PO Borobudur memang raja jalanan Jember dan Banyuwangi. Dulu, perusahaan otobus satu ini sempat menjadi primadona lantaran saat itu pilihan moda transportasi belum sebanyak sekarang. Sayangnya, kini bus ekonomi tersebut mulai berkawan sepi karena ditinggalkan para penumpangnya. Bus hanya menjadi opsi terakhir bagi orang yang nggak memiliki pilihan transportasi lain saat ingin ke Banyuwangi dari Jember atau sebaliknya.
Saya pernah beberapa kali menggunakan bus ini saat perjalanan pulang dari Jember ke Banyuwangi karena kehabisan tiket kereta Pandanwangi. Sebenarnya PO Borobudur membuka banyak trayek, tapi yang paling sering saya gunakan adalah trayek dari Terminal Tawang Alun Jember ke Terminal Sritanjung Banyuwangi.
Masa kejayaan PO Borobudur
Waktu masih kecil dulu, medio tahun 2005, saya ingat betul bahwa bus ini menjadi pilihan banyak orang yang hendak pergi ke Banyuwangi dari Jember dan sebaliknya. Nama bus ini begitu melekat erat di hati para penumpang setianya.
Panjangnya antrean penumpang di terminal hingga warna-warni bus yang selalu menyemarakkan jalan raya menjadi kenangan yang tak terlupakan dalam ingatan saya. Saya masih ingat rasanya mengantre di terminal untuk bisa masuk ke dalam bus bersama orang tua tiap kali hendak bepergian dari Jember ke Banyuwangi dan sebaliknya.
Perbincangan ringan antar penumpang di dalam bus, pemandangan indah yang bisa saya lihat sepanjang jalan, hingga pengalaman ngetem lama pernah saya rasakan saat naik bus ekonomi ini. Itu semua menjadi kenangan yang tak terlupakan dan bahkan masih bisa saya rasakan ketika saya beranjak dewasa dan bepergian sendirian ke Banyuwangi dari Jember dan sebaliknya naik bus ini.
Seiring berjalannya waktu, saya dan keluarga lebih sering memanfaatkan moda transportasi lain dan kendaraan pribadi untuk bepergian. Para penumpang setia PO Borobudur pun melakukan hal sama. Hingga akhirnya kini armada bus lumrah dijumpai dalam keadaan sepi.
Baca halaman selanjutnya: Muncul segudang masalah…
Segudang masalah
Sebelum meredup seperti sekarang ini, ada beberapa masalah yang sempat hadir dalam bus ini. Saya rasa, alasan-alasan itulah yang lambat laun menjadi penyebab dari menurunnya jumlah penumpang bus.
Pertama, tarif yang dikenakan PO Borobudur kepada penumpang Jember-Banyuwangi dan sebaliknya terlampau tinggi jika dibandingkan dengan moda transportasi lainnya. Saya pribadi merasa tarif dan fasilitas yang diberikan nggak sebanding. Maka nggak usah heran kalau orang-orang akhirnya lebih memilih naik kereta api atau bahkan bepergian menggunakan kendaraan sendiri.
Selain itu, ketidakpastian waktu tempuh juga menjadi masalah yang kerap menghantui para penumpang. Waktu tempuh yang tak bisa diprediksi ini membuat banyak penumpang berkawan dengan keterlambatan. Beberapa kali saya harus menunggu di terminal tanpa kepastian waktu keberangkatan. Tentu saja hal ini tak jarang membuat calon penumpang geram dan akhirnya beralih ke moda transportasi lain yang lebih pasti jadwalnya, misalnya kereta api.
Tak cukup sampai di situ. PO Borobudur yang kerap ngetem ternyata juga dikeluhkan para penumpang. Selain memperlambat perjalanan, ngetem bikin penumpang nggak nyaman, lho. Penumpang mana sih yang nggak kapok naik bus yang ngetemnya lama banget?
Pada akhirnya PO Borobudur makin sepi dan ditinggalkan para penumpangnya. Sesekali saya masih menjadi penumpang armada raja jalanan Jember-Banyuwangi ini. Sesekali saya juga berpapasan dengan armadanya yang lalu-lalang di jalanan meski jumlahnya tak sebanyak dulu. Siapa tahu dengan sentuhan perubahan yang tepat, bus ini dapat kembali memikat hati para penumpangnya dan mendapat tempat istimewa lagi di jalanan Jember-Banyuwangi. Semoga…
Penulis: Anik Sajawi
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Jalan Mastrip: Jalan Paling Problematik di Jember, Hanya Orang Sabar yang Sanggup Melewatinya.