Preman Pensiun episode 22 dibuka dengan adegan Esih sedang menyapu teras rumah. Setelah selesai menyapu, Esih masuk rumah menemui Kang Mus yang sedang termenung. Di depan Kang Mus, ada kopi dan ada permasalahan yang sepertinya agak pelik. Esih bertanya apa yang sedang dipikirkan Kang Mus. Untuk membagi gelisah, akhirnya Kang Mus menceritakan pertemuannya dengan Kang Bahar.
Kang Mus mengatakan, saat ia dipanggil oleh Kang Bahar dan duduk bersama. Kang Bahar bilang kepada Kang Mus kalau Kang Bahar tidak mau lagi menerima uang dari jalanan, uang dari pasar, dan uang dari terminal. Dalam episode ini, tidak dikatakan mengapa Kang Bahar tidak mau lagi menerima uang tersebut. Di sini Kang Bahar hanya mengatakan, “Akang tidak mau menerima dan kamu—menunjuk pada Kang Mus—bukan anak buah Akang lagi dan kamu sudah menjadi keluarga Akang.”
Setelah menceritakannya, spontan Esih mengatakan uangnya lebih baik disimpan sendiri saja. Alasannya sederhana: buat tabungan dan biaya sekolah anak. Ia juga mengode Kang Mus untuk membeli atau merenovasi rumah yang kata Esih “kurang pantas”. Kaget dengan respon Esih, Kang Mus menjawab, “Jangan, itu haknya Kang Bahar”.
“Kan, Kang Bahar sudah nggak mau menerima. Kalau tidak mau disimpan sendiri, uangnya mau dikasih ke siapa?”
Kang Mus jadi makin bingung. Kopinya tak tersentuh sama sekali.
Adegan berlanjut di rumah Kang Bahar. Ia terlihat sedang duduk tegap, lengkap beserta tongkat yang selalu dipegangnya. Kang Bahar memanggil Amin, mengatakan bahwa ia sudah pensiun dari bisnisnya. Kalau Kang Bahar sudah pensiun, artinya intensitasnya bepergian akan menurun.
Kang Bahar juga mengatakan kepada Amin bahwa ia hanya akan duduk dan menunggu anak-cucunya datang.
“Saya belum pecat kamu, tapi kamu sudah boleh cari pekerjaan lain,” kata Kang Bahar kepada Amin.
Dengan wajah sedih, Amin pergi ke tempat ia biasa duduk dengan Imas. Di sana Amin berkata pada Imas, “Bapak udah nggak perlu Aa’ Amin lagi.”
Adegan dilanjutkan dengan Ubed yang pada awal episode digambarkan sebagai tukang copet yang beralih profesi jadi tukang cilok. Saat lagi duduk nyantai menunggu pelanggan dan bicara dengan Dewi, partner jualan ciloknya tentang pengembangan usahanya, Ubed ditelepon Amin yang. Amin mengatakan ia butuh pekerjaan baru karena bosnya pensiun.
Setelah ditelepon oleh Amin, Ubed mendapat telepon lagi. Yang menelepon ternyata Saep, partner in crime-nya dalam mencopet. Saep menanyakan bagaimana hasilnya jualan cilok dan lebih banyak mana, hasil jualan cilok atau hasil mencopet. Ubed menjawab, lebih banyak mencopet. Saep langsung membalas, “Nggak kepikiran buat balik lagi jadi copet?”
Meski Ubed menjawab tidak, Saep tak menyerah. “Kalau kamu kangen sama kerjaan lama kamu, kita jadi partner lagi, di sepanjang jalan kenangan.”
Dalam adegan selanjutnya, Amin izin kepada Kang Bahar yang tengah santai di teras rumah untuk pergi keluar. Setelah diizinkan, Amin pergi dan Kang Bahar menelepon Kang Mus. Dalam pembicaraannya, Kang Bahar meminta Kang Mus membantu Amin mencari pekerjaan. Kang Mus mengiyakan dan telepon ditutup.
Amin, yang pergi sebelum Kang Bahar menelepon, terlihat sudah berada di dalam angkot. Ketika ia turun, Amin menyadari dompetnya hilang. Akhirnya, diteleponlah Kang Mus untuk mengabarkan ia kecopetan. Pelaku copetnya adalah partner Ubed, yakni Saep.
Awalnya saya mengira Kang Mus akan membantu Amin dengan metode yang sama seperti di episode 1 dengan menyuruh anak buahnya mencari siapa pencopetnya. Ternyata kali ini Kang Mus membawa Amin ke kantor polisi buat bikin laporan kehilangan yang nanti bisa dipakai membuat KTP dan SIM baru. Kang Mus juga memberikan uang jaga-jaga, siapa tahu Amin butuh.
Kang Mus dan Amin lalu makan bersama. Saat itu Kang Mus menanyakan pekerjaan Amin. Kata Amin, ia sebenarnya tetap ingin bekerja pada Kang Bahar.
“Kang Bahar kan sudah pensiun. Kamu mau kerja jadi apanya lagi?” tanya Kang Mus.
“Ya, mungkin bisa jadi sopir anaknya.”
“Anaknya kan kerja di Jakarta.”
Kang Mus ngasih saran, lebih baik Amin kerja sama orang lain, nanti Kang Mus yang akan menitipkan. Tapi, sepertinya Amin keukeuh ingin bekerja kepada Kang Bahar.
Kang Mus langsung bilang, “Dasar, kepala batu.”
