Terkadang saya takut sendiri sama kreativitas manusia. Terlalu kreatif, jatuhnya malah sesat. Misalnya dalam isu perdebatan singkatan nama makanan. Ada aja yang terlalu banyak punya waktu luang. Mereka lalu menciptakan singkatan sesat. Misalnya piscok jadi pisklat, naskun jadi nasning, dan yang paling aneh itu evolusi naspad jadi nasdang dan sidang. Apa sih ini hoi!!!
Semuanya berawal dari postingan foto nasi padang dari sebuah akun di Twitter. Foto nasi padang memang ampuh menggugah selera. Sayangnya, keindahan foto nasi padang dia rusak dengan sebuah caption yang berbunyi, “Sidang porsi kaya gini berapa di tempat kalian?”
Bukannya menjawab pertanyaan sang pemilik foto, tetapi netizen justru salah fokus dengan singkatan kata “Sidang”.
“Apaan sih sidang? Sidang skripsi emang, naspad ya mohon maaf.”
“Gua sebagai orang Padang asli mau marah!! Siapa yang nyebut naspad jadi sidang woy.”
“Naspad ya, ngapa jadi sidang sampe gua mikir sidang apaan.”
“Buat yang bikin singkatan baru padahal udah ada singkatan lama yang lebih dikenal, psikopat kalian semua,” ujar beberapa netizen yang terlihat gemas sekaligus kesal.
Sebagai bagian dari dari netizen saya jadi ikut gemas membacanya. Rasanya aneh banget karena sudah ada singkatan yang “kita sepakati bersama”. Misalnya, naspad, naskun, piscok, dan lain sebagainya. Jadi kalau ada singkatan baru tanpa melewati konsesi bersama itu aneh banget.
Saya jadi heran bagaimana orang-orang ini menemukan singkatan sesat piscok jadi pisklat, naspad jadi sidang, dan naskun jadi nasning. Bagaimana bisa mereka membuat singkatan nama diambil dari nama tengah atau nama terakhir.
Apakah karena perbedaan penyebutan nama di setiap daerah? Atau memang cuma mau terlihat keren aja, biar dianggap berbeda ketika melahirkan singkatan sesat semacam piscok jadi pisklat, naspad jadi sidang, dan naskun jadi nasning.
Percaya, deh, yang kayak gitu nggak lucu dan unik. Jatuhnya adalah perdebatan yang tiada berkesudahan karena lahir pro dan kontra.
Yang pro akan bilang gini: “Semacam piscok jadi pisklat doang diributin, lo pada masalah hidupnya pada berat apa bagaimana sih?”.
“Bukan warga Indonesia kalau hal-hal kecil kaya gini diributin.”
“Tapi nasdang, nasning kedengarannya lucu sih.”
“Padahal gua tim nyebut nasdang.”
Yang kontra punya argumen yang nggak kalah kuat:
“Udah nggak lucu lagi, awal-awal emang ngerasa kaya lucu+unik tapi makin ke sini kayaknya pada caper aja soalnya banyak yang ngirim foto makanan pake caption nama aneh-aneh.”
Saya, sih setuju. Aneh. Masak piscok jadi pisklat, naspad jadi sidang, dan naskun jadi nasning.
“Sebenarnya nggak ada masalah sama singkat menyingkat, masalahnya udah pada latah banget, awalnya cuman piscok jadi pisklat, naspad-nasdang, naskun-nasning dianggap lucu eh tiba-tiba jadi berakar dan akhirnya bikin orang sebel, ntah yang nyingkat beneran make di kesehariannya apa cuma caper doang.”
“Gua doain yang ganti nama makanan lo pada gak tenang hidup lo, main ganti-ganti nama makanan ngelanggar hukum alam alias gua marah.”
“Orang yang nyingkat nasi goreng jadi nasreng, nasi padang jadi nasdang, dan nasi kuning jadi nasning itu sekte sesat banget.”
“Tiap ada orang yang nyebut, nasreng, nasning, sama nasdang maka jembatan shiratal mustaqim tambah kecil jadi 1 helai rambut dibagi 37.”
Sebenarnya, memang nggak ada masalah menyingkat nama makanan. Katanya sih tergantung selera dan lidah masing-masing. Namun, lama-lama, singkatannya jadi makin liar, aneh, dan kudu mikir buat cari artinya.
Salah satu contohnya adalah risol mayo. Masak ada yang menyingkatnya jadi “solyo” dan “risma”. Jelas aneh dan bikin bingung.
Dan ini semua bukan soal “terbiasa” atau nggak ya. Piscok akan lebih cocok menjadi singkatan pisang cokelat. Naspad adalah jodohnya nasi padang, bukan sidang yang malah ambigu dan berpotensi bikin orang salah menangkap maksud. Bukan juga nasning untuk nasi kuning.
Kadang saya heran. Kenapa yang sudah baik adanya perlu dibuat aneh-aneh. Karena gini lho. Pada akhirnya, orang tuh cuma caper aja bikin sesuatu yang beda. Jatuhnya malah menyesatkan dan bikin orang berpikir. Ingat, menyulitkan orang itu dosa, lho.
Penulis: Hanifa Ramadhanti
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Menguak Pola Nama Grup Dangdut yang Lucu-lucu