Persatuan Sepakbola Indonesia Wonosobo atau disingkat PSIW, tentu cukup asing di telinga para penggemar sepak bola di jagad tanah air. Hal ini dikarenakan klub berjuluk Laskar Kolodete ini bahkan belum bisa bermain di liga 3 Nasional. Hal ini tak lain dan tak bukan disebabkan karena Wonosobo tidak memiliki stadion yang layak, bahkan untuk ajang Piala Soeratin sekalipun.
Meski dianggap kering akan prestasi di tingkat provinsi, animo masyarakat kota Asri terhadap sepakbola sangatlah besar. Hal ini terbukti dengan merebaknya fanbase klub sepakbola seperti The Jakmania, Viking, Aremania sampai Brigata Curva Sud yang kerap menunjukkan identitasnya ketika klub tersebut bertanding.
Ketiadaan stadion yang dianggap layak untuk pertandingan sekelas Piala Soeratin menjadikan perjalanan PSIW patut dikupas dan dibahas sembari menyeruput kopi panas. Sebab, dengan keterbatasan yang ada, tim ini tetap berjuang dengan menerapkan motto fino alla morte yang artinya berjuang sampai mati.
Pada 2018, masyarakat Wonosobo dikejutkan dengan berita yang tidak mengenakkan, di mana pada tahun tersebut PSIW tidak bisa turut serta dalam ajang Piala Soeratin karena dianggap stadion yang menjadi home base PSIW yakni Stadion Kalianget tidak layak untuk dijadikan venue pertandingan piala Soeratin.
Hal ini tentu mengecewakan banyak pihak, mulai dari pelatih, manajer, pemain dan seluruh masyarakat Wonosobo. Kabar ini pun tersebar secara masif dan menjadi topik obrolan di angkringan ataupun warung kopi.
Rasa kecewa ini bisa diibaratkan seperti seseorang yang ditolak cintanya sebelum menyatakan perasaan kepada seseorang yang dicintainya. Pedih, perih, ambyaaaar.
Tanpa bermaksud mendiskreditkan kota kelahiran saya, Stadion Kalianget memang tampak seperti stadion alami dengan tribun beralaskan rumput, tidak ada kursi untuk tempat duduk, dan tidak ada ruang ganti bagi para pemain. Hal tersebut jelas menunjukkan bahwa home base PSIW tersebut masih jauh dari kesan profesional.
Pada 2017, Menteri Pemuda dan Olahraga saat itu Imam Nahrawi sempat membuat masyarakat Wonosobo berseri-seri dengan isu pembangunan stadion sepakbola di Wonosobo. Hal ini diketahui setelah blio menyampaikan perihal pembangunan stadion tatkala melakukan kunjungan kerja.
Namun, wacana yang menyejukkan hati ini rupanya kandas setelah Bapak menteri resmi mengenakan rompi orange dari KPK. Hingga sampai saat ini Stadion Kalianget masih tetap menjadi pemanis data di situs Wikipedia.
Hal ini berbeda dengan kabupaten sebelah yakni Banjarnegara yang sudah memiliki stadion yang pernah menjadi tempat berlatih timnas U-16 Putri sebelum skandal pengaturan skor menyeruak.
Pertaruhan gengsi semakin diperkuat dengan adanya fakta bahwa Wonosobo merupakan satu-satunya kabupaten di Jawa Tengah yang tidak memiliki stadion. Padahal kota tetangga seperti Banjarnegara dan Temanggung yang notabene memiliki UMK lebih rendah dibanding Wonosobo, justru memiliki stadion yang layak untuk mengikuti ajang Piala Soeratin.
Impian masyarakat Wonosobo untuk memiliki stadion yang layak setidaknya telah menjadi bahan diskusi bagi para anggota dewan dan pemerintah. Hasilnya, pemerintah mengklaim memiliki dana sebanyak tiga milyar untuk membangun stadion. Sebuah anggaran yang setara dengan lima kali menyewa stadion Gelora Bung Karno.
Meski sempat absen pada 2018 dalam ajang Piala Soeratin, keajaiban datang pada 2019 di mana PSIW U-17 diperbolehkan ikut bertanding dengan menyewa stadion yang layak untuk pertandingan home. Saat itu, perjalanan PSIW U-17 memiliki kisah unik, inspiring sekaligus haru kala tim PSIW Junior harus menyewa stadion di Magelang untuk pertandingan kandang. Ibarat Manchester United yang terpaksa bertanding home melawan Chelsea di Anfield Stadium.
Oleh karena dana yang dibutuhkan untuk menyewa stadion amatlah besar, para pemain PSIW Junior dengan rela hati dan semangat Fino alla morte–nya berangkat menuju Magelang dengan mengendarai sepeda motor. Mereka juga beristirahat dengan menumpang tidur pada salah satu rumah milik official.
Harga sewa stadion untuk pertandingan home saat itu senilai 20 juta, tarif tersebut sudah termasuk biaya keamanan, kesehatan, dan lain sebagainya. Jika PSIW harus menjalani lima kali pertandingan home, tentu saja dibutuhkan cuan senilai Rp100 juta. Sebuah angka yang besar untuk tim yang minim sponsor.
Kecintaan para pemain PSIW U-17 kepada daerahnya telah membuat mereka seakan lupa akan nikmatnya perjalanan dengan bus AC, lalu transit di hotel seperti yang dilakukan oleh tim dari kota tetangga.
Perjuangan ini-pun tidaklah sia-sia, hal ini dibuktikan dengan pemecahan rekor prestasi yang ditorehkan oleh Laskar Kolodete hingga berhasil masuk dalam peringkat 12 besar. Pencapaian tersebut tentu sangatlah luar biasa, karena semenjak Piala Soeratin diadakan, baru pada 2019 PSIW dapat masuk dalam babak penyisihan. Sisanya terpaksa kandas terdegradasi di fase grup.
Prestasi ini tentu bisa menjadi salah satu alasan mengapa pembangunan stadion yang layak bagi Wonosobo adalah sebuah harga mati. Meski pembangunan stadion merupakan sesuatu yang membutuhkan banyak anggaran, namun hal ini tentu saja harus diperjuangkan oleh pemerintah kabupaten dan jajarannya secara 100%, all out dan total.
Entah bagaimana caranya pembangunan home base PSIW harus tetap dilakukan dan diupayakan, meski harus meminta bantuan Bandung Bondowoso sekalipun yang berpengalaman dalam membangun banyak candi dalam waktu singkat.
BACA JUGA ‘Anak Band’ Adalah Sinetron dengan Judul Paling Aneh yang Pernah Ada dan tulisan Dhimas Raditya Lustiono lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.