3 Privilese Warga Bantargebang yang Nggak Dimiliki Warga Daerah Lain

3 Privilese Warga Bantargebang yang Nggak Dimiliki Warga Daerah Lain

3 Privilese Warga Bantargebang yang Nggak Dimiliki Warga Daerah Lain (22Kartika via Wikimedia Commons)

Bicara soal sampah Jakarta berarti kita juga harus membicarakan Bantargebang biar makin afdal. Buat yang belum tahu, Bantargebang adalah sebuah nama kecamatan di Kota Bekasi. Di kecamatan ini terdapat tempat penampungan sampah akhir yang menjadi tempat pembuangan sampah dari Jakarta setiap harinya. Kecamatan Bantargebang sendiri meliputi empat kelurahan: Kelurahan Bantargebang, Kelurahan Ciketing Udik, Kelurahan Cikiwul, dan Kelurahan Sumur Batu.

Tulisan ini nggak akan membahas masalah sampah yang ada di sana. Biarlah sampah-sampah itu menjadi urusan DLH DKI Jakarta. Urusan saya dan pembaca Terminal Mojok cukup tau aja. Kita nggak perlu menghujatnya karena kalau membaca tulisan ini sampai selesai, ada kemungkinan kalian pengin tinggal di sana.

Jika kalian mengenal Bantargebang hanya dengan sampahnya, kayaknya kalian perlu menambah pengetahuan soal daerah ini. Sebab nyatanya, di sana ada keistimewaan yang bisa bikin daerah lain iri.

Salah seorang teman saya yang beralamat di Bantargebang merasa senang dan bangga tinggal di sana. Lha, lha, kok bisa? Bukannya di sana bau?

Berbeda dari kebanyakan orang, teman saya malah pengin terus beralamat di sana. Meski suatu hari nanti dia harus menikah dengan orang yang bukan berasal dari Bantargebang, katanya dia pengin tetap tinggal di sana. Mungkin saking cintanya ya.

Berdasarkan penuturan teman saya, rupanya ada keistimewaan yang dia rasakan sejak lahir dan besar di Bantargebang. Apa saja keistimewaannya? Silakan disimak.

#1 Melihat kendaraan besar lalu-lalang di Bantargebang

Bagi anak kecil, melihat kendaraan berukuran besar dan nggak biasa tentu merupakan sebuah pengalaman yang menyenangkan. Kita saja yang tiap hari melihat motor matic biasa tentu akan melirik dan bahkan menatap tak berkedip saat ada motor gede macam Harley lewat. Hayo, ngaku aja. Nah, begitu juga yang dirasakan anak-anak di Bantargebang.

Menurut teman saya, sejak kecil, setiap pagi warga yang tinggal di Bantargebang sudah disambut dengan truk-truk berukuran besar yang lewat di depan rumah mereka. Truk yang lewat ini juga bukan truk sembarangan, melainkan truk yang besar dan kuat karena harus mengangkut sampah yang sering kali disertai cairan penyebab korosif.

Sepulang sekolah, anak-anak yang tinggal di Bantargebang juga bisa menikmati pemandangan excavator, bulldozer, dan alat berat lainnya memindahkan sampah. Sungguh sebuah privilese yang nggak bisa dirasakan anak-anak daerah lain. Di saat anak Jakarta hanya bisa melihat gambarnya, anak Bantargebang bisa merasakan pengalaman langsung melihat alat-alat berat tersebut bekerja memindahkan sampah. Yah, meskipun harus sambil mencium baunya…

#2 Dapat mainan baru

Teman saya kemudian melanjutkan ceritanya. Saat dia duduk di bangku SD, teman sekolahnya sering kali membawa mainan keren, terutama mereka yang tinggal pas di pinggir TPST.

Mainan anak Jakarta memang selalu yang terbaru. Saat anak-anak ini bosan atau ada sedikit bagian yang rusak, biasanya solusinya ya membuang mainan tersebut. Mainan yang dibuang tersebut biasanya terbawa hingga ke pembuangan sampah terakhir. Makanya teman sekolah teman saya yang tinggal persis di pinggir TPST ini bisa menemukan mainan-mainan terbaru walaupun sudah rusak.

Teman saya mengaku, teman sekelasnya bisa tiba-tiba membawa mobil tamiya. Di hari lain, temannya juga membawa sepatu roda hingga skateboard ke sekolah. Luar biasa juga, ya.

#3 Dapat uang kompensasi bau

Alasan kuat lainnya yang membuat teman saya sebagai warga Bantargebang enggan mengubah alamatnya adalah uang kompensasi yang bisa dia dapatkan. Uang kompensasi atau lebih dikenal “uang bau” adalah sejumlah yang diberikan tiap bulan kepada warga yang tinggal di Bantargebang. Yah, mirip kayak uang pensiunan gitu, tinggal menunggu cair saja tiap bulan.

Teman saya mengakui bahwa uang yang diberikan memang nggak banyak, tapi nggak akan ada warga yang menolaknya. Katanya cukup menunjukkan KK yang beralamat di empat kelurahan di Bantargebang sebagai syarat utama. Selanjutnya, warga tinggal menunggu uang masuk ke rekening.

Terbaru, uang kompensasi bau yang diberikan berjumlah Rp400 ribu. Cukup untuk membeli pengharum ruangan untuk ditaruh di semua sudut ruangan supaya bau sampah nggak terlalu menyengat.

Itulah beberapa privilese yang dirasakan teman saya si anak Bantargebang. Kalau kalian jadi teman saya, kira-kira bakal pindah alamat atau tetap tinggal di sana?

Penulis: Abdul Hamid
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Buat Piyungan, kalo Mau Jadi Wisata Gunung Pertama di Dunia, Lewati Dulu Bantargebang.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version