Pratama Arhan, Euforia, dan Tantangan bagi Klub Indonesia

Pratama Arhan, Euforia, dan Tantangan bagi Klub Indonesia

Pratama Arhan, Euforia, dan Tantangan bagi Klub Indonesia (instagram @pratamaarhan8)

Kepergian Pratama Arhan ke Tokyo Verdy, selain euforia, jelas mengundang rasa skeptis yang tidak sedikit. Tulisan Adrianus Eduard Johanes yang berjudul Gudang Talenta, Raksasa Media Sosial di Pandit Football, menggambarkan popularitas to the moon dari tim kasta kedua Liga Jepang tersebut pasca bergabungnya sang pemain bertahan asal Blora. Fenomena yang juga terjadi pada FK Senica dan Lechia Gdansk di masa lalu. Artinya, perekrutan pemain Indonesia, hampir selalu terikat dengan misi-misi komersil manajemen tim luar negeri.

Selain itu, arus transfer dari Asia Tenggara ke Liga Jepang juga merupakan konsekuensi dari direvisinya aturan transfer liga. Hasilnya, klub-klub Jepang jadi lebih leluasa merekrut pemain dari region ASEAN. Perekrutan pemain muda asal Vietnam, Pham Van Luan dan Vu Hong Quan adalah bukti jika klub sepak bola Negeri Sakura sedang dalam tren untuk merekrut talenta-talenta Asia Tenggara. Pratama Arhan merupakan salah satu bagian dari gerbong tren tersebut.

Meski demikian, sungguh tidak adil meragukan Pratama Arhan hanya karena dua poin di atas. Ia memiliki potensi untuk bersaing. Nyetel dengan strategi Shin Tae-yong adalah salah satu nilai plus dari pemain berusia 20 tahun itu. Hal itu jadi pertanda bahwa Arhan punya kemampuan dan pemahaman untuk beroperasi sebagai bek kiri dalam konteks taktik sepak bola modern. Sebuah modal berharga untuk mentas di sepak bola manca negara.

Kelanjutan karier di luar negeri salah satu putra terbaik sepak bola tanah air tentu mesti diapresiasi. Akan tetapi, motif komersil dan tren transfer pemain J-League merupakan faktor yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Apakah Arhan akan mampu membuktikan bahwa dia lebih dari itu? Berikan kesempatan kepada Arhan untuk membuktikannya di atas lapangan. Tidak perlu membebani pundaknya dengan euforia berlebihan.

Euforia berlebihan berpotensi merugikan

Euforia penggemar di jagat maya dan media yang tak henti-hentinya memberitakan kepindahan Arhan ke Tokyo Verdy merupakan sesuatu yang cukup mengkhawatirkan. Industri sepak bola modern membuktikan bahwa dinamika media sosial punya andil dalam menciptakan situasi yang mempengaruhi klub, baik itu positif maupun negatif.

Loris Karius, misalnya, konon salah satu faktor yang membuatnya terdepak dari skuat Liverpool adalah aktivitasnya di media sosial. Citra mewahnya di Instagram, disebut-sebut menyebabkan keraguan di ruang ganti. Sweeper keeper asal Jerman tersebut dirumorkan membuat banyak punggawa Si Merah mempertanyakan komitmennya untuk menebus dosa Kiev 2018. Baru-baru ini pemberitaan heboh atas wawancara Lukaku bahkan sampai membuat manajer Thomas Tuchel buka suara untuk meredam rumor panas tersebut. Kasus itu membuktikan bahwa media sosial punya andil dalam menciptakan huru-hara di tim.

Bukan tidak mungkin, reaksi berlebihan kita dapat menciptakan dinamika yang dapat mempengaruhi karier Arhan di Tokyo Verdy. Misalnya, misalnya lho ini, Arhan gagal tampil sesuai ekspektasi atau Tokyo Verdy jarang memainkannya di tahun pertamanya, apakah penggemar mampu bereaksi dengan bijak? Apakah reaksi netizen dapat memperbaiki situasi Arhan atau justru berdampak sebaliknya? Silakan tanyakan hal ini pada pengelola media Lechia Gdansk yang lebih berpengalaman menghadapi gelombang amarah netizen +62.

