Radio Argososro FM, Tetap Menghibur dan Menjaga Identitas Warga Gunungkidul

Radio Argososro FM, Tetap Menghibur dan Menjaga Identitas Warga Gunungkidul

Radio Argososro FM, Tetap Menghibur dan Menjaga Identitas Warga Gunungkidul (Unsplash.com)

Menjamurnya aplikasi layanan streaming musik online yang makin mudah diakses oleh masyarakat Indonesia, sempat dinilai banyak pihak bakal mengancam keberadaan radio. Tapi, dugaan itu ternyata nggak sepenuhnya benar. Terbukti sampai saat ini radio kebanggaan warga Gunungkidul, Argososro FM, masih tetap eksis dan memiliki cukup banyak pendengar.

Ya, radio Argosoro FM jadi salah satu bukti kalau radio belum sepenuhnya punah dan ditinggalkan para penggemarnya. Saya masih sering mendengar lagu-lagu yang keluar dari radio ini. Bahkan saat beraktivitas, keluarga dan tetangga sekitar saya, sampai sekarang tetap ditemani radio di saluran FM 93.2 Mhz tersebut.

Harus diakui mempertahankan keberadaan radio di era serba digital seperti sekarang memang nggak semudah membalik taplak meja. Tapi, melihat radio Argososro FM yang masih tetap mengudara dan diminati para pendengar setianya, tentu menarik untuk menelisik cara kerja tim radio dalam merespons keadaan agar tetap relevan sepanjang zaman.

Radio Argososro FM, tetap menghibur pendengar di era digital

Kita tahu, era reformasi jadi titik awal munculnya radio-radio lokal di Indonesia, tak terkecuali Argososro FM. Secara resmi, radio kebanggaan warga Gunungkidul ini berdiri pada tahun 2000. Sejak mengudara di langit Gunungkidul, Argososro FM langsung disambut baik oleh masyarakat yang tinggal di Bumi Handayani.

Argososro FM didirikan untuk menunjang kebutuhan informasi dan hiburan bagi masyarakat Gunungkidul. Selain itu, radio ini hadir juga untuk membantu warga yang ingin mempromosikan beragam jenis usaha atau bisnisnya melalui layanan iklan.

Radio yang berkantor di Jalan Pangarsan 87, Wonosari, itu memberikan beragam program siaran berbasis sosial dan budaya. Ini bisa dilihat dari program yang sering diputar di radio Argososro FM. Mulai dari sajian musik campursari, gending Jawa, dangdut  tembang kenangan, hingga pertunjukan wayang kulit.

Peka dengan selara mayoritas warga Gunungkidul, bikin radio Argososro FM masih tetap eksis di era digital seperti sekarang. Terlebih ada program on air kirim-kirim salam dan request lagu, tentu makin mendekatkan antarwarga yang hidup di selatan Kota Jogja ini.

Penyambung kabar antarwarga Gunungkidul

Lahir dan tumbuh di Gunungkidul, sejak kecil saya sudah akrab dengan radio Argososro FM. Hampir setiap hari, sambil memasak di dapur, ibu saya sering mendengarkan radio di saluran FM 93.2 Mhz itu. Salah satu program yang nyaris diikuti oleh ibu saya sepanjang hari adalah Salam Dangdut dan Salam Campursari, yang biasa dipandu oleh Mas Margo Ersas atau Mas Wage Ersas.

Saking seringnya mendengar acara ini, saya sampai hafal jadwal on air para penyiar, lho. Salam dangdut sendiri bisa didengarkan setiap hari Senin sampai Sabtu pada pukul 08.00-10.00 WIB. Sementara, salam campursari bisa dinikmati pendengar jam 2 siang sampai jam 4 sore. Sesuai namanya, nantinya para pendengar bisa request lagu-lagu dangdut dan campursari yang lagi hits.

Nggak cuma bisa request lagu, pendengar juga bisa kirim-kirim salam dengan kerabat dan sanak saudara lewat SMS atau WhatsApp. Bahkan, para pendengar radio Argososro FM sudah kayak punya komunitas sendiri. Meski jarang bertatap muka, tapi mereka tampak akrab dan saling mengenal satu sama lain.

Meski kini tersedia beragam aplikasi di hape, kirim-kirim salam lewat radio masih digemari sebagian warga Gunungkidul. Adanya hiburan ini terbukti mampu menjalin silaturahmi antarwarga yang hidup di Bumi Handayani. Nggak sekadar menyapa, tapi kadang mereka juga sering bertukar kabar dan informasi apa saja yang sedang terjadi di lingkungan sekitar.

Radio Argososro FM menjaga identitas warga Gunungkidul

Radio Argososro sudah seperti warisan keluarga yang terus didengarkan dari generasi ke generasi. Dulu sewaktu masih kecil, simbah saya sering mendengar wayang kulit setiap malam dari saluran radio ini. Kini, saya dan orang tua juga hampir setiap hari mendengar musik campursari lewat radio Argososro FM.

Buat saya pribadi, radio Argososro bukan sekadar media untuk berkirim pesan, tetapi sekaligus penjaga identitas warga Gunungkidul. Ya, di tengah banjirnya budaya asing yang masuk ke Indonesia, radio Argososro tetap percaya diri dan konsisten memutar lagu-lagu campursari khas Gunungkidul.

Kita tahu bahwa campursari jadi genre musik asli Gunungkidul, yang dulu dipopulerkan oleh almarhum Manthous. Saya rasa, lewat peran radio seperti Argososro inilah musik campursari sampai sekarang masih tetap eksis dan semakin diminati kawula muda. Makanya nggak berlebihan kalau menganggap Argososro FM berperan besar dalam menjaga kesenian tradisi di Yogyakarta, khususnya di Gunungkidul.

Akhir kata, semoga radio lokal di berbagai daerah tetap mengudara dan setia menemani keluarga Indonesia. Zaman terus bergerak dan perubahan di bidang komunikasi pasti akan terjadi. Tapi, kreativitas dan inovasi seperti yang dilakukan radio Argososro FM akan tetap memberi warna bagi setiap generasi. Pasti.

Penulis: Jevi Adhi Nugraha
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Meluruskan Anggapan Keliru Soal Penyiar Radio yang Beredar di Masyarakat.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version