Quarter Life Crisis dan Alasan Kenapa Kita Sangat Peduli Terhadap Angka (Khususnya Gaji)

bahagia walau tidak berguna, Quarter Life Crisis: Kenapa Kita Sangat Peduli Terhadap Angka

Quarter Life Crises: Kenapa Kita Sangat Peduli Terhadap Angka

Ketika semua sibuk ngomong pembahasan gaji dari Jouska, Big Alpha, dan akun-akun lain yang suka bahas gaji dan financial planning,—aku yang nggak ngerti bahas jumlah income, peluang kerja, dll—-mau bahas alasan kenapa sih kita begitu peduli sama angka-angka itu. Dan ini semua berhubungan dengan QUARTER LIFE CRISIS!!1!! Sebuah fase menyebalkan (tapi krusial) yang harus kita lalui demi perkembangan diri kita.

Jadii, kalau kita lihat beberapa hari (atau bulan) belakangan ini, kita pasti sadar betul kalau obrolan soal gaji, lifestyle, dan financial planning lagi panas-panasnya di Twitter.

Kenapa? Salah satu faktornya mungkin di bawah ini.

Yhaaaa, usia pengguna twitter! Apa hubungannya usia dan rame-rame ngomongin gaji, lifestyle dan financial planning?

Kalau melihat trafik ini, twitter (dan sosial media lainnya juga sih) saat ini dipenuhi oleh anak-anak muda, usia yang mana bisa disebut usia krusial karena di usia inilah seseorang dianggap perlu untuk “mengambil keputusan” mengenai jalan hidupnya. Dan di usia ini juga seseorang akan mengalami sebuah fase bernama quarter life crisis.

Yang aku bayangin sih, banyak dari kita baru lulus pendidikan, mau masuk dunia kerja, mau mencoba bisnis sendiri. Kita benar-benar merasa ditantang untuk menjawab berbagai tantangan “Kedewasaan” di usia ini.

Anak SMA yang kemarin masih main kartu di kelas mau nggak mau sekarang harus jadi dewasa. Jadi usia 20-30an itu memang merupakan usia pendewasaan. Selain secara konteks sosial, otak kita pun mencapai puncak pendewasaannya di usia segini (tepatnya 25). Kita sudah berada di titik yang tepat untuk embracing adulthood.

Nahhh, masalahnya nih, Kita mulai membabi-buta mencari indikator yang membuat kita merasa “Dewasa”. Salah satu indikator yang kita ambil adalah kemantapan finansial.

“Gaji gue udah termasuk standard ga sih?”, “Gue kan lebih pinter dari si A waktu kuliah, kok gaji dia lebih gede?”, dst dst dst.

Kalo kita lihat survei-survei internet nih, banyak yang mengalami insecurity di bidang-bidang financial. Kemantapan karir lah, hutang lah, ekspektasi gaji lah. Memang uang adalah kesepakatan universal yang luar biasa wkwkw. Kita pun merasa kita dinilai dari uang.

Ya ngga salah juga sih kamu menggunakan uang sebagai tolak ukur, sah sah aja apalagi kalau itu membuatmu termotivasi tentu bagus sekali. Tapi kalau membuatmu merasa rendah sendiri ya buat apa? Biasanya kita menggunakan motif uang sebagai topeng motif kita yang sebenarnya.

Apa motifmu sebenarnya? Membuktikan diri sendiri? balas dendam dengan orang yg meragukanmu dulu? memperoleh kekaguman orang lain? Kalau itu motifmu, uang sebanyak apa pun tidak akan bisa memuaskan ini. Insecurity inilah yang mendorongmu untuk “peduli” akan thread-thread keuangan itu.

Insecurity yang kamu harus lewati agar menjadi dewasa. Insecurity dari orang lain yang kamu bebani untuk dirimu, sehingga lupa kalau hidupmu tentang dirimu sendiri. Aku ngga akan bisa menjawab bagaimana kamu menyelesaikan insecurity ini, karena aku bukan dirimu.

Tapi ada satu quotes dari satu komik (yang aku lupa namanya) yang menurutku bisa dijadikan clue. “Kamu terlalu sibuk mencari pengakuan apa yang membuatmu dewasa, tetapi kamu tidak sadar, bahwa kesibukanmu mencari pengakuan itulah yang membuatmu tidak dewasa.”

BACA JUGA Rata-rata Gaji Orang Indonesia: Data yang Perlu Kamu Tahu Biar Nggak Minder Gaji Kamu Segitu atau tulisan Nago Tejena lainnya. Follow Twitter Nago Tejena.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version