi tidak ada pembagian boarding pass yang bisa saya jadikan kenang-kenangan. Panitia pun melibatkan dirinya sendiri untuk melakukan verifikasi dan registrasi peserta, juga membagikan sarapan dan snack yang sudah mereka siapkan dari pihak ketiga.

Mencari-cari gerbong dan kursi sendiri

Menjelang ketibaan rangkaian Taksaka VIP di stasiun, kami diarahkan naik ke peron melalui eskalator setelah para penumpang lain boarding. Ya, gerbong pertama dan gerbong terakhir diisi oleh penumpang non-rombongan. Rombongan kami tidak menggunakan jasa porter, jadi kami mengangkat sendiri koper sampai tersimpan dengan rapi di rak di atas kabin.

Sesampainya di peron, petunjuk kereta mana yang berada di sebelah mana disampaikan dengan relativitas ke arah stasiun KRL terdekat, yaitu gerbong awal mengarah ke Stasiun Gondangdia dan gerbong akhir ke Stasiun Juanda. Ya, jika bingung, bersosialisasilah dengan penumpang kereta yang lain untuk bersama-sama melihat nomor gerbong dan petunjuk pintu untuk lebih dekat menuju kursi. Anehnya, ketika kereta berjejer dari gerbong 1 di depan, kursi nomor awal di gerbong justru berada relatif ke belakang.

Baca halaman selanjutnya: Stabil, tapi terasa ala kadarnya saja.

Fasilitas ala kadarnya Taksaka VIP

Kursi yang tersedia cukup nyaman dan bersih dengan bahan kulit, bukan bludru. Tersedia tempat untuk menaruh botol atau gelas air di atas stopkontak listrik, tetapi penempatannya kurang nyaman bagi mereka yang duduk lebih dekat ke lorong. Saya sendiri tidak menggunakan stopkontak, tetapi rekan-rekan yang menggunakannya memberitahu bahwa jelas daya yang ada kurang bertenaga untuk fast charging ponsel zaman sekarang apalagi laptop. Tertulis pula fasilitas WiFi gratis, tetapi ujungnya tetap menggunakan internet ponsel sendiri karena kecepatannya tidak mumpuni selain untuk basic socmed.

Untuk menaruh kaki, tersedia footstep yang terletak di kursi di depannya dan dibuka dengan cara diinjak. Makan atau bekerja dengan laptop bisa membuka meja yang sedikit lebih ribet, tarik meja dari laci tersembunyi di sandaran tangan di kursi. Permasalahannya, ketika meja dibuka dan footstep juga dibuka, kaki menjadi terasa kurang nyaman karena jarak dari meja ke footstep kurang panjang. Ya, setelah meja dilipat, kaki kembali terasa lega dengan seat pitch yang lebar.

Pendingin ruangan di gerbong Taksaka VIP sebenarnya standar saja, tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin. Sayang, sarana hiburan satu-satunya di kereta ini berupa layar tayangan kecil overhead membuat perjalanan menjadi terasa membosankan selain sembari bekerja, memainkan ponsel, atau foto-foto dan itu pun sangat menghabiskan baterai mengingat sinyal yang tidak stabil. Ketika kereta singgah di beberapa stasiun untuk menurunkan penumpang yang turun lebih awal, kami keluar sebentar dari gerbong untuk menghirup udara segar.

Perjalanan yang cukup stabil

Dibandingkan KRL Commuter Line, bunyi gesekan rangkaian kereta dengan rel terdengar lebih senyap di dalam gerbong dan hentakannya juga terasa lebih minim. Akan tetapi, entah mengapa justru gestur berbelok lebih terasa di dalam Taksaka VIP dibandingkan terhadap KRL. Bau rem juga terasa cukup kuat ke dalam gerbong Taksaka, bahkan kereta kami sempat berhenti beberapa saat menjelang Yogyakarta karena permasalahan rem.

Hentakan yang lebih minim ini tentu membuat aktivitas ke kamar mandi dan gerbong makan juga lebih nyaman. Di gerbong makan, tersedia beberapa bench bersandaran dengan meja makan sehingga terasa seperti di rumah makan pada umumnya. Penumpang bisa melihat secara langsung proses memasak dan menyajikan makanan yang dipesan. Harganya masih relatif wajar, tetapi sayang ketersediaan menu terbatas.

Kamar mandi juga tergolong cukup bersih dengan keberadaan air dan sabun yang mencukupi serta lubang ventilasi layaknya di kamar mandi rumah. Saya hanya bingung dengan keberadaan 2 kunci di pintunya ketika yang digunakan hanya 1 dan ada kamar mandi yang pintunya tidak bisa dikunci. Mengingat gerbong menggunakan kloset duduk, KAI mungkin juga bisa mempertimbangkan penggantian tutup kloset untuk membuat kamar mandi terlihat semakin prima.

Sesampainya di Yogyakarta

Gerbong 2 yang saya naiki menjadi gerbong yang nyaman dan saya rekomendasikan jika Anda menumpangi kereta Taksaka VIP. Catatannya, selama gerbong 1 berada di depan dan mengarah ke Yogyakarta, ya. Tidak jauh dari ujung eskalator naik di Stasiun Gambir dan masih tertutupi atap peron, gerbong ini juga tidak jauh dari tangga turun menuju pintu keluar Stasiun Tugu Yogyakarta.

Saya jadi paham mengapa panitia memilihkan kereta Taksaka VIP. Stasiun Tugu berada di pusat kota Yogyakarta dan dekat dengan tujuan wisata Malioboro, berbeda sekali dengan bandara baru yang berada jauh di Kulonprogo. Satu hal yang tersisa cukup menyebalkan dari perjalanan dengan kereta adalah saya tidak bisa membawa koper lebih besar alias mentok dengan ukuran 20 inci.

Penulis: Christian Evan Chandra

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Percayalah, Kereta Api Ekonomi Itu Pantas Difavoritkan!

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version