Begini lho, berdasarkan pemberitaan, Pratama Arhan baru bertolak ke Jepang 25 Februari nanti. Jadwal ini masih bisa mundur karena Jepang baru membuka imigrasi untuk warga asing non-turis pada 1 Maret. Perlu diingat, sepak mula J-League 2 dilaksanakan pada tanggal 19 Februari. Artinya, sudah jelas jika Arhan melewatkan aktivitas pra-musim bahkan mungkin bakal menyaksikan bulan pertama kompetisi dari layar kaca. Maka dari itu, bukan kejutan jika Arhan tidak serta merta langsung dimainkan.

Rasanya sangat realistis untuk melihat kedatangan Arhan ke Tokyo Verdy bukan dalam timing yang ideal bagi seorang pemain debutan. Angkat topi untuk kecakapan agen Arhan, Dusan Bogdanovic. Sebab, ia mampu menyegel kontrak dua tahun dengan tim asal Tokyo tersebut. Berkat kontrak tersebut, Arhan mendapatkan kesempatan untuk beradaptasi dengan sepak bola Jepang pada tahun pertamanya.

Pertanyaannya, jika Tokyo Verdy mampu bersabar dengan memberi Arhan waktu beradaptasi, mampukah penggemar kita, yang keburu dijejali euforia berlebihan, bersabar dengan situasi itu? Jujur saja, saya kok ragu sekali ya?

Keinginan pemain untuk berkarier di luar negeri, tantangan bagi klub indonesia

Meski perekrutan Pratama Arhan ke Tokyo Verdy secara gratis merupakan bagian dari kontraknya dengan PSIS Semarang—menurut Transfermarkt, hal itu masih sedikit mengganjal setidaknya bagi saya pribadi. Ini adalah soal bagaimana sebuah klub profesional melepas pemainnya, dalam jendela transfer resmi, tanpa mendapat cuan sama sekali?

Dengan tren “eksodus” pemain Asia Tenggara ke liga top Asia, bukan tidak mungkin transfer semacam itu bakal berhenti di Arhan saja. Jika terus berlanjut bukan tidak mungkin klub yang bertabur pemain berlabel “bintang timnas” seperti Persebaya Surabaya, bakal “diwajibkan” melepas pemain mereka secara gretongan.

Untuk itu, transfer Arhan harus dijadikan pembelajaran dengan baik oleh klub-klub Tanah Air. Dinamika transfer adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari industri sepak bola modern. Sulit meningkatkan level sebuah klub, bahkan liga, jika kontrak dan transfer pemain masih acak-acakan. Jika operator liga dan federasi belum mampu menciptakan iklim profesional dalam hal ini, tidak ada salahnya untuk menerapkannya secara swadaya.

Pertama, klub dapat mematok transfer fee dengan mempertimbangkan pasar sekaligus mengakomodasi keinginan sang pemain. Kedua, klub harus menjamin pengelolaan transfer berjalan profesional dan independen, tanpa melibatkan tekanan pihak yang nggak penting, ehm, Ketua PSSI, misalnya. Terakhir, dan yang paling penting, meyakinkan penggemar bahwa transfer fee bukanlah sesuatu yang dimaksudkan untuk menghalang-halangi karier pemain.

Skeptisisme penggemar terhadap pelaksanaan liga adalah penyebab utama kemunculan opini negatif yang biasanya menempatkan klub sebagai sosok antagonis. Narasi “menghalang-halangi karier pemain” adalah salah satu opini populer pada klub yang mematok harga pemain. Hal ini pernah terjadi pada Barito Putra dan Bagus Kahfi pada akhir 2020 silam. Padahal transfer fee adalah bagian dari proses transfer dan klub berhak menuntutnya.

Serangan netizen terhadap Barito Putera di masa lalu, membuat klub Indonesia bermain aman dengan melepas pemainnya ke luar negeri secara cuma-cuma. Dalam kasus PSIS Semarang dan Pratama Arhan, Anda boleh mengapresiasi keputusan manajemen dengan mengatakan bahwa itu semua demi kelangsungan karier si Arhan. Akan tetapi, cita-cita luhur saja nggak cukup untuk cari pemain pengganti, apalagi menutup biaya operasional klub, Bosqu~

Akhir bulan ini, kita akan melepas satu lagi talenta terbaik Garuda ke tanah asing. Semoga semua pihak, penggemar dan klub, mampu merelakan kepergiannya tepuk tangan terbaiknya, yakni: sewajarnya, bijak, tidak berlebihan.

Semoga sukses di sana, Pratama Arhan!

Sumber Gambar: Instagram @pratamaarhan8

Penulis: Nurfathi Robi
Editor: Rizky Prasetya

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.
Exit mobile version