Adegan dilanjutkan dengan pembicaraan Komar dan Gobang di terminal. Komar mengkritik Gobang yang bisa-bisanya punya dua anak buah, yakni Murad dan Pipit, yang mau dikomando Jamal. Komar lalu diantarkan ke pasar oleh Gobang. Di pasar, Komar berputar-putar menyusuri pasar dan menemukan Iwan sedang menggoda Yuyun. Iwan ia suruh minggir dan malah Komar yang ganti menggoda Yuyun.
Ciri khas utama Preman Pensiun yang saya lihat adalah cepatnya adegan berganti. Adegan Komar menggoda Yuyun segera diganti adegan Amin menyetop angkot dan langsung menaikinya. Di dalam angkot tersebut Amin bertemu Ubed dan partner copet barunya. Karena sadar akan hal ini, Amin menanyakan kepada Ubed, “Masnya yang tadi naik angkot bareng saya juga, kan?” Ubed tidak mengaku. Amin lanjut melihat sebelah kirinya. Ternyata, orang yang sama juga. Dan Amin langsung berkata, “Saya tadi kecopetan, posisinya sama dengan ini saat saya duduk.” Kedua copet tersebut langsung saja berkata, “Loh kok nuduh kita copet?”
Tanpa basa-basi, digebukinlah Amin oleh kedua copet tersebut. Amin dibawa turun angkot. Dengan langkah gontai seperti sarjana muda yang bingung cari kerja, baju lusuh, dan wajah yang bersedih, Amin kembali ke rumah Kang Bahar dengan perasaan yang campur aduk dan badan sakit-sakit karena dikeroyok dua copet.
Dalam Preman Pensiun episode 22 ini, Amin banyak mengambil porsi. Setelah kecopetan, ia kembali ke rumah dan curhat kepada Imas. Ia mengeluhkan kejadian yang dialaminya. Disuruh berhenti jadi sopir Kang Bahar, harus mencari pekerjaan baru, kecopetan, dan digebukin oleh pencopet dompetnya. Amin terpikir dua pilihan, melamar pekerjaan baru atau buka usaha sendiri.
Untuk pilihan pertama, mungkin tidak bisa. KTP dan SIM-nya hilang. Untuk yang kedua, mungkin ia bisa. Selain karena tidak butuh SIM dan KTP, ia juga punya teman yang membuka usaha sendiri, yakni Saep si pedagang cilok. Akhirnya Amin menghubungi Saep dan menanyakan posisinya saat ini. Setelah diberi tahu, Amin pergi ke tempat Saep berjualan. Ketika sampai Amin langsung memberi tahu ia juga ingin membuka usaha sendiri, tapi berjualan cireng.
Amin bertanya kepada temannya yang berpengalaman tentang bagaimana harus memulai usaha. Kata Saep, untuk awal berjualan cireng, jangan berpikir dulu jumlah modal yang ditentukan dan tempat jualannya. Lebih baik belajar dulu untuk membuat cireng. Setelah ditanyakan, ternyata Amin belum bisa bikin cireng. Akhirnya Amin pulang lagi dan langsung menghampiri Kang Bahar. Amin menginformasikan bahwa dirinya tidak akan bekerja pada orang lain, melainkan akan membuka usaha sendiri. Kang Bahar merestui.
Selepas bertemu Kang Bahar, Amin pergi ke tempat ia biasa ngobrol dengan Imas. Tanpa basa-basi, Amin langsung meminta bantuan Imas mengajari cara masak cireng. Kata Imas, “Oh, gampang itu, Kang. Bahannya hanya tepung kanji, tepung tapioka, bawang putih, dan beberapa bahan sederhana lain. Setelah semuanya dicampur dan adonan terbentuk, tinggal goreng.”
Amin antusia. “Langsung bikin besok ya?” tanyanya. Imas mengiyakan.
Kang Mus yang baru pulang mengantar Amin mengurus surat kehilangan pulang dan langsung minta es teh kepada Esih. Kang Mus menceritakan kebaikan-kebaikan Kang Bahar, katanya Kang Bahar lah yang memberi uang satu juta untuk biaya berobat ibu Kang Mus. Kang Bahar juga membantunya mendapatkan pekerjaan tanpa menanyakan ijazah, pengalaman, dan segala tetek bengek persyaratan kerja lainnya. Kata Kang Mus, Kang Bahar hanya butuh orang yang bisa dipercaya.
Kang Mus terlihat meratapi pilihan pensiunnya Kang Bahar dari bisnis yang selama ini dibangunnya. Dalam adegan Preman Pensiun episode 22 ini, Kang Mus berkata bahwa Kang Bahar telah menganggap Kang Mus sebagai keluarga dan bukan lagi anak buah. Artinya, dia harus menjaga seluruh keluarga Kang Bahar, Amin, juga Imas. Kang Mus berkewajiban untuk melakukan itu semua.
Setelah ngobrol dengan Esih, Kang Mus pergi lagi. Kali ini tujuannya ke pasar. Kang Mus mendatangi Gobang yang diberi tugas mengurusi terminal. Dalam pertemuannya, Kang Mus bicara serius. Ia bicara tentang Jamal yang telah diberi kesempatan kedua tapi masih saja berulah. Kata Kang Mus, kalau mau jadi disegani dan dihormati seperti Kang Bahar, Jamal seharusnya tidak melakukan cara-cara kekerasan, bikin rusuh di Dago, dan sampai ditangkap polisi. Bukan begitu caranya. Itu semua bukan cuma salah, tapi juga bikin malu, kata Kang Mus.
Preman Pensiun episode 22 ditutup dengan pertanyaan Gobang kepada Kang Mus, “Sekarang, gimana cara Akang buat meng-handle Jamal?”
Baca sinopsis semua episode Preman Pensiun musim 1 di sini.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.